LEADERSHIP SERIES
Pengenalan Diri dan Kepemimpinan
Oleh Eloy Zalukhu*
Catatan Redaksi:
Ini adalah artikel ketiga dari sembilan artikel penting tentang kepemimpinan yang ditulis oleh putra Nias yang juga dikenal sebagai Theocentric Motivator, Eloy Zalukhu. Artikel ini, seperti disebutkan Eloy kepada Redaksi, pernah dimuat di Majalah Inspirasi dan saat ini sedang dalam persiapan untuk dijadikan buku. Sebelum menjadi buku, Eloy membagikan artikel ini kepada warga Nias (tentu saja juga termasuk siapa saja pengunjung situs ini). Semoga menjadi bahan pemikiran dan mengubahkan. Selamat menikmati.
======
Pada artikel sebelumnya, kita sudah membahas definisi kepemimpinan menurut Theocentric Leadership, yakni: “Respons terhadap panggilan Tuhan untuk memperbaharui sesuatu dengan cara memperlengkapi dan mengarahkan orang-orang untuk mewujudkan suatu visi yang dilakukan secara terencana, penuh gairah dan keberanian.” Mari kita bahas lebih mendalam arti dari definisi tersebut.
Respons terhadap panggilan Tuhan
Dalam konsep kepemimpinan Teosentris, inisiator awal dan pusat segala-galanya adalah Tuhan. Kesimpulan ini dilandasi oleh iman bahwa Tuhan adalah pencipta dan pemelihara kehidupan. Mungkin ada seseorang yang lahir akibat perbuatan dosa, misalnya, pemerkosaan. Tentu saja, Tuhan membenci perbuatan dosa itu, namun jika Tuhan sampai mengijinkan anak itu lahir, pasti Tuhan mempunyai tujuan atau panggilan khusus dalam hidup anak itu. Nah, tujuan dan panggilan itulah yang harus dikenali dan kemudian direspons oleh setiap orang dalam proses menjadi seorang pemimpin.
Perjalanan hidup, termasuk sebagai seorang pemimpin, tidak lebih dan tidak kurang adalah untuk menggenapi tujuan penciptaan tersebut. Itu sebab dapat disimpulkan bahwa tragedi terbesar dalam hidup bukanlah kematian, melainkan ketika seseorang sibuk melakukan suatu pekerjaan yang sebetulnya dia tidak pernah dilahirkan untuk mengerjakan pekerjaan itu.
Karena itu, dikatakan bahwa hanya ada dua waktu terpenting dalam hidup manusia. Pertama, hari waktu dia lahir. Kedua, hari waktu dia mengerti tujuan dia lahir. Hanya ketika seseorang menemukan tujuan kelahirannya, pemimpin sejati telah lahir. Penemuan ‘tujuan’ tersebut kemudian menjadi sebuah panggilan yang diterjemahkan dalam bentuk visi jangka panjang, menengah dan pendek.
Itulah arti dari kalimat Myles Munroe yang menyimpulkan bahwa “Kepemimpinan utamanya bukan tentang teknik atau strategi melainkan tentang penemuan diri,” yaitu penemuan tujuan hidup beserta dengan bakat atau talenta yang Tuhan percayakan sebagai modal untuk menggenapi tujuan tersebut. Ini tidak berarti teknik dan strategi tidak penting, melainkan jika kepemimpinan utamanya didasarkan pada teknik mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang kita inginkan, maka hal itu tidak lebih dari sekedar keinginan untuk meraih ambisi pribadi.
Tantangannya adalah cara orang-tua mendidik anak-anak di rumah serta sistim pendidikan di sekolah seringkali tidak menolong manusia untuk menemukan tujuan hidup dan bakat-bakatnya. Tidak sedikit orangtua yang mengarahkan anak-anaknya untuk meneruskan sekolah dalam bidang tertentu tanpa terlebih dahulu berdoa meminta petunjuk kepada Tuhan, sebagai pemilik tujuan dan panggilan khusus terhadap anak itu. Harapan saya, pembaca tulisan ini tidak melakukan kesalahan yang sama supaya kelak kita mendapatkan pemimpin yang jauh lebih baik.
Memperbarui Sesuatu
Pemimpin sejati tidak pernah berharap sesuatu diubahkan untuk dirinya, melainkan dia mengubahkan sesuatu. Itulah salah satu ciri dari seorang pemimpin, seperti pernah dikatakan oleh Barack Obama, presiden Amerika Serikat: “Perubahan tidak akan datang jika kita menunggu orang atau waktu lain. Kita adalah orang yang kita tunggu-tunggu. Kita adalah perubahan yang kita cari.”
Seseorang yang menangkap panggilan dari Tuhan awalnya akan merasa gelisah ketika merasakan atau menyaksikan sesuatu yang salah atau belum mencapai hasil yang seharusnya. Kegelisahan itu meremukkan hatinya, hingga membangunkannya di waktu malam.
Karena kepemimpinan dimulai dari kemampuan memimpin diri sendiri (self-leadership), maka perubahan yang dimaksudkan pun selalu dimulai dari diri sendiri. Misalnya, seorang pelajar yang sadar akan panggilan Tuhan atas hidupnya, menjadi gelisah waktu dia bolos sekolah atau malas belajar. Kegelisahan itu memacunya untuk belajar lebih serius, mengeluarkan potensi dan bakat yang Tuhan percayakan hingga dia lulus dengan nilai terbaik. Inilah yang kita sebut sebagai buah manis.
Sama seperti biji mangga yang ditanam di tanah yang subur, kemudian disiram, dirawat dan dibersihkan hingga mengeluarkan buah termanis. Semakin banyak dan semakin manis buahnya, semakin banyak orang yang datang menikmatinya. Prinsip yang sama berlaku dalam hal kepemimpinan. Semua orang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin dengan cara melayani dunia melalui bakat yang dimiliki.
Sayangnya sama seperti biji mangga bisa gagal mengeluarkan tunas dan buah termanis karena tidak diletakkan di tanah yang subur, manusia juga bisa menyia-nyiakan bakatnya seumur hidup hanya karena berada di lingkungan yang salah. Karena itu, jika Anda ingin menjadi pemimpin yang berhasil memperbaharui sesuatu, pastikan Anda berada di tempat yang tepat sekaligus rutin disiram dan dibersihkan. Karena pada Anda berhasil mengeluarkan buat termanis, dalam bentuk hasil kerja berkualitas tinggi, maka Anda tidak perlu report mencari-cari pengikut, ribuan orang akan dengan sukarela mengikuti Anda demi untuk menikmati buah yang Anda hasilkan.
Memperlengkapi dan mengarahkan orang-orang untuk mewujudkan suatu visi
Dalam buku ‘Be the Leader You Were Meant to Be’, Leroy Eims menulis, “Seorang pemimpin melihat lebih banyak dibanding orang lain, melihat lebih jauh dibanding orang lain dan melihat sebelum orang lain melihatnya.” Ini disebut visi yang ditangkap oleh seorang pemimpin dan dibagikan kepada banyak orang hingga mereka melihatnya sebagai visi bersama dan tergerak untuk ikut meraihnya.
Namun sekelompok orang yang mau mewujudkan visi belum tentu memiliki kemampuan yang dibutuhkan, baik dalam hal teknis maupun keterampilan berkomunikasi misalnya. Untuk itu, seorang pemimpin harus memiliki komitmen untuk memperlengkapi anggota timnya, entah dengan cara mengirim mereka meneruskan pendidikan tingkat lanjut, mengikuti pelatihan, coaching atau mentoring. Memperlengkapi dan mengarahkan anggota tim adalah tanggungjawab seorang pemimpin.
Dilakukan secara terencana, penuh gairah dan keberanian
Seorang pemimpin terlatih dalam membuat strategi dan rencana kerja. Mereka mengerti bahwa tanpa rencana yang jelas, anggota tim tidak akan efektif dalam menggunakan sumber daya.
Pemimpin sejati juga menunjukkan gairah, antusiame atau passion dalam setiap kerja mereka. Pada saat mereka menghadapi tantangan dan kesulitan, mereka bisa meresponi dan melewatinya dengan baik. Sesungguhnya gairah inilah yang menjadi inspirasi bagi banyak orang sehingga mau mengikuti mereka.
Untuk itu, ketika Anda sedang membaca tulisan ini, coba tanyakan pada diri sendiri apakah Anda menunjukkan gairah dan antusiame ketika mengerjakan suatu hal tertentu? Karena tidak ada orang malas atau pasif, yang ada adalah orang-orang yang belum menemukan tujuan dan panggilan hidupnya sehingga hidup tanpa gairah. Tipe orang seperti ini akan terus berharap sesuatu diubahkan untuk dirinya, bukan bergerak aktif mengubahkan sesuatu menjadi lebih baik.
Memang, ada saatnya seorang pemimpin menghadapi tantangan yang begitu besar, hingga mereka hampir kehilangan kekuatan. Namun Tuhan yang memanggil mereka untuk memimpin selalu punya cara untuk kembali menguatkan. Sehingga gairah dan antusiasme mereka kembali berkobar, dilandaskan atas kekuatan dan penyertaan Tuhan, bukan kekuatan sendiri.
Kata terakhir dalam definisi kepemimpinan versi Teosentris adalah keberanian. Sejarah telah menunjukkan bagaimana para pemimpin besar berjuang dengan penuh keberanian. Tanpa keberanian tidak ada pembaruan. Mengapa? Karena perubahan yang sedang digulirkan belum dilihat oleh banyak orang, sehingga menimbulkan keraguan bahkan pertentangan.
Hal ini tengah kita saksikan di DKI Jakarta, bagaimana gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berjuang dengan penuh keberanian walau mendapatkan banyak tekanan. Perjuangan Marthin Luther King Jr. menegakkan keadilan dan kesetaraan di Amerika Serikat dibayar dengan nyawa. Perjuangan Nelson Mandela di Afrika Selatan dibayar dengan masuk penjara hingga dua puluh tujuh tahun. Dan Yesus Kristus yang datang untuk menyelamatkan dunia merelakan diri-Nya disalib. Bagaimana dengan kita? Siapkah kita membayar harga untuk sebuah perubahan dan pembaharuan yang untuknya kita dipanggil dan dilahirkan? Semoga.
* Eloy Zalukhu, MBA adalah Director of CAPSTONE Consulting & Sales Institute; Theocentric Motivator, Sales Training Expert; Leadership Coach and Corporate Culture Consultant; Penulis buku best-seller Life Success Triangle & Sales Warrior using RAVE Sales Principles. dan Narasumber tetap program Smart Motivation di radio SmartFM dan Sonora networks.