Presiden Jokowi: Pemkab Nias Masih Simpan Dana Rp 1,31 Triliun di Bank

Presiden Jokowi | Tempo.co

Presiden Jokowi | Tempo.co

NIASSATU, JAKARTA – Presiden Jokowi mengingatkan para kepala daerah agar segera menggunakan anggaran yang ada dan tidak menunda-nundanya, salah satunya dengan tetap menyimpan dana daerah di bank.

Saat memberi arahan pada Rakornas VI Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Tahun 2016, di Hotel Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Kamis (4/8/2016) pagi, Presiden Jokowi menungkapkan terdapat Rp 214 triliun dana kelolaan pemerintah daerah yang masih disimpan di bank.

“Besar sekali ini. Ini uang kalau keluar semuanya, ekonomi kita pasti akan terdongkrak naik,” ujar Presiden Jokowi seperti dikutip dari situs resmi Setkab, Kamis (4/8/2016).

Presiden mengingatkan, bahwa dana besar tersebut harus segera dicairkan, bahkan diupayakan pencairannya dimulai sejak Januari setiap tahun.

Menurut Presiden Jokowi, tidak cairnya anggaran tersebut akan menyulitkan daerah-daerah, khususnya yang tidak memiliki sumber pemasukan dari sektor swasta.

“Setop, harus segera dikeluarkan. Tanpa ini, tanpa uang ini dikeluarkan dari mana uang beredar yang ada di daerah-daerah. Apalagi daerah-daerah yang tidak mempunyai kekuatan di private sector-nya, di sektor swastanya, akan lebih berat lagi. Sehingga penting segera keluarkan, segera lelang, jangan ditunda-tunda,” tegas Presiden Jokowi.

Tak cukup sampai di situ, Presiden Jokowi juga mengungkap daerah-daerah, mulai dari level provinsi hingga kabupaten/kota yang masih menyimpan anggaran daerah di bank di atas Rp 1 triliun.

Yang menarik, salah satu dari delapan kabupaten yang masih menyimpan dana paling besar di bank dengan angka fantastis adalah pemerintah kabupaten Nias.

Dalam paparan Presiden Jokowi, kelompok kabupaten yang masih menyimpan uang di bank adalah Kabupaten Bogor sebesar Rp1,9 triliun, Kabupaten Bandung sebesar Rp1,6 triliun, Kabupaten Bekasi sebesar Rp1,5 triliun, Kabupaten Tanah Laut sebesar Rp1,3 triliun, Kabupaten Kediri sebesar Rp1,39 triliun, Kabupaten Berau sebesar Rp1,37 triliun, Kabupaten Mimika sebesar Rp1,37 triliun, dan Kabupaten Nias sebesar Rp1,31 triliun.

Presiden Jokowi pun memperingatkan bahwa bila nanti simpanan dana daerah di perbankan tersebut masih tinggi juga, maka pemerintah akan menerbitkan surat utang. Bila dana tersebut masih besar dan tidak bergerak juga, maka surat utang daerah akan semakin banyak.

Acara tersebut dihadiri oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko Polhukam Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardjojo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Pimpinan dan Anggota DPR RI, Gubernur, Bupati dan Wali kota seluruh Indonesia. (ns1/setkab.go.id)

 

About the Author
  1. Yosafati Gulo Reply

    Mandegnya danayang seharusnya dipakai untuk membiayai pembangunan bisa merupakan indikasi dari beberapa hal. Pertama, bisa merupakan indikasi ketidakmampuan daerah untuk mengelola dana yang ada untuk dikonversi menjadi kegiatan pembangunan. Jika hal ini yang terjadi, sudah tentu merupakan pertanyaan konkrit kepada Bupati atas janji kampanye pada Pibub periode I dan periode II.

    Bisa juga merupakan indikasi kurangnya kepedulian terhadap masyarakat. Pemimpin yang peduli pada masyarakat adalah pemimpin yang bukan hanya mengelola dana yang ada untuk menggenjot pembangunan daerah, tetapi yang berusaha keras mencari dana di luar yang tersedia. Perlu disadari bahwa makin gencar pembangunan di berbagai sektor, maka uang beredar dalam masyarakat makin tinggi. Hal ini dapat menimbulkan multi efek yang sifatnya membangun perekonomian rakyat.

    Selain du ahal di atas, mandegnya atau tepatnya dimandegkannya dana merupakan indikasi keinginan untuk mendapatkan bunga bank atas uang tersebut. Umum tahu bahwa bunga bank ini selain kembali masuk ke kas daerah, pihak penyimpan dana, dalam hal ini Pemda, mendapatkan persentase. Presentase yang diterimakan kepada pejabat pemda, dalam hal ini Bupati atau Walikota pada tingkat Kabupaten-Kota, dan Gubernur pada pemerintahan Provinsi, cenderung makin besar seiring makin besarnya dana di bank. Saya harap hal terakhir ini bukan merupakan motivasi atau alasan mandegnya dana yang diplototi Presiden Jokowi itu.

    Namun, apa pun alasannya, mandengnya dana Pemda di bank sama sekali tidak mendukung upaya kerja keras membangun kehidupan rakyat, sebagaimana terus diupayakan oleh Presiden Jokowi. Sudah semestinya DPRD Kabupaten Kota atau Provinsi mengontrol hal ini, demikian pula pers dan lembaga-lembaga sosial atau organisasi kemasyarakatan yang ada di setiap daerah. Dengan UU Keterbukaan informasi, hal tersebut dimungkinkan.

  2. Manahati Zebua Reply

    Kalau memang tidak ada pikiran lain, segeralah cairkan dana itu utk membangun dan mengembangkan hal-hal yg menjadi kebutuhan masyarakat. Para Bupati/Walikota bertugas utk menyejahterakan masyarakatnya.

  3. Yosia Gulo Reply

    Kalau menurut saya hal itu terjadi karena dua hal pertama para Walikota atau Bupati kurang percaya kepada pembantunya tentang ketulusan untuk melaksanakan pembangunan di bidangnya masing-masing dan kedua masih kurang kemampuan para pembantunya dalam mengerjakan pembangunan yang telah direncanakan sebelumnya.

Leave a Reply to Manahati Zebua Cancel reply

*

Translate »