Mimpi Nico Barito untuk Nias: dari Bangun Hotel Hingga Pindahkan Warga Desa Bawömataluo

Nico Barito | seychelles-id.info

Nico Barito | seychelles-id.info

NIASSATU, JAKARTA – Republik Seychelles dan Nico Barito, dua nama yang akhir-akhir ini sangat familiar dengan pemerintah daerah di Pulau Nias. Republik Seychelles adalah negara kepulauan di lepas pantai Afrika, bekas jajahan Prancis dan Inggris. Dan Nico adalah Duta Besarnya di Indonesia yang juga Utusan Khusus Presiden Seychelles untuk Asean. Nico sendiri adalah orang Indonesia, juga seorang pengusaha.

Pada Kamis (27/11/2014) di Sekretariat APKASI di Jakarta, Nico menghimpun para kepala daerah di Pulau Nias, minus Bupati/Wakil Bupati Nias Selatan, dan para investor dari dalam dan luar negeri. Juga menghadirkan Wagub Sumut Tengku Erry Nuradi, Menkumham Yasonna H. Laoly beserta pakar pariwisata yang juga mantan Wamen Parekraf Sapta Nirwandar.

Acara yang dihelat tersebut diberi nama Nias International Development Strategic Partnership. Dalam kegiatan itu, Nico memaparkan perkembangan persiapan agenda yang telah disiapkan untuk membangun pariwisata Nias. Bahkan, di acara itu juga ditandatangani sebuah kesepakatan pembentukan Badan Nias Development Strategic Partnership (NDSP) oleh para kepala daerah, disaksikan Wagub Tengku Erry dan Menteri Yasonna.

Dari awal sampai akhir paparannya ketika membuka acara itu, Nico hanya berbicara mengenai bagaimana masa depan Nias, setidaknya pada 2020 nanti. Berbagai usulan dan bahkan tindakan konkrit untuk mewujudkan rencana itu telah dikerjakan di lapangan.

Lalu, apa saja mimpi Nico untuk Nias tersebut dan bagaimana Nico bisa bertaut hati dengan Nias dan para kepala daerah di Nias. Berikut ceritanya.

Semua berawal dari perkenalan Nico dengan Wagub Tengku Erry saat masih menjabat sebagai Bupati Serdang Bedagai pada 2012. Setelah jadi Wagub Sumut, kata Nico, dia dikontak Tengku Erry dengan satu permintaan, agar membantu merealisasikan mimpinya untuk membangun Nias.

Lalu, pada November 2013, bertempat di kantor Tengku Erry, ditandatangani sebuah kesepakatan oleh para kepala daerah di Pulau Nias beserta Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata se Pulau Nias. Lalu, ditindaklanjuti dengan kunjungan Nico ke setiap daerah di Pulau Nias guna melakukan sosialisasi.

Lalu, kenapa mesti bicara Seychelles dan Nias? Nico memulai penjelasan dari sisi geografis. Menurut dia, kepulauan Nias dan Seychelles berada sejajar dan sama-sama berhadapan dengan Samudera Hindia. Juga punya banyak kesamaan keunikan sebagai wilayah kepulauan yang bisa diangkat untuk dikenal luas, terutama untuk pariwisata.

Dia juga mereferensi dokumen yang diterimanya dari Pastor Johannes Hammerle di Museum Pusaka Nias yang mengatakan bahwa pada tahun 600-an, pernah ada orang-orang Nias yang dibawa sebagai budak oleh Prancis ke Seychelles. Dia pun yakin bahwa warga Seychelles saat ini yang berwajah Asia kemungkinan besar keturunan Nias.

“Makanya saya perhatikan di sana kok banyak yang wajahnya mirip Nias. mungkin dokumen itu benar,” kata dia.

Kemudian, kata Nico, Seychelles dan negara-negara kepulauan di sekitarnya juga telah membentuk sebuah aliansi yang dinamakan Vanilla Islands Resort, yang terdiri dari Mauritius, Seychelles, Reunion, dan Madagaskar.

Nah, kata dia, karena letak geografis dan keunikan Nias tersebut, maka Nias bisa diajak bergabung dalam aliansi tersebut. Singkatnya, bergabung, ketika pulau-pulau itu dipasarkan, ketika dibeli salah satunya, maka ikut membeli paket ke pulau lainnya, termasuk Nias.

“Dengan agenda ini, kalau kita kembangkan Nias sebagai salah satu poin Vanilla Islands Resort itu lebih gampang (menjualnya, red). Kita lihat sekarang penerbangan Star Alliances, hotel, Starwood private jet dan lainnya, mereka bikin asosiasi. Sehingga ketika beli satu, maka beli yang lain juga. You market one, you market the other, you click one in the internet, you get the other one,” kata dia dengan bersemangat.

Selanjutnya,menindaklanjuti kesepakatan itu, pihaknya mulai menyusun rencana strategis pembangunan (development strategic plan). Dan sejak Februari 2014, Nico telah mengirim tim untuk menyiapkan strategic blueprint. Disusul dengan lokakarya pada Juni 2014 dimana pada kesempatan itu ada penandatanganan nota kesepahaman antara pemda-pemda di Nias dengan pemerintah pusat dan antar pemda sekepulauan Pulau Nias dengan agenda pokok memajukan Nias lewat pembangunan kepariwisataan.

“Kita menargetkan Nias yang lebih baik pada 2020. Memanfaatkan potensi Nias sebagai pulau, mengangkatnya menjadi destinasi wisata kelas dunia tanpa melupakan komponen lokal yang juga besar pasarnya,” jelas dia.

Lalu seperti apa mimpi Nico yang akan direalisasikan di Nias? Setidaknya ada lima hal pokok yang dia ungkapkan. Pertama, pembangunan pariwisata berbasis eco-tourism. Dengan ini pembangunan yang dilakukan berkaitan dengan kebutuhan orang-orang yang mau bersenang-senang (leisure) ataupun hobby.

Kedua, eco-lodge. Ini berupa pembangunan penginapan dengan model lodge. Model ini, kata dia, dirancang untuk diterapkan di Nias Barat dan sudah ada beberapa pengusaha yang berminat membangunnya. Dia mengatakan, fasilitas eco-lodge sangat sesuai dengan Nias Barat yang memiliki pantai yang mirip dengan West Coast di California, Amerika Serikat.

Ketiga, agrowisata. Dia mengusulkan agar di Nias dibangun agro-industry tourism state, yaitu wisata berbasis green seperti pertanian, peternakan, dll.

Peta Seychelles | labrizseychelles.com

Peta Seychelles | labrizseychelles.com

Keempat, energi baru dan terbarukan. Ini dalam rangka mengatasi krisis listrik di Nias saat ini. Menurut dia, tidak mungkin membangun pariwisata tanpa suplai energi yang cukup. Untuk hal ini, pada Agustus 2014, ujar Nico, telah memfasiltiasi penandatanganan kesepahaman antara Pemda Nias Utara dengan R20 dan Aquo Energy dari Prancis untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) senilai 20 juta dolar Amerika Serikat.

Dia menjelaskan, pembangunan PLTS itu akan dikombinasikan dengan agrikultur. Di bawah panel-panel surya akan ditanam tanaman berkualitas ekspor dan telah ada jaminan dari perusahaan Prancis tersebut untuk mengekspornya ke Prancis.

Saat ini, di Kecamatan Lahewa, Nias Utara telah dipasang alat pemantau cuaca (weather station) untuk keperluan pembangunan PLTS tersebut. Alat itu akan memantau selama enam bulan guna mengetahui persis cara pemasangan dan arah cahaya yang maksimal untuk PLTS.

Bahkan, masih di Nias Utara, tahun depan akan dimulai budidaya Kemiri Sunan, sebuah sumber bioful yang dinilai jauh lebih baik, lebih ramah lingkungan dan juga lebih murah biayanya dibanding minyak kelapa sawit. Nias Utara akan memulai dengan penanaman sekitar 10 ribu hektar dan Kabupaten Nias seluas 100 hektar untuk tahap percobaan.

Nico sendiri tercatat sebagai Direktur R20 untuk Indonesia. R20 adalah NGO nonprofit yang didirikan oleh mantan Gubernur California dan aktor Holywood Arnold Schwarzenegger. R20 fokus pada pengembangan energi ramah lingkungan dan berkelanjutan, bekerjasma dengan PBB.

Kelima, pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab (responsibility fishery). Untuk kegiatan ini, selain pengelolaan ikan secara bertanggungjawab seperti juga menjadi agenda pemerintahan Jokowi, Nias juga akan diarahkan menjadi hub (penghubung utama) penangkapan ikan di Samudera Hindia. Bila jadi hub maka akan membuka jalan bagi pengembangan potensi perikanan dan kelautan lainnya seperti pengolahan ikan, pabrik es hingga budidaya rumput laut.

Pembangunan Berdasarkan Pangsa Pasar

Nico mengatakan, dalam blue print yang lebih detil akan diatur pembangunan berdasarkan zona, termasuk pembangunan infrastruktur. Pembangunan akan disesuaikan dengan keunikan dan kekayaan lokal atau market share sehingga fasilitas yang dimiliki setiap daerah tidak akan sama dan sekaligus akan saling melengkapi.

Sebagai contoh, dalam waktu dekat di setiap wilayah akan dibangun hotel. Namun, dengan konsep berbeda-beda. Namun khusus untuk Gunungsitoli, ditargetkan pada 2015 kegiatan pembangunan sudah dimulai. Bukan hotel yang mewah, tapi hotel yang setidaknya representative atau budget hotel. Di Gunungsitoli akan dibangun waterfront city di bagian pesisir laut.

Di Nias Barat pembangunan penginapan dengan konsep villa atau kondominium karena letaknya yang strategis menghadap pantai. Vila itu juga bisa dijual dan untuk keperluan investasi jangka panjang. Lalu, Nias Utara akan dibangun hotel namun berbasis resort yang juga bisa jadi tempat konvensi. Lalu, agrowisata di kawasan lintas Nias dan Nias Barat dimana tersedia cukup luas lahan yang bisa dimanfaatkan. Bahkan tidak tertutup kemungkinan membangun lapangan golf di sana. Untuk Nias Selatan, karena memiliki keunikan dan modal yang banyak di sektor kebudayaan, maka itu sekaligus jadi fokus di sana.

“Jadi market share beda-beda. Jadi kalau semua bupati mau bangun yg sama, ini masalah di banyak daerah, akibatnya tidak ada daya tariknya. Karena tidak ada kelebihan satu dengan yang lain. Ketika turis datang ke satu tempat, dia tidak mau lagi ke tempat lain karena tahu yang dijual di sana sama saja dengan tempat yang sedang dikunjungi. Jadi. Kita harus ciptakan itu supaya kalau mau menikmati kebudayaan, dia datang ke Nias Selatan. Kalau mau konvensi, dia ke Nias Utara. Dan itu berarti dia harus lewat Nias dan Gunungsitoli,” jelas dia.

Dia juga meminta agar para pemda segera membuat kebijakan yang memayungi rencana-rencana itu sehingga pembangunan bisa diarahkan dengan teratur dan bermanfaat jangka panjang. Menurut dia, bila tidak ada pengaturan, ketika pembangunan dimulai, maka justru akan memunculkan masalah-masalah baru seperti saat ini banyak terjadi di berbagai daerah.

“Jadi, harus ada kebijakan, aturan. Nias jangan sampai seperti terjadi dibanyak daerah. Jangan sampai bawa mobil dari Gunungsitoli ke Nias Selatan, sepanjang jalan hanya dihiasi bangunan-bangunan. Sementara pantainya yang indah yang bisa disaksikan dari jalan raya, akhirnya tertutupi. Jadi, kalau pengembangan Nias dipacu pada koridor yang salah, maka nanti akhirnya tidak nyaman,” jelas dia.

Dia juga mengatakan, untuk mendesain berbagai rencana tersebut, akan menggunakan desainer-desainer yang sudah memiliki nama secara internasional. Hal itu guna membangun kepercayaan konsumen sekaligus membangun brand image. Meski begitu, desainer lokal nanti tetap bisa berperan pada bagian detilnya.

Meski begitu, Nico juga memeringatkan agar manfaat pembangunan pariwisata Nias harus dinikmati pertama-tama oleh orang Nias sendiri. Karena itu, dia minta SDM lokal Nias harus disiapkan sejak dini sehingga ketika semua rencana itu terealisasi, mereka bisa menjadi pemain, dan bukan cuma pekerja atau bahkan tersingkir oleh orang luar. (Baca: Nico Barito: Jangan Sampai Orang Luar yang Nikmati Pengembangan Pariwisata Nias)

Dia juga mengingatkan, agar Nias tidak dijual berlebihan (oversale) seperti terjadi di daerah seperti Bali. Meski daerah itu jadi destinasi internasional, namun yang nikmati pariwisatanya sebenarnya adalah para pebisnis dari luar. Karena juga dijual berlebihan, maka kini Bali tidak terlalu nyaman lagi.  (Baca: Nico Barito: Pariwisata Nias Jangan ‘Dijual’ Secara Berlebihan)

Cuplikan Video Indonesia Bagus edisi Pulau Nias | Youtube.com

Cuplikan Video Indonesia Bagus edisi Pulau Nias | Youtube.com

Relokasi Warga Desa Bawömataluo

Nah yang menarik, Nico juga punya ide mengenai pengelolaan Desa Bawömataluo yang diakuinya memiliki kekayaan dan nilai jual luar biasa.

“Desa Bawömataluo itu menjadi perhatian saya. Kita melihat desa itu sudah seperti town square tua dengan rumah-rumah adatnya yang sudah bagus. Cuma, sekarang rumah itu kan dimanfaatkan oleh penduduk dan kurang terkelola dengan baik,” jelas dia.

Menurut dia, sayang bila kekayaan seperti itu tidak dikelola dengan baik karena sebenarnya menjadi daya tarik luar biasa bagi wisatawan untuk mengunjungi Nias Selatan. Karena itu, dia meminta kepada BUMD Nias Selatan yang kebetulan hadir pada acara tersebut untuk mencari lahan baru di sekitar Desa Bawömataluo. Lalu, di lahan itu dibangun pemukiman baru dan warga desa direlokasi ke sana.

“Ini untuk BUMD, carikan lokasi dan saya carikan orang (untuk membangun, red). Kita bangun rumah baru dan penduduknya pindah ke sana. Lalu, desa ini kita kelola menjadi tourist resort. Di beberapa negara sudah melakukan itu, seperti di Singapura dengan Fullerton Hotel yang dulu adalah kantor pos lalu diubah menjadi hotel. Ini menjadi town square yang bagus. Dari Jepang juga sedang mempelajari struktur kayunya karena seperti rumah di Jepang,” jelas dia. (ns1/Etis Nehe)

About the Author
  1. Pingback: Nias Satu » Ide Nico Barito Relokasi Warga Desa Bawömataluo Dinilai Ngawur

  2. Pingback: Nias Satu » Ketua Tim Riset Desa Bawömataluo Untuk Warisan Dunia Tolak Relokasi Warga

  3. lumerdaeli Reply

    Sungguh konsep yang sangat menarik dari Pak Nico….
    Semoga segera direalisasikan dan prosesnya berjalan dengan lancar…
    Kita masing masing anak nias punya kerinduan untuk Nias yang maju dan sejahtera..
    Nias Maju !!!

Leave a Reply

*

Translate »