Pilkada Serentak Jelang Perayaan Natal, PGI Ingatkan Gereja Tolak Politik Uang

Penyampaian Pesan Pastoral PGI tentang Pilkada Serentak 2015 | PGI.OR.ID

Penyampaian Pesan Pastoral PGI tentang Pilkada Serentak 2015 | PGI.OR.ID

NIASSATU, JAKARTA – Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengingatkan gereja-gereja di Indonesia untuk berpartisipasi mewujudkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang bersih. Di antaranya, dengan tidak terlibat dalam politik uang dalam berbagai bentuknya.

PGI mengingatkan, potensi pelibatan atau keterlibatan gereja pada politik uang pada Pilkada sangat besar mengingat pelaksanaan Pilkada juga bertepatan dengan persiapan-persiapan gereja untuk menyambut perayaan Hari Natal. Momentum itu bisa saja dimanfaatkan gereja untuk meminta bantuan kepada para calon kepala daerah.

“Tentu saja kita menyambut Pilkada ini. Cuma di sana-sini ditengarai salah satu yang sangat rentan terhadap money politics dan sebagainya, termasuk juga gereja. Berdasarkan pengalaman, apalagi Pilkada dilaksanakan pada bulan Desember, di mana persiapan-persiapan Natal dilakukan gereja, mudah sekali, naif sekali para pelayan gereja datang dengan proyek-proyek proposal untuk pembiayaan gereja, pembiayaan Natal dan sebagainya kepada para calon. Oleh karena itu, kita perlu mengingatkan gereja-gereja untuk waspada dalam hal ini, supaya gereja ikut menolak politik uang,” Sekretaris Umum PGI Pdt. Gomar Gultom, MTh., dalam siaran pers Pesan Pastoral Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) untuk Pilkada Serentak 2015 di Grha Oikoumene PGI, Jalan Salemba Raya 10, pada Minggu (27/9/2015).

Pdt. Gomar mengingatkan gereja-gereja agar dalam memilih calon kepala daerah, memilih kandidat sebagaimana diberikan kriterianya dalam Kitab Keluargan 18:21, yakni, yang cakap atau terampil, takut akan Allah, dapat dipercaya, dan benci akan suap.

Selain itu, PGI juga menekankan agar warga gereja memilih kandidat yang disebutnya dengan ‘memihak kehidupan’. Yakni, calon-calon yang terbaik, yang jujur, berintegritas dan sangat peduli pada persoalan keadilan, kemiskinan, kesetaraan gender, lingkungan hidup, serta berkomitmen dalam mengupayakan kesejahteraan bersama.

PGI juga mengingatkan warga gereja agar dalam memilih calon kepala daerah, diawali dengan meneliti rekam jejak, integritas dan kejujuran pasangan calon di wilayah masing-masing. Kemudian, menguji visi dan misi para kandidat tersebut.

“Tolak dengan tegas dan awasilah pemakaian isu-isu SARA, isu gender, praktik-praktik kampanye busuk yang menyudutkan salah satu pasangan calon, maupun politik uang baik penggunaan dana bantuan sosial yang tidak transparan maupun suap yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung,” tegas bunyi pesan itu seperti dibacakan oleh Humas PGI Jeirry Sumampouw.

Berdayakan Jemaat Agar Kritis

PGI mengingatakan, bahwa gereja dipanggil mengusahakan kesejahteraan kota (polis) di mana mereka ditempatkan Tuhan. Karena itu gereja tidak boleh terserap atau bahkan hanyut, lalu hanya menjadi instrumen kepentingan satu golongan baik atas nama agama, gereja, etnik atau marga.

Tak hanya itu, PGI juga mengingatkan agar gedung gereja tidak dijadikan sebagai tempat kampanye demi kepentingan pihak tertentu. Sebaliknya, gereja diminta memberdayakan jemaat agar memahami dan mengambil tanggungjawab politiknya sebagai warga negara dengan benar.

“Menurut hemat kami, gedung gereja tidak boleh dijadikan sebagai ajang kampanye demi kepentingan aktor-aktor maupun partai-partai politik mana pun. Gereja harus secara serius mempersiapkan warga jemaatnya agar mampu bersikap kritis terhadap penyalahgunaan gedung gereja, politik uang, maupun kepentingan primordial atau sektarianisme yang bisa membawa perpecahan internal gereja dan bahkan perpecahan dalam masyarakat. Oleh karena itu, lebih daripada sekedar kritis, warga jemaat juga harus diberdayakan agar mampu melakukan tanggung jawab politik mereka sebagai warga negara,” demikian pesan pastoral tersebut.

Tak cuma itu, gereja juga dinilai berperan penting melakukan pengawasan atas jalannya Pilkada serentak. Pengawasan itu sebagai bagian dari tanggungjawab politik gereja. Gereja perlu bekerja sama dengan lintas agama dan LSM agar pelaksanaan Pilkada bertanggungjawab dan juga transparan. Pengawasan tersebut, tak cuma sebelum pilkada, tetapi juga sesudahnya, dengan mengawasi kebijakan-kebijakan politik pemimpin daerah terpilih agar berjalan sesuai dengan Konstitusi.

“Sebab itu, didiklah warga jemaat agar sadar, paham dan kritis terhadap persoalan politik sehingga mereka mampu menggunakan hak pilih mereka, tidak secara emosional, tetapi secara rasional dan bertanggungjawab demi kebaikan semua.”

PGI juga mengingatkan para calon yang berlaga di Pilkada memahami kepesertaan mereka sebagai wujud keterpanggilan membangun bangsa ini ke arah yang lebih baik. Sebab, kekuasaan adalah sarana untuk melayani, karena itu komitmen untuk memperjuangkan kepentingan rakyat terutama mereka yang miskin, termarginal dan terdiskriminasi.

“Hendaklah Anda bersikap jujur, menjauhkan diri dari suap maupun dari penggunaan dana-dana Pemerintah, seperti dana bantuan sosial, yang tidak transparan. Hendaklah Anda tidak menghalalkan cara-cara yang melanggar hukumatau memanipulasi isu gender, etnik, gereja atau agama yang bersifat sektarian dan primordial sempit demi mengejar kepentingan pribadi dan kelompok. Saat Pilkada usai, kami berharap Anda mampu berjiwa besar, terutamasaat menerima hasil Pilkada demi menjaga ketertiban, perdamaian dan ketentraman masyarakat,” terang Jeirry. (ns1)

About the Author

Leave a Reply

*

Translate »