Mari Merayakan Pendidikan
NIASSATU, JAKARTA – Pendidikan dan proses-proses aplikasinya, khususnya di Indonesia, tak lepas dari berbagai sorotan dan protes masyarakat, bahkan oleh peserta didik sendiri. Dalam banyak hal, pendidikan saat ini dipersepsi sebagai sesuatu yang diwarnai dengan banyak hal buruk, dicibir dan dijadikan sebagai aktivitas biasa belaka. Citra ironis yang seharusnya tidak pantas karena bertentangan dengan definisi kata pendidikan itu sendiri.
Berbagai citra negatif itu, di antaranya, ketiadaan persiapan dan keseriusan mempersiapkan proses belajar mengajar, berorientasi angka-angka nilai dan bukan karakter, keterbatasan jumlah guru, guru dengn kesejahteraan minim hingga guru yang mengajar asal-asalan.
Pendidikan juga identik dengan komersialisasi, atau kegiatan yang tak lagi berkaitan dengan pembangunan integritas. Tak heran bila korupsi di negeri ini salah satu sumbernya terkait dengan penyelenggaraan pendidikan.
Wajar bila kemudian pendidikan dinilai telah kehilangan semangat dasar dan tuntutan normatif khalayak dimana pendidikan idealnya menjadi sarana untuk memanusiakan manusia.
Masalah ini menjadi salah satu perhatian dari Marinus Waruwu. Keprihatinan dan solusi yang ditawarkannya dituangkan dalam buku pertamanya berjudul Merayakan Pendidikan, Goresan Sang Guru.
Bagi Marinus, pendidikan itu seharusnya adalah sebuah perayaan. Karena perayaan, maka pendidikan tidak sama dengan aktivitas lainnya. Dia merujuk pada pernyataan filsuf legendaris Jerman, Immanuel Kant bahwa pada dasarnya pendidikan itu sebagai upaya memanusiakan manusia. Anak manusia harus didik oleh manusia, dengan cara manusia, dan tentu saja dalam kultur yang memanusiakan.
Pendapat Kant itu menginspirasi, bahwa pendidikan sejatinya tidak berhenti pada rutinitas belajar dan mengajar di kelas. Pendidikan harus sampai pada sebuah perayaan.
Perayaan menunjukkan adanya penghargaan terhadap peran pendidikan dalam memanusiakan manusia. Pendidikan membangunkan kesadaran, menemukan peradaban, menentukan arah jaman, mensejahterakan manusia dan pada akhirnya mengangkat martabat manusia. Inilah yang membuat pendidikan betapa istimewa, dan harus dirayakan.
“Merayakan” merujuk pada upacara-upacara suka cita dan kebahagiaan, misalnya: merayakan natal, pernikahan, ulang tahun, kelahiran anak, dan lain-lain. Merayakan menunjukkan adanya sikap aktif yang menuntut keterlibatan penuh orang yang merayakan. Seluruh jiwa dan raganya terlibat total. Peserta perayaan pun mengalami, merasakan dan menggumuli suasana perayaan tersebut. Dan di atas semua itu, perayaan memercikkan nilai-nilai keilahian dan kemanusiaan. Perayaan itu membarui, meneguhkan dan menginspirasi.
Lalu bagaimana perayaan itu dilakukan? Menurut Marinus, setidaknya ada tiga variabel penting dimana keharusan menjadikan pendidikan itu sebagai perayaan melekat.
Pertama, profesi guru, yang harus dijalani dengan totalitas. Merayakan pendidikan menunjukkan keterlibatan penuh sang guru. Seluruh jiwa dan raganya semata-mata demi mendidik dan mengajar. Dia mengalami, merasakan dan menggumuli secara total profesi guru. Dalam buku ini, para guru akan menemukan bagaimana menjadi guru sejati, menjadi pelaku dari perayaan pendidikan.
Kedua, nilai moral. Merayakan pendidikan berarti menghadirkan nilai-nilai moral dalam hidup manusia khususnya dalam mendidik dan mengajar peserta didik. Buku ini mengungkapkan secara sederhana bagaimana membangun nilai-nilai keutamaan itu bagi peserta didik sejak dini.
Ketiga, guru dan peserta didik terlibat, yang merupakan subjek yang merayakan pendidikan. Mereka merasakan, mengalami dan menggumuli perayaan pendidikan itu.
Isi buku ini tak cuma mengenai pendidikan secara spesifik. Buku ini juga diisi dengan sejumlah artikel tentang perhatian penulis mengenai daerah asalnya, Pulau Nias.
Buku ini dijual seharga Rp 45 ribu per eksemplar. Pemesanan bisa dilakukan melalui penerbit Alfabeta dan toko buku jaringannya. Bisa juga dengan memesan langsung ke kantor penulis dengan menghubungi nomor 085317042191 dengan alamat. Jl. Van Deventer No. 18 Bandung, Jawa Barat, 40112.
Profil Singkat Penulis
Penulis berasal dari Desa Hilisangawola, Kecamatan Ulumoro’o, Kabupaten Nias Barat. Menempuh pendidikan Strata Satu (S1)nya di jurusan Filsafat Politik, Universitas Katholik Parahyangan (Unpar) pada 2006-2010. Selanjutnya, mengambil program Master Pendidikan (S2) di Universitas Nusantara pada 2012-2014.
Selain itu, pria muda yang kini menjabat sebagai Deputy Human Resources Manager di Yayasan Salib Suci yang membawahi 69 sekolah TK-SMA di Wilayah Jawa Barat ini juga pernah mengajar di beberapa sekolah swasta di Kota Bandung pada 2007-2013.
Tak cuma itu, juga aktif menulis di berbagai media massa. Di antaranya, di Koran Harian Pikiran Rakyat, Lintas Jabar: Inilah Koran, Educare, Komunikasi, Majalah Mingguan Hidup, Meragi dan Nola serta Nias-Bangkit.com.
Marinus bisa dihubungi melalui email di mars.waruwu@gmail.com atau nomor kontak 085317042191. (EN)
Yaahowu
Salam Pendidikan!