PENTAS SENI BUDAYA NIAS

Kontribusi Ikatan Mahasiswa Nias Universitas Parahyangan Memajukan Pulau Nias

Atraksi Tarian Maena | Kornelius Nehe

Atraksi Tarian Maena | Kornelius Nehe

NIASSATU, BANDUNG – Upaya memromosikan keunikan budaya dan pariwisata Kepulauan Nias juga mendapat tempat di hati para mahasiswa/i asal Pulau Nias yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Jawa Barat.

Tak banyak bicara, mereka langsung merealisasikan apa yang menjadi impian mereka. Mengandalkan kerinduan yang sama untuk memajukan Pulau Nias dan kesehatian di tengah berbagai keterbatasan, mereka menggelar Pentas Seni Budaya Nias selama dua hari pada 8 dan 10 April 2016.

Menggunakan dua tempat berbeda di kampus tempat mereka menempuh pendidikan, pada hari pertama mereka menggelar seminar yang menghadirkan dua pembicara, praktisi pariwisata Nias, Agus Hardian Mendröfa dan Dosen Unpar Pastor Onesius Otenieli Daeli, OSC., Ph.D.

Selanjutnya, pada hari kedua, pada 10 April 2016, mereka menggelar serangkaian atraksi budaya Nias dari berbagai wilayah di Pulau Nias. Atraksi khusus disajikan oleh Sanggar FETUA yang dipimpin oleh budayawan Nias asal Desa Bawömataluo, Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan, Waspada Wau. Anggota Sanggar FETUA sendiri adalah  para mahasiswa/i asal Nias, khususnya Nias Selatan yang sedang menempuh kuliah di beberapa perguruan tinggi di Jakarta.

Atraksi budaya yang berlokasi di ampus Pascasarjana UNPAR Jalan Merdeka no.30, Bandung, diawali dengan atraksi penyambutan tamu oleh enam orang fotuwusó (ksatria) berpakaian lengkap dengan senjata tradisional Nias dan diikuti dengan tari Ya’ahowu dari mahasiswa/i Unpar. Selanjutnya diikuti dengan atraksi-atraksi lainnya sampai acara selesai. Pada bagian akhir diisi dengan atraksi Lompat Batu oleh anggota Sanggar FETUA dan tarian Maena.

Rektor Unpar bersama para tokohh Nias di Pentas Seni Budaya Nias, Unpar, Bandung | Kornelius NeheDalam sambutannya, Rektor Unpar Mangadar Situmorang, Ph.D. menyampaikan apresiasinya atas kerja keras putra-putri Nias di Unpar untuk melaksanakan pentas seni budaya Nias tersebut. Dia juga mengapresiasi atraksi FETUA yang menurut dia luar biasa.

“Saya sangat mengapresiasi upaya para putra/i Nias di Unpar ini yang telah berusaha keras melaksanakan pentas seni budaya Nias ini. Terima kasih juga kepada SPN (Stichting Parahyangan Netherland), Ordo Salib Suci sebagai pelopor beasiswa untuk mahasiswa/i Nias di Unpar,” jelas dia.

Dia juga mengusulkan melalui Wakil Rektor III agar mengupayakan supaya pentas seni budaya Nias digelar setiap tahun, bahkan bila memungkinkan, dilakukan setiap semester.

Tak Cuma itu, dia juga mengingatkan pemda-pemda di Pulau Nias agar mengirimkan putra-putri terbaik Nias untuk belajar di bidang-bidang yang sangat dibutuhkan di Pulau Nias, khususnya bidang kedokteran/kesehatan.

“Kepada seluruh mahasiswa/i Nias di Unpar, agar kalau sudah lulus, segeralah pulang dan bangunlah, Nias,” jelas dia.

Sementara itu, Elisati Hulu, seorang dosen yang juga Pembina Ikatan Mahasiswa Nias (IMN) Unpar mengungkapkan rasa bangganya atas suksesnya penyelenggaraan pentas seni budaya itu. Juga atas dukungan kampus yang sangat besar untuk pelaksanaannya.

Dalam acara tersebut, juga hadir Ketua DPRD Nias Barat Nitema Gulö.

Pembanguan Pariwisata Sebagai Prioritas

Dalam paparannya pada seminar bertajuk “Seni, Budaya dan Pariwisata Kepulauan Nias”, Agus mengulas berbagai kekayaan dan keunikan kebudayaan Nias. Mulai dari berbagai benda peninggalan sejarah hingga kebiasaan dan kepercayaan orang Nias. Kekayaan budaya tersebut, kata dia, tersebar merata di seluruh wilayah di Pulau Nias. Karena itu, menurut dia, sudah sepatutnya pemerintah menjadikan pembangunan seni budaya dan pariwisata di Kepulauan Nias sebagai prioritas.

“Seni budaya dan pariwisata di Kepulauan Nias haruslah menjadi prioritas dan memiliki skala dalam arah pembangunannya. Pemerintah melalui KemenPar sangat menentukan keberhasilannya, melalui regulasi yang telah ditetapkan dan masyarakat Nias harus mendukung pemerintah daerah. Seni Budaya Nias sangat tua dan pariwisata sangat menantang dan membanggakan. Inilah kekuatan-kekuatan yang ada,” jelas dia.

Atraksi Mahasiswa/i Nias Unpar | Kornelius NeheSedangkan berbagai kelemahan yang selama ini ada, menurut dia, di antaranya, masalah dana, kurangnya promosi, sarana dan prasarana, rasa bangga atas kekayaan alamnya sendiri, dan kerjasama untuk memajukan seni budaya dan pariwisata.

“Ingin gampangnya saja. Kesempatan yang ada adalah kerja sama pemerintah pusat dan daerah, bahkan kerja sama dengan luar negeri di dalam mengelola seni budaya dan pariwisata Nias. Namun jika pemerintah pusat dan daerah tidak peduli, tidak mendukung dalam dana dan promosi serta sarana/prasarana, tidak adanya peraturan serta pembangunan infrastruktur, maka hal ini semua bisa jadi sebuah ancaman bagi pembangunan masyarakat untuk seni, budaya dan pariwisata di Nias,” papar dia.

Dia juga mengusulkan agar seni budaya dan pariwisata Nias dimasukkan dalam kurikulum pendidikan sebagai mata kuliah muatan lokal mulai dari tingkat SD hingga perguruan tinggi.

“Kalau tidak demikian, maka kita “hanya bicara di udara saja”. Selain itu, rekrutmen, pelatihan di bidang seni dan budaya harus menjadi perhatian. Terutama kepada para pemuda/pemudi dan mahasiswa/i baik yang kuliah di Nias maupun di luar Nias,” tandas dia.

Sedangkan Pastor Otenieli mengulas sisi unik kehidupan sosial masyarakat Nias yang terekspresikan melalui berbagai atraksi budayanya. Di antaranya, ungkapan salam “Ya’ahowu” yang disebutnya sebagai salah satu perekat antar orang Nias. Salam yang berarti “semoga engkau terberkati” tersebut dalam pengucapannya tidak mengenal perbedaan waktu. Satu salam untuk segala waktu.

Demikian juga halnya dengan budaya kebersamaan. Dalam keseharian, warga Nias suka berkumpul. Itu juga kemudian terekspresikan dalam berbagai bentuk tarian yang hampir semuanya bersifat kolosal. “Hampir semua tariannya bersifat kolosal, jarang sekali yang sendirian,” jelas dia.

Hal itu juga terekspresikan dalam makna simbolik dalam tradisi pemberian sekapur sirih (afo). Afo itu sendiri secara ilustratif memberikan pesan, bahwa meski banyak jenis/perbedaan, tetapi tetap satu, satu hati.

“Afo (sirih) juga memberikan ilustrasi, “he oya ngawalö ba he oya niha, ba hasambua atau ha sara dödöra. (Meski banyak jenis, meski banyak orang, tetapi mereka tetap satu, satu hati, red).”  Karena seperti afo terdiri dari lima macam, tapi ketika dimakan menjadi satu,” ulasnya.

Salah satu atraksi Sanggar FETUA | Kornelius NeheUpaya putra-putri Nias di Unpar ini patut diapresiasi. Meski dengan segala keterbatasan, di tengah kesibukan mereka menuntut ilmu, mereka berkomitmen kuat melatih diri dan mempersiapkan acara yang menyita energi dan konsentrasi ini.

Semoga ini juga menginspirasi kelompok-kelompok masyarakat Nias lainnya di berbagai tempat untuk ambil bagian memperkenalkan Nias lebih luas lagi.

Semoga bila menggelar acara serupa ke depan, IMN Unpar tidak mengulangi apa yang banyak terjadi di berbagai kegiatan promosi budaya Nias, termasuk oleh Pemda di Pulau Nias, di beberapa tempat berbeda. Namun, dalam pelaksanaannya, acara-acara yang menghabiskan banyak biaya tersebut ternyata pengunjung dominannya adalah orang-orang Nias.

Idealnya, acara seperti ini dihadiri sebanyak mungkin warga non-Nias sebagai target promosi. Karena mereka itulah yang diharapkan bisa datang berkunjung ke Pulau Nias. Oleh karena itu, berikan perhatian yang lebih baik pada promosi atau publikasi acara. 

Selamat buat IMN UnPar. (ns4)

About the Author
  1. Elisati Hulu Reply

    Terima kasih utk Pak Kornelius Nehe, yang menulis berita ini. Isi nya sangat merepresentasikan maksud dan tujuan pelaksanaan kegiatan ini. Setuju…”Tak banyak bicara…” … just do it… itulah prinsip adik2 IMN dalam persiapan ini. Semoga apa yang kami lakukan, dapat memberikan sedikit kontribusi dalam memperkenalkan Nias kita tercinta dalam seni,budaya dan pariwisatanya. Terima kasih untuk kerjasamanya.

Leave a Reply

*

Translate »