Pentingnya Pembentukan Badan Otoritas Pariwisata Nias

Adrianus Aroziduhu Gulö | Dok. Pribadi

Oleh Adrianus A. Gulö*

Perhelatan Sail Nias 2019 yang dipusatkan  di ibukota Kabupaten Nias Selatan Telukdalam sangat menyedot perhatian masyarakat indonesia terutama masyarakat bagian barat Indonesia. Khususnya masyarakat kepulauan Nias yang merindukan perubahan dan peningkatan dalam bidang pariwisata. Getaran hati masyarakat Nias tidaklah sia-sia dengan membludaknya pengunjung dari berbagai daerah sebelum dan saat   Sail Nias dibuka.

Keberhasilan Sail Nias 2019 dengan tema “ Nias Menuju Gerbang Wisata” sangat dipengaruhi peran sentral ketua umumnya, yaitu Prof. Dr. Yasonna H. Laoly yang tugas sehari-harinya saat itu adalah Menteri Hukum dan HAM RI yang juga memiliki segudang pengalaman dalam mengoordinir berbagai kegiatan berskala daerah maupun nasional. Juga dukungan dari kepala daerah serta seluruh elemen masyarakat sekepulauan Nias.

Pembukaan Sail  Nias  pada 14 September 2019 di Telukdalam, Nias Selatan, semula rencananya akan dihadiri dan dibuka secara resmi oleh Presiden RI, Joko Widodo. Namun karena berbagai hal yang sulit dihindari terutama karena bangsa Indonesia masih dalam status berkabung atas meninggalnya Presiden Republik Indonesia ke-3, Prof.Dr. B.J Habibie dan masalah asap yang melanda kepulauan Riau dan Kalimatan belum tertangani secara memadai saat itu, tentu presiden perlu memberikan perhatian khusus dalam menanganinya.

Kendati demikian, secara kedinasan presiden tetap hadir dengan menugaskan Menko Maritim RI Luhut B. Panjaitan untuk mewakilnya. Selain itu, beberapa menteri dan pejabat setingkat menteri, Gubernur Sumatera Utara, pejabat esolon I dan II, anggota DPR RI, DPRD tokoh-tokoh nasional, dan pengusaha ikut memberi dukungan melalui kehadiran mereka.

Penulis berkeyakinan bahwa ketidakhadiran presiden pada pemukaan Sail Nias tidak mengurangi nilai strategis dan tujuan dilaksanakannya Sail Nias. Serta masyarakat Nias tidak kecewa, malah menjadi pemicu “harapan baru” masyarakat Nias bahwa ke depan presiden akan memberikan perhatian khusus bagi kepulauan Nias yang selama ini dilabeli tiga T (Terisolir, Terbelakang, Termiskin).

Mudah-mudahan pada event yang akan datang Presiden dapat meluangkan waktu datang di Nias untuk meresmikan kepulauan Nias sebagai destinasi wisata.  Hal ini mengandung arti  bahwa pemerintah pusat melalui kebijakan yang dituangkan dalam bentuk keputusan “Kepulauan Nias Daerah Wisata”. Keputusan tersebut sungguh membawa harapan baru bagi masyarakat nias. Mengapa?  Sangat erat hubungannya dengan politik anggaran.

Dampak Positif Sail Nias

Lepas dari pro kontra atas pelaksanaan Sail Nias tersebut, tidak dapat dimungkiri bahwa pelaksanaan Sail Nias telah mendorong peningkatan perekonomian masyarakat Nias dengan banyaknya tamu yang datang dari luar Nias maupun dari Nias sendiri. Dengan kehadiran tamu dari luar maupun lokal, para pemilik: hotel/penginaan, rental mobil roda empat/dua, restoran/kedai/warung, toko souvenir, guide, salon, tukang jahit, pembuat spanduk/baliho, grup kesenian, dll., mendapat keuntungan yang sangat signifikan.

Rezeki mendadak ini tidak hanya raup oleh orang di Telukdalam sebagai tempat pembukaan Sail Nias. Akan tetapi seluruh daerah kabupaten/kota mendapat rezeki dan jasa. Sebab di masing-masing kabupaten/kota melaksanakan kegiatan sebelum pembukaan di telukdalam.

Misalnya, Kota Gunungsitoli melaksanakan perlombaan kesenian daerah, festival kopi, dll. Kabupaten Nias melaksanakan perlombaan voli pantai, turnamen memancing, dll. Kabupaten Nias Barat mengadakan turnamen lari, mendatangkan artis Cita Citata yang mengoyang Nias Barat, dll. Semua kegiatan di masing-masing daerah tersebut, secara langsung maupun tidak langsung mendorong peningkatan perekonomian masyarakat setempat.

Selain itu, ada dua daerah yang mendapat perhatian khusus panitia Sail Nias dan pemerintah pusat,  yaitu: Pertama, Kota Gunungsitoli mendapat perbaikan/pemeliharaan jalan terutama dari Bandara Binaka menuju kota Gunungsitoli dan dari pusat kota Gunungsitoli menuju Pelabuhan Angin Gunungsitoli telah diaspal hotmix dengan mulus. Sebelah barat tugu gempa dan sekitar taman Yaahowu ditata dengan rapi dan indah.

Kedua, Kota Telukdalam sebagian jalan utamanya, terutama dari pusat kota Telukdalam menjuju pelabuhan telah dihotmix dengan mulus. Juga, rumah-rumah penduduk sepanjang jalan tersebut dirapikan, sehingga ada kesan pengunjung bahwa masyarakat Telukdalam sudah siap menerima para tamu dan presiden.

Kedua daerah tersebut wajar mendapat perhatian khusus, karena presiden, menteri, gubernur dan tamu lainnya mendarat di Binaka, dan bisa saja presiden dan para menteri sebelum ke Telukdalam  ingin melihat kota Gunungsitoli dan kapal – kapal yang merapat di pelabuhan Angin Gunungsitoli. Pun pula, pengunjung  Sail Nias banyak juga lewat kapal laut dan berlabuh di pelabuhan Angin Gunungsitoli.  Sedangkan kota Telukdalam merupakan tempat pembukaan Sail Nias, selain dibuat rapi dan indah, juga, pengamanan diperketat karena kedatangan kepala negara.

Walaupun demikian, sepanjang jalan nasional yang melewati kabupaten Nias yang mengalami kerusakan  tidak luput  dari perbaikan dari Balai PUPR wilayah Sumut. Sementara kabupaten Nias Utara dan kabupaten Nias Barat, UPT Bina Marga Nias melakukan perbaikan di beberapi titik jalan provinsi yang kerusakannya sangat parah.

Semua itu merupakan bukti bahwa sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum hari H Sail Nias, di kepulauan Nias banyak kegiatan fisik maupun nonfisik, dengan demikian   peredaran uang bertambah. Kegiatan-kegiatan fisik maupun nonfisik di  wilayah tersebut  mendorong perekonomian masyarakat setempat, minimal menyerap sejumlah tenaga kerja.

Perlu Tindak Lanjut

Semangat membara masyarakat Nias atas Sail Nias merupakan beban berat dan tanggung jawab moral perintah pusat, provinsi, terutama pemerintah daerah di wilayah kepulauan Nias untuk menindaklanjutinya dengan menjadikan kepulauan Nias menjadi daerah wisata seperti Bali, Lombok, Bunaken (Sulut), Raja Ampat (Papua), dll. Atau sekurang-kurangnya seperti Danau Toba di Samosir-Prapat.

Hal ini baru bisa kalau pemerintah pusat menjadikan kepulauan Nias sebagai  Badan Otoritas Pariwisata. Sebagaimana pemerintah pusat telah menetapkan beberapa lokasi sebagai Badan Otoritas Pariwisata.Misalnya, Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu, Candi Brobudur, Mandalika, Pulau Komodo, dan Pulau Morotai. 

Penetapan suatu daerah sebagai Badan Otoritas Pariwisata (BOP) harus melalui Peraturan Presiden (Perpres), sehingga penganggarannya pada APBN dan APBD dasar hukumnya kuat. Penulis bukan pesimis, kalau kepulauan Nias belum ditetapkan sebagai BOP, maka perkembangan pariwisatanya akan jalan di tempat dan malah hanya membuang-buang energi dan anggaran.

Mengapa? Untuk menjadikan suatu daerah menjadi daerah wisata berstandar nasional, memerlukan biaya. Bukan hanya puluhan miliar rupiah, akan tetapi ratusan miliar rupiah bahkan bisa triliunan rupiah. Biaya sebesar itu dari mana? Mengandalkan APBD daerah? Impossible. Tidak mungkin!

Selain itu, wisawatan mau datang dan betah di suatu daerah wisata, kalau standar dasar terpenuhi, seperti infranstruktur:  jalan, hotel/penginan, air bersih, penerangan (listrik), keamanan, dll. Kalau mau bicara jujur dan apa adanya dari lima daerah di kepulauan Nias baru dua daerah yang telah memulai mempersiapkan infrastruktur dasar pariwisata dan menata lokasi pariwisata yaitu kota Gunungsitoli dan Nias Selatan (Telukdalam).

Kota Gunungsitoli yang merupakan kota tertua di pulau Nias, juga ibu kota kabupaten Nias sebelum pemekaran, telah banyak dikenal penggiat pariwisata dan memiliki beberapa tempat wisata yang telah tertata seperti Taman Yaahowu,Tugu Gempa dan Durian, Gua Togindrawa, Air Tenjun Humogo, dll. Museum Pusaka Nias yang berada di pusat kota Gunungsitoli juga sangat menarik perhatian para wisatawan karena tersedia beberapa barang kuno dan artefak peninggalan nenek moyang yang memiliki nilai budaya dan sejarah.   

Sementara Nias Selatan yang memiliki pantai Sorake yang terkenal dengan keindahan gelombang lautnya sekaligus menantang sangat digemari para peselancar mancanegara dan desa-desa adat yang tersusun rapi, salah satu diantaranya yaitu desa Bawömataluo yang dikenal dengan lompat batu, tari perang telah mendunia serta tari-tarian tradisional yang tetap dilestarikan, membuat wisatawan mancanegara tertarik mengunjunginya. Sedangkan tiga daerah lain tempat wisatanya masih dalam pembenahan yang memerlukan modal besar dan promosi yang terus menerus.       

Singkatnya, agar pariwisata di kepulaauan Nias berkembang harus ada komitmen kuat  para kepala daerah sekepulauan Nias, pemerintah pusat dan provinsi terutama dalam pengalokasian anggaran. Apalagi kalau pemerintah pusat melalui Kementerian Pariwisata mengusulkan kepada presiden agar kepulauan Nias menjadi BOP.

Jika demikian Sail Nias tidak hanya sekedar seremonial, melainkan merupakan dasar membangun pariwisata berstandar nasional maupun internasional, yang pada akhirnya bidang pariwisata merupakan sumber PAD karena dapat mendorong peningkatan ekonomi masyarakat. Semoga tulisan ini menjadi setitik terang di lorong yang gelap.

*) Penulis adalah Pemerhati Birokrasi di Pulau Nias; Bupati Kabupaten Nias Barat periode 2011-2016     

About the Author

Leave a Reply

*

Translate »