TAK LANGGAR KODE ETIK
Aduan Panwaslih Ditolak, DKPP Rehabilitasi Nama Baik Sumangeli Mendröfa
NIASSATU, JAKARTA – Satu lagi kemenangan dalam proses hukum dimenangkan oleh KPU Nias Selatan. Kali ini, pengaduan atas Komisioner KPU Nias Selatan Sumangeli Mendröfa oleh ketua Panwaslih Ismael Dachi dan anggota Panwaslih Ya’atulö Halawa ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ditolak.
Dalam keputusan yang dibacakan hari ini oleh Ketua DKPP Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa Sumangeli tidak terbukti seperti tuduhan Panwaslih. Dalam putusan itu, DKPP sekaligus merehabilitasi nama baik Sumangeli.
“DKPP memutuskan bahwa (1) menolak pengaduan pengadu untuk seluruhnya; (2) Merehabilitasi nama baik teradu a.n. Sumangeli Mendröfa selaku anggota KPU Kabupaten Nias Selatan Provinsi Sumatera Utara,” demikian bunyi putusan DKPP dalam Maklumatnya yang dibacakan dalam persidangan DKPP di Kantor DKPP, Jakarta, Selasa (26/1/2016).
Sebelumnya, seperti dikutip dari situs resmi DKPP, berbekal putusan Pengadilan Negeri Gunung Sitoli No.2/Pid.C/2015/PN Gst tanggal 18 September 2015, Ismael dan Ya’atulö mengadukan Sumangeli DKPP.
Pengadu beralasan Sumangeli telah dijatuhi pidana berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Gunung Sitoli No.2/Pid.C/2015/PN Gst tanggal 18 September 2015. Dalam amar putusan tersebut disebutkan Sumangeli telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “penggelapan ringan” dan dijatuhi Pidana Penjara selama 1 (satu) bulan.
Peringatan keras yang pernah diberikan DKPP kepada Sumangeli juga menjadi salah satu rujukan para pengadu. Peringatan keras itu berdasarkan Putusan DKPP RI Nomor 65 dan 66/DKPP-PKE-III/2014 yang saat itu bersamaan dengan pemecatan empat komisioner KPU Nias Selatan secara tidak terhormat.
“Sehingga diindikasikan saudara Sumangeli Mendröfa tidak layak sebagai penyelenggara pemilu di Kabupaten Nias Selatan,” demikian ujar Ismael dalam dalilnya.
Dalam pemeriksaan, Sumangeli telah membantah dalil-dalil para pengadu tersebut. Salah satu alasannya adalah bahwa kasus itu dicari-cari oleh orang yang selalu mencari kesalahannya sehingga konsentrasinya terganggu dalam melaksanakan pekerjaan secara profesionals ebagai komisioner KPU Nias Selatan.
Terkait penilaian ketidaklayakannya, Sumangeli beralasan hal itu tidak berdasar karena dalam UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelengara Pemilu tidak mengatur atau melanggar Kode Etik bagi penyelenggara Pemilu yang terindikasi melakukan Tindak Pidana dengan acaman di bawah lima tahun.
Pada saat pemeriksaan, kasus itu melalui telekonferensi antara Kantor Bawaslu di Jakarta dan kantor Bawaslu Sumut di Medan, dipimpin oleh DKPP, Dr. Nur Hidayat Sardini didampingi Tim Pemeriksa Daerah yakni Prof. Monang Sitorus, Dr. Tengku Erwin, Evi Novida Ginting dan Safrida R. Asahan masing-masing mewakili unsur tokoh masyarakat/akademisi, KPU dan Bawaslu Prov. Sumut.
Sebelumnya, kepada Nias Satu, Sumangeli mengatakan, putusan PN Gunungsitoli tersebut juga belum berkekuatan hukum tetap karena setelah pembacaan vonis tersebut dirinya langsung mengajukan banding.
Kilas Kasus
Pengusutan kasus ini sendiri diwarnai beberapa kesalahan prosedural yang semestinya berkonsekuensi kasus itu batal demi hukum. Satu hal yang paling fatal adalah dalam proses penyidikan di Polres Nias Selatan dimana penyidiknya diketahui melakukan pelanggaran sehingga diadukan ke Propam Polres Nias Selatan dan kemudian dimutasi ke Polsek Gomo. (Baca: Ditolak Hakim, Polres Nias Selatan Pastikan Lanjutkan Kasus Sumangeli Mendrofa)
Tak berhenti sampai di situ, ketika sampai di pengadilan, Hakim PN Gunungsitoli justru pernah memberikan putusan mengembalikan berkas kasus itu kepada penyidik Polres Nias Selatan karena ada kesalahan prosedur.
Hakim menilai terjadi sejumlah kesalahan dalam pengusutan dan pengajuan kasus tersebut. Di antaranya, pasal yang dikenakan yakni pasal 372 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun. Sedangkan kasus yang dituduhkan harusnya lebih tepatnya menggunakan pasal 373 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 3 bulan karena kerugian pelapor hanya Rp 30.000.
Hakim juga menilai, penyidik tidak menempuh proses yang seharusnya. Untuk kasus tindak pidana ringan (Tipiring), sesuai KUHP harusnya berkas sudah dibawa ke pengadilan paling lambat 3 hari setelah Berita Acara Pemeriksaan (BAP) diselesaikan. Namun faktanya, kasus itu sampai di PN Gunungsitoli berbulan-bulan kemudian. Kasus itu sendiri pertama sekali dilaporkan oleh Sukari Bu’ulölö, S.Th. pada 6 Oktober 2015 dan disidang pada Kamis (28/5/2015).
Namun, ternyata kasus itu tetap dilanjutkan oleh Polres Nias Selatan dengan mengajukannya kembali ke PN Gunungsitoli melalui JPU hingga akhirnya memberikan vonis 1 bulan bagi Sumangeli. (Baca: Kapolres Nias Selatan: Kasus Sumangeli Diajukan Kembali Sesuai Prosedur, Bukan Diusut Ulang) (ns1)
Pingback: Nias Satu » PT TUN Medan Tolak Gugatan Ideal-Siga