PK Dikabulkan, Mahkamah Agung Batalkan Vonis Mati Atas Yusman Telaumbanua
NIASSATU, JAKARTA – Upaya Peninjauan Kembali (PK) atas putusan vonis pidana mati terhadap Yusman Telaumbanua membuahkan hasil. Mahkamah Agung (MK) mengoreksi putusan Pengadilan Negeri Gunungsitoli yang memvonis mati Yusman menjadi pidana lima tahun penjara.
“Pada 31 Januari 2017, Mahkamah Agung telah mengoreksi vonis hukuman mati Yusman dengan mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan Yusman Telaumbanua dan KontraS selaku kuasa hukumnya sehingga Yusman akhirnya tidak dihukum mati,” ujar Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Putri Kanesia kepada Nias Satu, Sabtu (25/2/2017).
Putri menjelaskan, berdasarkan petikan putusan yang telah diperoleh dari MA, memutuskan: mengabulkan PK Yusman; membatalkan putusan PN Gunungsitoli nomor 08/Pid.B/2013/PN-GS, tgl 22 Mei 2013.
“Menyatakan Yusman bersalah melakukan tindak pidana “turut serta melakukan pembunuhan berencana”. Dan, menjatuhkan pidana terhadap terpidana selama 5 tahun dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani,” jelas dia.
Dengan putusan tersebut, kata dia, Yusman akan bebas dalam beberapa bulan mendatang.
Putusan itu juga sekaligus menyatakan bahwa benar pada saat Yusman terlibat pada peristiwa pidana tersebut masih berstatus anak-anak sehingga tidak bisa divonis dengan pidana mati. Kepastian bahwa Yusman masih anak-anak tersebut juga menjadi bukti baru yang diajukan oleh Yusman dan KontraS pada persidangan pengajuan PK pada akhir tahun lalu yang melibatkan ahli dan hasil pemeriksaan oleh Dokter Forensik Radiologi Gigi Universitas Padjajaran, Bandung.
Putri belum bisa menjelaskan apa saja pertimbangan MA dalam mengabulkan PK tersebut karena pihaknya belum menerima salinan putusan secara lengkap. Dia juga mengatakan, KontraS akan melakukan konferensi pers terkait putusan MA yang mengabulkan PK Yusman tersebut di Jakarta, Minggu (26/2/2017). Putri juga mengatakan belum mengetahui rencana selanjutnya terkait Rasula apakah akan mengajukan PK juga. Pihaknya masih akan menunggu hasil lengkap putusan PK dari MA.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua KontraS saat itu Haris Azhar pada siaran pers beberapa waktu lalu mengatakan, pihaknya menemukan novum (bukti) baru yang sangat kuat terkait usia Yusman saat tindak pidana terjadi. Hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi forensik yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran, dimana pada saat dilakukan pemeriksaan terhadap Yusman Telaumbanua pada tanggal 16 November 2015 menyimpulkan bahwa estimasi usia pasien Yusman Telaumbanua berdasarkan metode dental adalah 18,4 – 18,5 tahun, yang ditunjang dengan metode sinus paranasal dan Hand Wrist.
“Bahwa dengan diketahuinya usia Yusman Telaumbanua pada saat dilakukan pemeriksaan pada tanggal 16 November 2015 adalah berusia 18 – 19 tahun, maka pada saat terjadinya tindak pidana sebagaimana yang disangkakan oleh Penyidik, JPU, dan Putusan Pengadilan yakni pada 4 April tahun 2012 usia Yusman sekitar 15 – 16 tahun, alias dibawah umur dan tidak boleh dijatuhi hukuman mati. Hal ini bisa dikategorikan sebagai pemalsuan data usia Yusman Telaumbanua,” tegas Haris.
Seperti diketahui, Yusman dan Rasula dinyatakan bersalah dalam pembunuhan berencana pada April 2012 atas tiga orang yakni Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang dan Rugun Br. Halolo yang ingin membeli tokek. Sementara empat orang pelaku lainnya sampai saat ini masih berstatus DPO.
Namun, dalam proses penyidikan atas Yusman, seperti diungkap KontraS, diduga terjadi rekayasa, khususnya terkait usia Yusman. (Baca: KontraS: Proses Hukum Terpidana Mati Yusman Telaumbanua dan Rasula Hia Sarat Rekayasa). Yang lebih mengejutkan, pengacara yang dipercayakan membela Yusman dan Rasula justru merekomendasikan agar kedua kliennya dihukum mati. Padahal, khusus Yusman yang masih berstatus anak-anak, hanya bisa dihukum maksimal 10 tahun berdasarkan UU Perlindungan Anak dan tidak bisa divonis hukuman mati.
Hal senada juga diungkapkan oleh Menkumham Yasonna H. Laoly usai bertemu langsung dengan Yusman dan Rasula di LP Nusa Kambangan pada akhir 2014 dan mewawancarai langsung keduanya. Yasonna mengatakan, berdasarkan informasi yang diperolehnya, Yusman dipaksa berusia 19 tahun padahal saat itu dia mengaku masih 16 tahun. Saat itu juga, Yasonna menginstruksikan agar keduanya dipindahkan dari Nusa Kambangan ke LP Tanjung Gusta, Sumatera Utara guna memudahkan penyelidikan atas proses hukum keduanya. Namun, kemudian keduanya dipindahkan ke LP Tangerang. (Baca: Menteri Yasonna Janji Bantu Pengajuan PK Yusman Telaumbanua dan Rusula Hia)
Kepada Nias Satu, Kasat Reskrim Polres Nias saat itu, AKP Arifeli Zega telah membantah adanya rekayasa dalam penyidikan kasus tersebut. Meski mengakui saat itu pihaknya tidak mendapatkan dokumen pendukung tahun kelahiran Yusman, namun pihaknya mendasarkannya pada pengakuan Yusman serta konfirmasi dengan kedua saudaranya yang lebih tua. (Baca: Polres Nias Bantah Rekayasa Kasus Terpidana Mati Yusman Telaumbanua dan Rasula Hia).
Usai divonis, Yusman dan terpidana mati lainnya Rasula Hia sempat ditahan di LP Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Akan tetapi keduanya kemudian dipindahkan di Lapas Tangerang setelah kasus mereka terungkap di media, dan sempat membuat sejumlah kementerian dan lembaga pemerintah turun tangan melakukan penyelidikan atas indikasi kesalahan dalam penanganan perkara kedua terpidana tersebut baik di tingkat penyidik, kejaksaan dan pengadilan. (Baca: Ini Kisah Terpidana Mati Yusman Telaumbanua Terpaksa Berusia 19 Tahun). Yusman sendiri sampai saat ini tetap ditahan di LP Gunungsitoli usai menjalani persidangan PK sejak pertengahan tahun lalu di PN Gunungsitoli. (ns1)