MENUJU WARISAN DUNIA

Hari Ini Tim UGM – Jepang dan 30 Mahasiswa UNDIP Tinjau Desa Bawomataluo

Tim Ahli Jepang dan UGM usai bertemu Unesco di Jakarta. Selanjutnya, akan mengunjungi Desa Bawomataluo | Etis Nehe

Tim Ahli Jepang dan UGM usai bertemu Unesco di Jakarta. Selanjutnya, akan mengunjungi Desa Bawomataluo | Etis Nehe

NIASSATU, JAKARTA – Usai memaparkan perkembangan penyiapan Desa Bawömataluo menuju status warisan dunia di kantor Unesco di Jakarta, tim ahli gabungan dari Jepang dan Universitas Gajah Mada (UGM) akan menuju ke Nias Selatan.

Di sana, tim akan bertemu dengan Bupati Nias Selatan Hilarius Duha dan jajaran terkaitnya guna memberikan penjelasan secara langsung mengenai kegiatan yang mereka lakukan selama enam tahun terakhir, hasilnya serta dukungan yang diharapkan dari bupati baru tersebut.

Tim juga kembali akan berkunjung ke Desa Bawömataluo untuk melihat perkembangan terbaru di sana.

“Kita akan melihat lagi kondisi terkini dari Desa Bawömataluo seperti apa, termasuk kondisi masyarakatnya seperti apa. Karena kondisi terus berubah. Tentu, kita juga mau bertemu dengan bupati yang harus segera diberikan informasi secara langsung, tidak melalui tangan kedua, dari tim,” ujar Ketua Tim Riset Bawömataluo Prof. Tarcicius Yoyok Wahyu Subroto kepada Nias Satu di Hotel Century Atlet Jakarta, Senin (18/7/2016) usai bertemu perwakilan Unesco.

Prof. Yoyok yang juga Tim Ahli pada Pusat Studi Pariwisata UGM tersebut mengatakan, timnya berharap semua yang pernah terlibat dalam kegiatan, termasuk mereka yang pernah diajak ke Jepang, tetap berperan dalam melanjutkan bahkan menindaklanjuti apa yang pernah dipelajari, alami dan lihat.

“Karena dulu mereka dipilih itu merupakan delegasi yang ditunjuk masyarakat dan pemerintah kabupaten sehingga peran mereka masih sangat cukup besar. Kalaupun sekarang sudah berganti fungsi, baik di pemerintah maupun di desa, diharapkan tetap menularkan kepada penggantinya. Kalau di dinas menularkannya kepada yuniornya. Kalau di desa, ditularkan ke masyarakat lainnya. Sebab, tanpa dukungan mereka tim tidak akan berfungsi baik atau normal karena kami hanya salah satu bagian dari satu program dan satu misi bersama. Itu dalam waktu dekat ini kita lakukan,” tutur dia.

Guru Besar pada Graduate Programme Architecture and Tourism Planning, Fakultas Teknik UGM tersebut menjelaskan, sebagai pihak yang mewakili Indonesia dalam tim gabungan dua negara tersebut, berusaha mencari celah yang bisa dipakai untuk lebih membantu memercepat proses pengakuan Desa Bawömataluo sebagia cagar budaya nasional.

“Itu sudah ada tim Pak Helmi dan kami juga melalui kementerian-kementerian lain, terutama Kemenko Kemaritiman dan Sumber Daya. Itu kita lakukan secara paralel. Jadi, memang tim ini bekerja dari level grass root, masyarakat, sampai ke tingkat pusat. Harapannya bisa bergerak bersama dan bersama-sama, tidak saling memiliki arah yang berbeda,” harap dia.

30 Mahasiswa Undip

Prof. Yoyok menjelaskan, kunjungan kali ini cukup berbeda karena bersamaan dengan kehadiran 30 mahasiswa dan tiga dosen dari Fakultas Arsitektur Universitas Diponegoro, Jawa Tengah yang datang mempelajari kebudayaan Nias, khususnya Desa Bawomataluo di Nias Selatan.

“Kebetulan dengan aktivitas yang saya lakukan ternyata juga punya imbas pada pemahaman tentang aktivitas yang saya lakukan. Justru ini bukan dari UGM tetapi dari Undip yang ternyata juga memiliki perhatian dan ketertarikan terhadap budaya Nias, Bawomataluo,” papar dia.

Dia mengatakan, pihak Undip pernah memintanya memresentasikan tentang Desa Bawömataluo secara khusus.

“Mestinya ini satu kebanggaan Desa Bawömataluo bahwa semakin banyak orang tahu dan tertarik tentang desa itu,” tegas dia.

Para mahasiswa tersebut tiba di Pulau Nias pada Senin (18/7/2016) sore dan diarahkannya untuk berkunjung lebih dahulu ke Museum Pusaka Nias. Tujuannya, agar mereka mendapatkan informasi umum mengenai kebudayaan Nias dan peninggalan-peninggalan kebudayaan Nias yang masih bisa dilihat di museum itu.

Prof. Yoyok juga mengaku, sebelum rombongan dari Undip itu berangkat, dia telah memberikan mereka bekal berupa pengenalan terkait kehidupan dan kebudayaan masyarakat Nias, khususnya Desa Bawomataluo.

Bahkan, kata Prof. Yoyok, rombongan mahasiswa itu memutuskan tidak tidur dihotel melainkan tinggal di home stay atau rumah-rumah warga di Bawomataluo.

“Saya mengapresiasi mereka karena memutuskan tidak tidur di hotel selama di Teluk Dalam tetapi mungkin sehari akan tinggal di home stay, tinggal di rumah warga di Bawömataluo,” ucap dia. (ns1)

About the Author

Leave a Reply

*

Translate »