Tak Diajak Bicara, Ahli Waris Protes Keras Pembangunan Monumen Saönigeho

Omo Nifolasara (Omo Sebua) yang merupakan rumah raja Saonigeho di Desa Bawomataluo | Etis Nehe

Omo Nifolasara (Omo Sebua) yang merupakan rumah raja Saönigeho di Desa Bawömataluo | Etis Nehe

NIASSATU, NIAS SELATAN – Rencana pemerintah daerah Kabupaten Nias Selatan membangun monumen Saönigeho menuai polemik. Bukan karena masyarakat atau ahli waris menolak keinginan tersebut, tapi karena dalam prosesnya pihak ahli waris dan warga Desa Bawömataluo merasa tidak dilibatkan dalam pembahasannya. Bahkan, proses pembangunan tersebut terkesan dilakukan diam-diam dan melibatkan orang-orang tertentu di desa wisata tersebut.

“Tiba-tiba saja kita dapat informasi kalau monumennya akan diresmikan pada 20 November 2014. Monumennya sudah disiapkan bahkan patung Saonigeho pun sudah disiapkan. Lokasi monumennya juga sudah ditetapkan di arah Nuja (Tambu Dola Hulu). Itu tidak pernah dibicarakan dengan kita sebelumnya. Itu yang kita tidak terima. Cara seperti itu tidak pantas,” ujar Mo’arota, salah satu ahli waris Raja Saonigeho yang kini bermukim di Omo Nifolasara atau Omo Sebua di Bawomataluo kepada Nias Satu, Minggu (16/11/2014).

Dia mengungkapkan, pihaknya terkejut karena penetapan lokasi itu tidak memenuhi syarat dari sisi kesejarahan. Sebagai pahlawan, harusnya posisinya di jalan protokol terutama di pusat kota atau di posisi representatif lainnya. Di sisi lain, posisi dimana lokasi patung Saönigeho itu akan dipasang dan diresmikan, juga tidak memiliki kaitan langsung dengan fakta historis perjuangan Saönigeho.

“Kami itu menginginkan agar monumen itu dibangun di jalan protokol atau di pusat kota. Sebagaimana juga selama ini namanya menjadi nama jalan utama di ibukota kabupaten. Alternatif lainnya, di simpang Löhö, yang juga adalah lahan punya Saönigeho dan dulu menjadi bagian lokasi sejarah perjuangannya. Tapi, mereka sepertinya tidak mau tahu, tiba-tiba saja ditetapkan tanpa sepengetahuan kami,” jelas dia.

Dia mengatakan, penolakan serupa juga datang dari mayoritas Si’ulu dan Si’ila di Desa Bawömataluo dan para pemuda desa dan sudah menyiapkan pernyataan sikap menolak peresmian tersebut.

Dia mengatakan, tidak pernah ada pertemuan adat (Orahu) yang membuat persetujuan atas lokasi maupun patung Saönigeho tersebut. Dia mengaku, pernah ada pertemuan pada 2 November 2014 usai ahli waris dan perwakilan desa dengan Kesbangpol, Nias Selatan. Dia juga menilai pertemuan tersebut tidak representatif karena beberapa tokoh atau warga desa yang seharusnya hadir, justru tidak diajak dalam pertemuan tersebut.

“Dalam pertemuan di Kesbangpol itu disepakati agar rencana itu dibicarakan dulu dengan ahli waris keluarga dan desa. Makanya ada pertemuan itu. Tapi, saat itu, belum ada kesepakatan maupun persetujuan karena ada banyak keberatan terkait lokasi maupun tata cara persiapan itu. Tapi, tiba-tiba ada yang menyampaikan ke Bupati kalau ahli waris dan warga desa sudah setuju,” jelas dia.

Dia mengakui, ada beberapa orang yang memanfaatkan rencana pembuatan monumen tersebut untuk kepentingan pribadi, termasuk kepentingan politiknya.

“Ini yang kita sesalkan. Ada orang-orang yang mencari manfaat dalam proses rencana ini. Ini yang kita sesali karena selain tidak pantas, juga mengangkangi norma-norma kebersamaan kita di desa. Saya tidak perlu sebut nama-nama mereka, tapi masyarakat desa sudah tahu siapa mereka,” jelas dia tanpa mau menyebutkan nama-nama yang bermain di balik rencana pemasangan monumen itu.

Yang lebih mengejutkan ahli waris dan warga desa selain masalah lokasi tersebut, kata dia, juga tiba-tiba pemda Nias Selatan membuatkan patung Saönigeho berdasarkan foto sendiri tanpa meminta persetujuan maupun konfirmasi kepada ahli waris keluarga apakah itu benar foto Saonigeho atau bukan.

“Jadi, tidak hanya monumen yang sudah disiapkan, ternyata juga patung pun sudah langsung dibikinkan tanpa tanya kepada kami apakah foto yang digunakan itu benar foto Saönigeho. Bayangkan, ada yang membuat patung kakek Anda tapi mereka buat menurut apa yang mereka pikir itu adalah kakek Anda tanpa bertanya kepada keluarga yang dibikinkan patungnya,” tegas dia.

Dia mengatakan, pihaknya memang menghargai niat Pemda Nias Selatan untuk membuat monumen itu sebagai tanda penghargaan. Tapi, kata dia, niat baik tanpa mengikuti prosedur yang pantas dan wajar, itu justru mengurangi nilai penghormatan atas sosok yang mau dihormati tersebut.

“Kalau mau menghargai Saönigeho, maka mari kita persiapkan dengan baik, bukan dengan cara seperti ini, mae ni ohi nani (seperti dikejar angin, terburu-buru, red). Silakan saja kalau mau resmikan Pangkalan TNI AL, tidak perlu harus disatukan dengan peresmian monumen Saönigeho,” tegas dia.

Yang menarik, rentang waktu peresmian monumen ini tidak berselang jauh setelah Bupati Nias Selatan menyatakan rencana itu saat pada upacara pemakaman tokoh budaya asal Desa Bawömataluo, Hikayat Manaö pada 14 Oktober 2014. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa rencana ini sudah disiapkan lebih dahulu sebelum diumumkan kepada masyarakat. (ns1)

About the Author
  1. Perasaan Telaumbanua Reply

    Ketua Panitia Drs. Samolala Lase, pada hari Senin Lalu, konferensi pers di Lanal Al Jalan Baloho, dia menjelaskan bahwa pendirian monumen Saonigeho telah sesuai mufakat bersama tokoh Desa Bawomataluo, termasuk keturunannya, tapi aneh kenapa ada polemik berikut.

  2. Perasaan Telaumbanua Reply

    Dengan polemik ini, salah satu unsur memalukan……hahahaha

  3. florentina Reply

    Semoga artikel ini menjadi salah satu pertimbangan bagi pihak2 yg berkepentingan dlm pembuatan monumen kakek Saonigeho yg kami cintai.

Leave a Reply

*

Translate »