Marinus Gea Dilaporkan ke Bareskrim Polri Terkait Jual Beli Tanah

Finsen Mendrofa bersama Roslina Hulu usai melapor ke Bareskrim Polri di Jakarta | Detik.com

Finsen Mendrofa bersama Roslina Hulu usai melapor ke Bareskrim Polri di Jakarta | Detik.com

NIASSATU, JAKARTA – Anggota Komisi I DPR RI Marinus Gea dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terkait masalah pembelian dua bidang tanah di Pulau Nias. Pelaporan dilakukan oleh Roslina Hulu bersama tim kuasa hukumnya dari kantor hukum WFA & Associates pada Selasa, 28 Februari 2017.

Pengaduan mereka telah diterima dengan nomor LP/228/II/2017 BARESKRIM. Marinus dilaporkan dengan dugaan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP.

Kepada Nias Satu, salah satu kuasa hukum Roslina, Finsen Mendröfa menjelaskan, pada saat itu Roslina menawarkan tanah tersebut kepada calon pembeli, termasuk Marinus, sekaligus agar melihat dan mengecek langsung tanah tersebut.

Menurut Finsen, kalau calon pembeli tidak percaya dengan sertifikat dan surat ukur resmi BPN Kabupaten Nias tersebut, sebelum membeli, calon pembeli bisa meminta kepada penjual untuk mengukur luas tanah tersebut, tapi kalau calon pembeli tidak keberatan dan percaya dengan sertifikat hak milik penjual maka diteruskan dengan pembuatan akta jual beli (AJB).

“Pada 1 Agustus 2016, ibu Roslina Hulu dan Marinus Gea sepakat tandatangan AJB di hadapan Notaris/PPAT Darius Duhuzaro Gulo, SH. Nah, harusnya dalam transaksi jual beli tanah, kalau sudah tandatangan AJB wajib dilunaskan kewajiban pembeli. Tetapi ini tidak dilakukan oleh Marinus Gea dan berjanji akan membayar setelah balik nama atas Marinus Gea baru dilunaskan,” ujar Finsen.

Dia menjelaskan, tiga hari berselang setelah tandatangan AJB, tepatnya pada 3 agustus 2016 Marinus mentransfer uang di rekening Roslina sebesar Rp 200 juta dan sisanya sebesar Rp. 959.200.000 akan dibayarkan setelah setelah balik nama.

“Ketika sudah balik nama, tapi tidak mau bayar. Lalu dia persoalkan luas tanah setelah sertifikat sudah atas nama dia. Nah, proses administrasi sudah selesai tinggal janjinya pelunasan yang belum selesai,” papar dia.

Finsen mengakui pernah ada pertemuan antara pihaknya dengan Marinus dan kuasa hukumnya. Kepada mereka Finsen menjelaskan bahwa pengukuran ulang itu hanya terjadi apabila ada  penggabungan, pemisahan atau pemecahan bidang-bidang tanah yang telah terdaftar/bersertifikat dengan dasar hukum Pasal 42 ayat 1 Peraturan Menteri Agraria No.3 tahun 1997 tentang ketentuan pelaksana peraturan pemerintah no.24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

“Jadi, alasan untuk pengukuran itu tidak ada argumentasi hukumnya, proses administrasi sudah selesai artinya sertifikat hak milik itu resmi bukan rekayasa atau fiktif. Nah, di sinilah letak kami menduga ini hanyalah modus untuk menguasai tanah tersbut dan tidak membayar kewajibannya,” tegas dia.

Finsen mengatakan, pihaknya pernah melayangkan somasi kepada Marius pada 20 Januari 2017 agar masalah tersebut diselesaikan dengan baik dan kekeluargaan, namun justru pihaknya ditantang agar menyelesaikan masalah itu melalui proses hukum.

“Somasinya satu kali karena Marinus langsung menelpon saya dan kuasa hukumnya ajak saya ngobrol dan kami sudah tahap negosiasi. Tetapi deadlock/tidak ada hasil. Jadi upaya hukum satu-satunya cara,” tandas dia. (NS1)

About the Author

Leave a Reply

*

Translate »