Karpet Merah Bagi “Elio Modigliani” di Nias Selatan

Oleh Samuel Novelman Wau*

Samuel Novelman Wau | Dok. Pribadi

Samuel Novelman Wau | Dok. Pribadi 

Pendahuluan

Hari ini, 22 April di Lapangan Orurusa, Nias Selatan sedang berlangsung dua hajatan akbar yaitu Perayaan Paskah  2017 dan Syukuran 1 Tahun Pemkab Nias Selatan Periode 2016-2021 yang dikemas sekaligus dalam satu acara. Pada tanggal yang sama 131 tahun yang lalu, tepatnya 22 April 1886 seorang penjelajah muda asal Italia yang bernama Elio Modigliani tiba di Pulau Nias.

Sepintas hajatan di atas tidak ada hubungannya dengan kedatangan Modigliani. Memang! Namun bila Pemkab Nias Selatan yang sudah bekerja selama 1 tahun belakangan ini mau menggali pesan dari kedatangan Modigliani tentu akan sangat besar manfaatnya.

Sejarah adalah kaca spion masa depan. Sama seperti seorang pengendara sementara ia fokus menatap ke depan, pada saat-saat tertentu ia wajib melirik kaca spion guna membuat laju perjalanannya aman, terukur dan tepat sasaran. Dalam konteks perjalanan kepemimpinan Hillarius Duha dan Sozanolo Ndruru sebagai pucuk pimpinan pemerintah Nias Selatan yang masih 4 tahun lagi, penting untuk memeriksa (secara berkala) apa yang pernah terjadi di masa lalu. Kebetulan angka dalam kalender hari ini menyegarkan kembali memori kita akan kedatangan Modigliani. Karena itu tidaklah berlebihan bila menjadikannya sebagai kaca spion perdana.

Tibanya Penjelajah Italia

Kata apa yang tepat untuk menggambarkan keputusan Modigliani menginjakkan kakinya di pulau Nias lebih dari satu abad yang lalu? Bodoh, nekat atau berani? Ia yang masih berusia 26 tahun, seorang akademisi dan punya latar belakang keluarga borjuis Italia meninggalkan segala kenyamanan hidup di negaranya kemudian menempuh perjalanan jauh selama beberapa bulan demi satu ambisi ingin melihat pulau Nias. Rute yang dilalui sebagai berikut, dari kota kelahirannya Florence ke Napoli.

Kemudian ia naik kapal uap yang melewati Terusan Suez hingga tiba di Bombay. Dari Bombay ia naik kereta menuju New Delhi. Sempat singgah di Dajeeling-Tibet dan kembali lagi ke New Delhi lalu ke Kalkuta. Dari Kalkuta ia naik kapal uap ke Singapura dan dilanjutkan ke Batavia. Dari situ ia ke Sibolga hingga tiba di pelabuhan Gunungsitoli. Perjalanan yang melelahkan dan penuh resiko.

Belakangan terungkap bahwa Gunungsitoli bukanlah tujuan sebenarnya Modigliani. Kepada A.V. van Os, seorang controleur Belanda ia mengutarakan keinginannya untuk menjelajah Nias Selatan, daerah yang terkenal dengan para pendekarnya yang punya tradisi mengayau sehingga membuat tentara Belanda sekalipun tidak berani tinggal lebih lama di sana. Pada masa itu Nias Selatan khususnya wilayah yang dinamakan Maenamölö adalah zona merah yang sangat berbahaya. Hanyalah orang gila yang mau ke sana dan berurusan dengan penduduknya. Kunjungan ke Selatan sama saja mengantar nyawa. Walaupun resikonya sedemikian besar namun itu tidak mengendurkan semangat Modigliani.

Tanggal 10 Mei 1886 ia berlayar dari Gunungsitoli dan empat hari kemudian tiba di pantai Luahawara (Telukdalam) yang menjadi teritori banua Bawölowani. Petualangan sesungguhnya pun dimulai. Modigliani diperhadapakan dengan banyak pengalaman menegangkan yang sewaktu-waktu bisa mencabut nyawanya dan mengakhiri petualangannya mulai dari kondisi alamnya yang liar penuh binatang mematikan hingga diperhadapkan dengan prajurit Nias Selatan yang terkenal ganas. Sepertinya pemuda Italia ini sedang berada di tempat dan waktu yang salah.

Berikut adalah tempat-tempat yang disinggahi Modigliani selama 75 hari berkelana di Nias Selatan dan sekitarnya; Bawölowalani, Hilizihönö, Luahagundre, Hilizondregeasi, Hilisimaetanö, Hinako, Tanjung Sirombu, Fambua, Gunung Barusi, Halambava, Hililaga, Hililowalani dan Hilihöru. Terakhir karena (mengira) tidak menemukan Gunung Lölömatua yang menjadi puncak impian perjalanannya, ia mutar balik ke Hilisimaetanö menuju Luahagundre untuk bertolak ke Gunungsitoli.

Dan dari situ ia meninggalkan pulau Nias membawa hasil petualanganya berupa koleksi flora-fauna, belasan tengkorak manusia, bola-bola nafo (tempat sirih), sejumlah foto, peta Nias yang ia sempurnakan dan segudang pengetahuan tentang budaya Nias Selatan. Semuanya dipersembahkan bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Tahun 1890 Modigliani mempublikasi petualangannya lewat satu buku yang berjudul Viaggio a Nias.

Penting untuk dicatat yaitu fokusnya adalah Selatan. Kalau ia sempat belok ke arah Barat itu bukan dalam rangka eksplorasi tetapi mengambil jalan alternatif karena saat di Hilisimaetanö ia mendapat masalah serius.

Pesan dari Kunjungan Modigliani

Pesan apa yang dapat dipetik dari kunjungan Modigliani ini?

Kunjungan Modigliani 131 tahun yang lalu kembali menegaskan bahwa Nias Selatan merupakan daerah yang mempunyai daya tarik tersendiri bagi banyak orang asing untuk mau menyambanginya dengan kepentingannya masing-masing. Dan itu sudah berlangsung sejak dulu. Belanda datang untuk menguasai, saudagar Aceh-Cina datang untuk berdagang, misionaris datang untuk pemberitaan Injil, ilmuwan datang untuk penelitian dan yang paling banyak adalah wisatawan datang untuk berwisata.

Elio Modigliani | wikipedia.org

Elio Modigliani | wikipedia.org

Bagi mereka daerah eksotik ini terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja tanpa menikmati kekayaan yang terkandung di dalamnya. Modigliani sendiri rela mempertaruhkan nyawanya demi daya tarik Tanahnya Para Pendekar. Baginya pesona daerah ini jauh lebih kuat dibanding dengan bahaya alamnya yang liar dan ganasnya para pemburu kepala. Kita bersyukur pesona itu masih melekat sampai hari ini.

Pemerintah lokal dan seluruh masyarakat wajib menangkap pesan tersebut. Daerah yang juga dikenal sebagai Tanö Raya ini punya sesuatu untuk ‘dijual.’ Bila di masa lalu saja saat Nias Selatan masih sangat tertutup dan terkenal berbahaya tetap laku maka betapa itu akan jauh lebih laris manis di era baru ini. Tentu saja orang luar yang akan ke sini tidak akan lagi kesulitan menembus alam yang liar dan tidak akan juga berhadapan dengan para pemburu kepala sebagaimana yang pernah dialami oleh Modigliani.  Nias Selatan punya kans besar menjadi destinasi wisata kelas dunia.

Dalam acara launching Pesona Nias Pulau Impian di Jakarta tahun lalu Bupati Nias sendiri mengakui bahwa Nias Selatan memang kaya akan objek wisata berkelas. Dari pemaparannya terungkap bahwa Nias Selatan punya lebih dari seratus objek wisata, di luar Pantai Sorake-Lagundri dan desa adat Bawömataluo yang sudah lama mendunia. Bahkan bila objek wisata lain yang tersebar di 3 kabupaten dan 1 kota yang ada di daratan pulau Nias digabung semua tetap saja jumlah yang ada di Tanö Raya masih lebih banyak. Sepertinya akan terdengar sombong bila kita mengatakan bahwa daerah ini nyaris punya segalanya mulai dari wisata bahari, wisata budaya, wisata alam, wisata sejarah, wisata heritage, wisata religi dan wisata kuliner. Sementara daerah lain masih sibuk membangun objek wisata imitasi, kita sudah punya dengan sendirinya. Tugas kita sekarang adalah bagaimana memberdayakan anugerah ilahi ini secara maksimal untuk kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakatnya. Sektor pariwisata Nias Selatan dapat dijadikan sebagai tulang punggung ekonomi daerah.

Meneguhkan pesan dari kunjungan Modigliani ini adalah riset dari berbagai lembaga / pihak yang menaruh minat besar terhadap objek-objek wisata Nias Selatan. Tim Peneliti Jepang-UGM yang berafiliasi dengan UNESCO dan Nico Barito yang mewakili negara kepulauan Republik Seychelles tertarik untuk menggarap rumah-rumah tradisional Bawömataluo menjadikannya homestay – paket wisata yang sedang naik daun. Sesuatu yang tidak dilakukan di Nias bagian lain. Dan dalam kesempatan berbeda seorang pengusaha asal Jakarta pernah mengutarakan rencananya berinvestasi di Sorake-Lagundri menjadikannya sekelas Bali sehingga yang berseliweran di sana bukan cuma turis backpaker tetapi juga turis-turis kaya. Bila Nias Selatan tidak punya nilai jual mustahil mereka mau berlomba untuk berinvestasi.

Saatnya Menggelar Karpet Merah

Dalam konteks industri pariwisata, Nias Selatan nyaris punya segalanya – sekali lagi bukan untuk disombongkan tetapi sesuatu yang harus disyukuri. Dan dengan sendirinya kekayaan yang sedemikian banyak ini akan dicari oleh orang luar seperti Elio Modigliani di masa lalu. Mereka akan datang. Sehubungan dengan itu kita punya tugas bagaimana menyambut Modigliani-Modigliani berikutnya dengan baik. Tidaklah berlebihan kalau Nias Selatan perlu menggelar  karpet merah untuk penyambutan dimaksud. Istilah ‘karpet merah’ menggambarkan suasana penghormatan dalam penyambutan tamu-tamu VIP. Konon seremoni ini berawal dari cerita Yunani kuno tahun 485 SM ketika Agamemnon yang baru pulang dari Troy disambut istrinya menggunakan karpet panjang berwarna merah.

Pertanyaannya adalah kerhormatan apa yang pantas diberikan kepada tamu-tamunya Nias Selatan? Tidak ada kehormatan yang lebih baik bagi seorang tamu kecuali ia diperlakukan dengan baik. Diberikan rasa nyaman dan memastikan ia dapat menikmati tempat-tempat yang dikunjungi seperti di rumah sendiri. Harus diakui poin ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita. Di beberapa lokasi masih ditemukan kasus dimana wisatawan mengalami perlakuan tidak menyenangkan. Kasus-kasus yang tidak perlu ini akhirnya membuat pengunjung enggan untuk datang kembali ke sini. Kita harus belajar kepada Bali. Salah satu rahasia kesuksesan industri pariwisata di sana karena mereka selalu memperlakukan siapapun dengan penuh hormat.

Hal lain yang patut dikerjakan oleh pemerintah daerah ini adalah percepatan realisasi pembangunan bandara udara di Silambo, desa Botohilitanö yang berjarak hanya 2 Km dari pantai Sorake-Lagundri dan 10 Km dari desa adat Bawömataluo. Sudah saatnya Nias Selatan memiliki bandara sendiri. Nias Selatan tidak boleh selamanya bergantung pada keberadaan bandara Binaka di Gunungsitoli. Faktanya selama ini Nias Selatan menjadi muara wisatawan yang datang ke pulau Nias. Jadi akan jauh lebih efektif bila wisatawan dari luar bisa langsung terhubung dengan daerah tujuannya dibandingkan mereka harus singgah terlebih dahulu di Gunungsitoli yang berjarak tidak kurang dari 100 Km. Bahkan diharapkan di masa depan Nias Selatan boleh terkoneksi dengan bandara-bandara besar baik yang ada di dalam maupun yang di luar negeri.

Kebutuhan seperti ini disadari oleh Arief Yahya, Menteri Pariwisata saat melakukan road show ke beberapa maskapai. Beliau mengatakan konektivitas udara merupakan cara jitu menambah kunjungan turis. Saat ini 80 persen kedatangan wisatawan mancanegara menggunakan transprotasi udara. Indonesia memiliki target jangka pendek untuk mendatangkan 15 juta turis pada tahun ini dan 20 juta turis pada tahun 2019. Nias Selatan harus bisa ambil bagian dalam menyambut tamu-tamu ini. Kuncinya adalah kehadiran bandara udara yang memadai.

Berkatian dengan itu, dengan segala kelebihannya Nias Selatan tidak boleh juga melupakan saudara-saudaranya di 3 kabupaten dan 1 kota. Pemkab Nias Selatan penting membangun kerjasama dengan mereka. Syukur kalau daerah-daerah lain ini termotivasi juga dalam mengembangkan potensi wisata di daerahnya. Namun bagaimanapun Nias Selatan tetap akan menempati posisi sebagai patron bagi yang lain.

Dan yang tidak kalah penting dari upaya menggelar karpet merah ini adalah menyiapakan sumber daya manusia setempat. Yang akan menyambut para wisatawan di Nias Selatan bukan mesin, bukan pula robot tetapi manusia. Karena itu sudah menjadi kebutuhan untuk melatih tenaga kerja yang profesional di bidang industri pariwisata. Tenaga kerja dimaksud tidak harus ‘diimpor’ dari luar. Nias Selatan punya populasi yang tinggi dibanding 3 kabupaten dan 1 kota di daratan Nias. Bonus demografi ini harus bisa dimafaatkan sebaik-baiknya menjadi tenaga kerja profesional dan mampu bersaing. Jangan sampai anak daerah tersisihkan lalu menjadi penonton atau pembantu di tanahnya sendiri. Masyarakat berhak menikmati hasil kekayaan alam dan budayanya.

Penutup

Elio Modigliani pernah ke sini, ke Tanahnya Para Pendekar. Kunjungan bersejarah yang mengingatkan kita kembali akan besarnya potensi yang dimiliki Nias Selatan khususnya di bidang pariwisata. Harapan kita di masa depan daerah ini tetap diminati oleh orang luar dan menjadikannya sebagai tujuan prioritas. Untuk itu kita harus siap menyambut setiap pengunjung dengan penuh rasa respek. (ns1)

*Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan budaya Nias.

About the Author

Leave a Reply

*

Translate »