8 Terpidana Mati Kasus Narkoba Dieksekusi di Nusakambangan

NIASSATU, JAKARTA – Setelah sempat terkatung-katung dan di bawah kecaman yang meluas, Presiden Jokowi tetap mengeksekusi para terpidana mati. Eksekusi dengan menembak mati digelar di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah pada Rabu (29/4/2015) pukul 00.25 WIB dinihari.

Dari semula 10 orang yang telah diputuskan akan dieksekusi, Kejaksaan Agung sebagai eksekutor hanya mengeksekusi delapan terpidana mati kasus narkoba tersebut.

Kedelapan terpidana yang dieksekusi adalah dua warga Australia Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, Martin Anderson (Ghana), Raheem A Salami, Sylvester Obiekwe, dan Okwudili Oyatanze ketiganya dari warga Nigeria, Rodrigo Gularte (Brasil) dan Zainal Abidin (Indonesia).

Sedangkan dua terpidana mati yang ditunda eksekusinya adalah Serge Areski Atlaoui, warga Prancis yang sedang mengajukan upaya hukum lanjutan. Sedangkan Mary Jane Fiesta Veloso, warga negara Filipina, dibatalkan eksekusinya pada detik-detik terakhir pelaksanaan eksekusi.

Mary Jane lolos dari eksekusi setelah berbagai upaya dilakukan pemerintahnya dan dukungan publik karena Mary Jane dinilai hanyalah korban (kurir) dari pemain utama pemasok narkoba, Maria Kristina Sergio, yang dua hari lalu dikabarkan menyerahkan diri kepada aparat penegak hukum Filipina. Kepada kepolisian mengaku bahwa merekalah yang merekrut Mary Jane, seorang ibu rumah tangga yang sebenarnya berada di luar negeri untuk menjadi pembantu rumah tangga.

Selanjutnya, ke delapan jenazah dibawa keluar dari Nusakambangan ke beberapa tempat terpisah sesuai dengan permintaan para terpidana sebelum dieksekusi. Ada yang dikembalikan untuk dimakamkan di negaranya, ada juga yang dimakamkan di Indonesia.

Pelaksanaan hukuman mati gelombang kedua ini mendapat kecamatan internasional, baik dari negara asal para terpidana mati maupun lembaga internasional seperti PBB. Di dalam negeri, para pegiat hak asasi manusia (HAM) juga gencar melakukan penentangan dengan berbagai cara.

Di antara beberapa alasan krusial adalah, hukuman mati sendiri tidak menjamin adanya kepastian perubahan situasi peredaran narkoba di tengah buruknya upaya pemerintah melakukan pencegahan. Buktinya, di saat persiapan eksekusi ini dilaksanakan, satu per satu para bandar narkoba justru ditangkapi karena beroperasi di penjara-penjara pemerintah dan melibatkan aparat pemerintah sendiri.

Alasan krusial lainnya, para terpidana sendiri sudah menjalani proses hukum yang lama bahkan hingga 10 tahun sejak divonis mati. Mereka juga telah menunjukkan pertobatan mereka, bahkan di antara mereka ada yang sebelum dieksekusi mati berprofesi sebagai rohaniwan (Pendeta) dan melayani di lingkungan penjara.

Pada gelombang pertama eksekusi pada 18 Januari 2015, sebanyak enam terpidana mati dieksekusi, juga di tempat yang sama di LP Nusakambangan. Dengan demikian, sampai kini, selama pemerintah Presiden Jokowi sudah mengeksekusi mati 14 orang terpidana mati kasus narkoba. (ns1/dbs)

 

About the Author

Leave a Reply

*

Translate »