Defisit Anggaran Nias Selatan Pada 2014 Capai Rp 75,8 Miliar

NIASSATU, NIAS SELATAN – Akhirnya besarnya defisit anggaran Kabupaten Nias Selatan pada periode 2014 makin jelas. Berdasarkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Nias Selatan Idealisman Dachi yang disampaikan kepada DPRD Nias Selatan, terdapat defisit atau selisih antara realisasi pendapatan dengan realiasi belanja sebesar Rp 75,8 miliar.

Dalam penyampaian LKPJ yang disampaikan oleh Plh. Sekda Nias Selatan Fo’arota Laoli yang mewakili Bupati Idealisman disebutkan, pendapatan daerah tahun anggaran 2014 dari target Rp.805.392.189.238,63, dapat direalisasikan sebesar Rp.643.149.408.775,32 atau tercapai 79,86%. Sedangkan belanja daerah yang dianggarkan sebesar Rp.891.424.789.465,63, terealisasi sebesar Rp.719.011.176.949 atau 80,66%.

Bila jumlah realisasi belanja dikurangkan pada realisasi pendapatan maka terdapat selisih atau defisit yang sangat besar yaitu Rp 75.861.768.173,68.

Data kinerja keuangan ini juga dilansir Pemda Nias Selatan melalui akun resmi di Facebook, Humas Nisel yang dikutip pada Sabtu (20/6/2015). Penyerahan LKPJ 2014 tersebut dilaksanakan pada Kamis (18/6/2015) di Gedung DPRD Nias Selatan.

Belum diketahui penyebab tingginya defisit anggaran tersebut dan darimana dana tersebut diambil guna memenuhi besarnya belanja tersebut.

Ketika dikonfirmasi, Ketua DPRD Nias Selatan Sidi Adil Harita membenarkan besaran defisit tersebut. Dia juga mengakui angka defisit itu melampaui batas toleransi yang diberikan untuk Pemda Nias Selatan sebesar 2,5%. Sedangkan defisit pada tahun anggaran 2014 tersebut hampir 10%.

Namun, dia mengatakan, belum tahu detil terkaitnya karena dokumen penjabarannya masih menunggu diserahkan oleh Pemkab Nias Selatan.

“Kita tunggu dulu penjabarannya.  Sudah dijadwalkan. Nanti akan disusul dengan observasi lapangan, selanjutnya akan dibahas untuk menghasilkan rekomendasi DPRD,” ujar Sidi Adil.

Dia mengatakan, rencananya pada akhir Juni hingga awal Juli akan ada observasi lapangan. Dari observasi tersebut akan diketahui seperti apa realisasinya.

“Dalam pembahasan nanti kita akan melihat apakah yang sudah disampaikan dalam penjabaran itu sesuai dengan fisik yang ada di lapangan. Contoh, ada pembangunan gedung, kita cek apakah betul ada atau tidak. Lalu infrastruktur, betul jalannya dibangun atau tidak. Demikian juga dengan sekolah. Ada yang dibeasiswakan, kita akan periksa apakah benar begitu, berapa banyak. Selain itu, juga akan ditanyakan, kenapa anggarannya bisa defisit seperti itu,” jelas dia.

Dia mengatakan, bila hasil observasi dengan penjabaran yang diberikan Pemkab Nias Selatan ada ketidaksesuaian, tidak tertutup kemungkinan akan berlanjut ke proses hukum.

Ending-nya pada saat terjadi pembahasan kita harapkan jangan sampai ada temuan, dan kita harapkan hasil LKPJ itu diterima dengan baik dan menjadi keputusan DPRD. Kalau ada hal-hal yang tidak sesuai, bisa saja berkonsekuensi hukum. Misalnya, BBI, itu kan tidak pernah kita bahas. Dan itu masuk ke ranah hukum. Demikian juga hal-hal ini, sesuai pembahasan DPRD apa yang ada di lapangan,” terang dia.

Meski begitu, kata dia, defisit itu sebenarnya hal yang lumrah. Menurut dia, defisit tersebut sebenarnya tidak masalah bila utang provinsi ke Pemda Nias Selatan dibayarkan, yang jumlahnya mencapai sekitar Rp 100 miliar.

“Karena itu, Pemda Nias Selatan jangan diam saja dengan menagihnya ke Pemprov Sumut. Alasan Pemprov Sumut juga defisit, itu bukan urusan kita,” tegas dia.

“DPRD dalam waktu 30 hari sejak penyampaian nota pengantar di paripurna harus ada rekomendasi dari DPRD. Darimana sumber pembiayaan defisit itu dan digunakan untuk apa, itu yang akan kita gali setelah ini,” kata politisi PKP Indonesia tersebut.

Dia juga mengatakan, dalam pembahasan, pihaknya juga akan berpedoman hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dari situ akan diketahui besaran defisit, realisasi hingga temuan pelanggaran.

Sampai berita ini ditayangkan, redaksi masih mengupayakan mendapatkan penjelasan dari pihak Pemda Nias Selatan terkait besaran defisit tersebut dan sumber pendanaannya.

Regulasi Defisit

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 183/PMK.07/2014 tentang Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD, Batas Maksimal Defisit APBD, dan Batas Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2014, terdapat empat batasan pelampauan defisit anggaran daerah yang diizinkan berdasarkan klasifikasi daerah.

Yakni, maksimal defisit 3,25% untuk daerah dengan kapasitas fiskal kategori rendah, 4,25% untuk daerah dengan kapasitas fiskal kategori sedang, 5,25% untuk daerah dengan kapasitas kategori tinggi, dan 6,25% untuk daerah dengan kapasitas fiskal sangat tinggi.

Bila dilihat dari kapasitas fiskalnya, Nias Selatan tidak termasuk daerah yang diperbolehkan memiliki defisit sampai 6,25%. Sebagai perbandingan saja, merujuk pada APBD 2012 dan 2013, hanya dua daerah, yakni provinsi DKI Jakarta dan Kalimantan Timur yang memiliki kapasitas fiskal sangat tinggi sehingga dibolehkan oleh aturan untuk memiliki defisit hingga 6,25%.

Tak selesai sampai di situ, bila defisit akan melampaui batas tersebut, dalam peraturan yang sama juga mewajibkan kepala daerah mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebelum APBD/APBD-Perubahan ditetapkan.

PMK No 183/PMK.07/2014 sendiri tidak mengatur sanksi atas pelampuain defisit tersebut. Namun, berdasarkan PMK Nomor 45 /PMK.02/ 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Mekanisme Pemantuan Defisit APBD dan Pinjaman Daerah, sanksi tersebut diatur. Yakni, berupa penundaan penyaluran Dana Perimbangan dalam hal Pemerintah Daerah melanggar batas maksimal defisit APBD masing-masing daerah yang efektif pada bulan berikutnya setelah tanggal penetapan sanksi oleh Menteri Keuangan. (ns1)

 

 

About the Author

Leave a Reply

*

Translate »