Penguatan Budaya Baca Upaya Kita Bersama

Agustinus Sihura | Dok. Pribadi

Oleh Agustinus Sihura*

Membaca adalah melafalkan atau mengeja huruf dan kata dengan cara mengucapkan langsung atau hanya di dalam hati. Secara kompleks, membaca dapat dikatakan sebagai tindakan memahami isi kata atau kalimat yang tertulis. Setiap orang yang mampu dan terbiasa membaca akan memiliki keterampilan yang baik dalam mengakses informasi dan pengetahuan. Keterampilan membaca yang baik dapat dimiliki seseorang melalui peningkatan dan pengembangan budaya membaca.

Budaya membaca adalah keterampilan seseorang yang diperoleh setelah seseorang dilahirkan, bukan keterampilan bawaan. Oleh karena itu budaya baca dapat dipupuk, dibina dan dikembangkan (Wikipedia, 2011). Dengan kata lain, budaya baca dapat dilatih secara teratur dan dibiasakan kepada setiap orang termasuk anak-anak atau peserta didik di sekolah. Sutarno (2006: 27) mengemukakan bahwa budaya baca adalah suatu sikap dan tindakan atau perbuatan untuk membaca yang dilakukan secara teratur dan berkelanjutan. 

Hingga tahun 2016 Indonesia masih mengalami keterpurukan dalam sisi budaya baca. Dengan kata lain, Indonesia sedang dihadapkan pada masalah budaya baca. Pernyataan ini didasarkan pada hasil survei dari studi Most Littered Nation in the World pada 2016. Data tersebut menyebutkan, bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangatlah rendah. Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara. Keterpurukan pada sisi minat atau budaya baca tersebut berdampak terhadap kualitas pendidikan secara menyeluruh.

Menjawab permasalahan budaya baca yang lemah di Indonesia tentu membutuhkan upaya dari berbagai pihak. Mulai dari individu, keluarga, lembaga pendidikan, pemerintah, dan orang atau badan yang memiliki peran dalam membangun dan menguatkan pendidikan di Indonesia.

Permasalahan rendahnya minat atau budaya baca merupakan permasalahan seluruh insan bangsa ini. Namun, penyebab permasalahan ini perlu diuraikan sehingga upaya pemecahan dapat ditemukan dan dilaksanakan.

  1. Lingkungan s Lingkungan tempat kita hidup adalah lingkungan utama yang mempengaruhi kebiasaan hidup, khususnya lingkungan keluarga. Keluarga yang tidak terbiasa mengaskses buku atau membaca tidak akan mungkin menumbuhkan anggota keluarga yang tiba-tiba akan memiliki minat baca yang baik.
  2. Kehadiran gawai. Kehadiran gawai yang multifungsi membuat banyak orang Orang lebih memilih bermain atau berfoto-foto lewat gawai dari pada membaca buku atau e-book.
  3. Ketersediaan Buku. Ketersediaan buku yang menarik bagi anak-anak masing sangat kurang.
  4. Harga Buku. Mahalnya harga buku membuat masyarakat tidak mampu mendapatkan buku-buku yang mereka s
  5. Ketersediaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Ketersediaan taman bacaan di lingkungan masyarakat jarang ditemukan, sementara untuk menuju perpustakaan cukup jauh dari tempat mereka tinggal.
  6. Perpustakaan s Perpustakaan sekolah dan buku yang ada di sekolah tidak dimanfaatkan dengan baik oleh sekolah untuk menumbuhkan minat baca anak.
  7. S Sekolah sebagai wadah formal yang dapat melaksanakan gerakan penumbuhan dan peningkatan budaya baca belum melakukan gerakan secara merata, efektif dan berkelanjutan.

Secara keseluruhan penyebab-penyebab di atas berdampak pada kemerosotan minat masyarakat dalam membaca. Oleh karena itu solusi yang tepat untuk membangun minat atau budaya baca perlu dipikirkan demi menguatkan pendidikan bangsa.

Tulisan ini menawarkan solusi-solusi untuk menjawab masalah tersebut dengan berlandasan pada identifikasi penyebab yang telah diuraikan di atas, di antaranya:

  1. Keluarga sebagai lingkungan utama penumbuhan dan peningkatan kebiasaan membaca wajib memulai kebiasaan membaca. Orangtua memiliki peran penting untuk menumbuhkan minat baca dalam keluarganya sejak anak-anak berusia dini. Anak-anak sangat mudah meniru kebiasaan orangtua. Jadi, orangtua harus membiasakan kegiatan membaca dan mendorong anggota keluarga untuk membaca.
  2. Penggunaan gawai perlu dibatasi oleh orangtua. Orangtua harus menjadi teladan untuk pembatasan tersebut dan mengarahkan anggota keluarga untuk tidak menghabiskan banyak waktu untuk bermain gawai apalagi kalau hanya sekedar untuk berfoto-foto dan bermain permainan daring.
  3. Penyediaan buku yang beragam dan keseimbangan kehadiran buku fiksi dan non fiksi perlu dipikirkan dan dibuat oleh pemerintah bekerja sama dengan penulis melalui program-program karya. Di samping itu, ketersediaan buku yang menarik bagi anak-anak perlu ditingkatkan.
  4. Harga buku seharusnya terjangkau oleh mas Masyarakat menengah ke bawah akan susah mendapatkan buku dengan harga yang mahal. Maka solusinya pemerintah, penerbit dan penulis perlu duduk bersama untuk memastikan bahwa harga buku dapat dijangkau oleh masyarakat lapisan manapun.
  5. Pembangunan TBM atau perpustakaan swasta perlu di bangun di setiap des Kehadiran TBM di sekitar lingkungan tempat tinggal membawa kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses buku dan melakukan kegiatan membaca. Tentu, untuk mendukung ketersediaan buku di TBM dapat saja dilakukan dengan model sumbangan buku dari donatur baik individu maupun instansi dengan sedikit bantuan dari pemerintah, misalnya saja pelaksanaan program kirim buku bebas bea. Sehingga donatur bisa mengirmkan buku tanpa dibebankan bea oleh jasa pengiriman.
  6. Perpustakaan sekolah yang sudah memiliki buku yang cukup memadai harus dijalankan atau dioperas Tidak sekedar menjadi simbol fisik namun tidak berjalan sebagaimana mestinya. Perpustakaan sekolah benar-benar difungsikan sebagai tempat membaca dan meminjam buku.
  7. Sekolah diharapkan benar-benar melaksanakan gerakan literasi sekolah secara efisien dan berkelanjutan. Hal ini harus dipas Lembaga terkait seperti Dinas Pendidikan sebagai perpanjangan tangan kemdikbud seharusnya bertugas untuk memastikan jalan atau tidaknya gerakan literasi sekolah. Kegiatan membaca selama lima belas menit itu apakah sudah dimulai, sudah terlaksana dan apakah berkelanjutan. Jika tidak hal ini perlu didorong karena gerakan membaca selama 15 menit yang diprogramkan oleh pemerintah melalui Kemdikbud seyogyanya merupakan langkah yang baik untuk membangun gerakan literasi termasuk budaya baca.

Solusi di atas tentu bukan merupakan jalan satu-satunya untuk menyelesaikan setiap penyebab masalah keterpurukan minat baca di Indonesia. Namun, setidaknya dapat menjadi pemecahan alternatif untuk menjawab permasalahan minat baca masyarakat Indonesia. Intinya, upaya seluruh pihak dibutuhkan untuk membangun minat atau budaya baca masyarakat. Karena kita adalah insan bangsa, maka kita pun wajib berperan demi peningkatan kemajuan bangsa.

*Penulis adalah Pegiat Literasi, Guru dan Ketua Lembaga Ya’ahowu.

About the Author

Leave a Reply

*

Translate »