Pasang Surut Suara Partai Demokrat Sekepulauan Nias

Adrianus Aroziduhu Gulö | Dok. Pribadi

Oleh Adrianus Aroziduhu Gulö*

Pelantikan anggota DPRD sekepulauan Nias telah terlaksana dengan sukses di masing-masing kabupaten/kota. Kondisi ini menunjukan, bahwa selain memberikan kepercayaan kepada legislatif hasil pilihan rakyat untuk memperjuangkan kesejahteran masyarakat khususnya di daerah pemilihan (Dapil) masing-masing, juga menandakan riak-riak selama kampanye legislatif seperti: kampanye hitam, isu money politics, tipu daya, janji manis, tekan-menekan, cekal mencekal, dan adu domba, juga turut sirna.    

Adapun jumlah anggota DPRD yang telah mengucapkan sumpah/janji di masing-masing daerah, yaitu: Kabupaten Nias 25 orang, kabupaten Nias selatan 35 orang, kabupaten Nias Utara 25 orang, kabupaten Nias Barat 20 orang dan kota Gunungsitoli 25 orang. Mereka inilah yang telah diberi fungsi oleh undang – undang untuk melakukan legislasi, anggaran dan pengawasan. Ketiga fungsi ini dijalankan dalam kerangka representasi rakyat dari masing-masing daerah yang merupakan tugas mulia dan terhormat.  

 Tidaklah berlebihan kalau  anggota DPRD disebut jabatan terhormat karena fungsi, tugas dan wewenang serta hak-hak dan kewajibannya  telah diatur dalam undang-undang, bahkan anggota DPRD mempunyai hak imunitas. Inilah salah satu dasar mengapa kepala daerah selalu menyapa, menyebut dan memanggil anggota DPRD “yang terhormat.” Selain terhormat, juga,  bergengsi karena dianggap selevel dengan kepala daerah dan/atau  sekurang-kurangnya setaraf dengan pimpinan OPD (Organisasi Perangkat Daerah).

Coba bayangkan, syarat minimal menjadi kepala OPD sekurang-kurangnya sudah golongan IV/a dan untuk memperoleh pangkat IV/a minimal masa dinas 15 tahun. Sementara menjadi anggota DPRD hanya bermodalkan: Pertama, masuk kader partai politik dan diusulkn pimpinan parpol sebagai caleg. Kedua, punya modal/uang dan elektabilitas di dapilnya. Ketiga, ligat mengambil hati pemilih dan cerdik bergaul kepada lembaga pelaksana Pemilu di dapilnya. Keempat, memanfaatkan potensi keluarga dan kerabat. Kelima, mendapat suara terbanyak di internal partai (untung-untungan), dll.    

Suatu hal yang lumrah bahwa jabatan terhormat banyak peminat  termasuk kader-kader Partai Demokrat yang ada di wilayah kepulauan Nias. Mereka dengan berani mendaftarkan diri sebagai calon legislatif di masing-masing daerahnya. Namun modal berani saja untuk menjadi caleg tidak cukup. Perlu modal seperti tertulis di atas atau kiat-kiat lain yang sangat ampuh untuk mendulang suara. Kalau hanya berjuang normatif pasti hasilnya mengecewakan atau bahasa sindirannya, memalukan. Inilah nasib yang harus dialami oleh kader Partai Demokrat di beberapa Dewan Pimpinan Cabang (DPC) atau kabupaten/kota di wilayah kepulauan Nias yang sangat mengejutkan karena perolehan suaranya terjun bebas.

Sebagai bahan informasi sekaligus evaluasi disampaikan data  perolehan suara/kursi  Partai Demokrat pada pemilihan umum 17 april 2019 dan tahun 2014 di lima daerah sebagai berikut: Kabupaten Nias 7 kursi dari 25 kursi DPRD, sebelumnya 7 kursi; kabupaten Nias Selatan 4 kursi dari 35 kursi DPRD, sebelumnya 2 kursi; kota Gunungsitoli 4 kursi Dari 25 kursi DPRD, sebelumnya 6  kursi; kabupaten Nias Utara 2 kursi dari 25 kursi DPRD, sebelumnya 7 kursi; dan kabupaten Nias Barat 1 kursi dari 20 kursi DPRD, sebelumnya 7 kursi. Perolehan kursi DPRD di beberapa daerah mengalami penurunan yang sangat drastis.  Padahal, pada tahun 2014 hanya kabupaten Nias Selatan yang ketua DPRDnya bukan kader demokrat.  

Suatu Keprihatinan

Memperhatikan data  kursi Partai Demokrat di atas, boleh dikatakan, bahwa hanya satu daerah yang mendapat tambahan kursi DPRD yaitu Kabupaten Nias Selatan. Kabupaten Nias jumlah kursi  tetap, sedangkan tiga daerah lain perolehan kursi Partai Demokrat dapat disebut terjun bebas. Karena itu kader yang masih punya hati tentu sangat prihatin atas  penurunan kursi tersebut. Akan tetapi prihatin saja tidaklah menyelesaikan masalah, malah bisa menambah masalah. Apalagi kalau sesama kader saling menyalahkan.  Perlu upaya keras untuk mencari akar masalah.  Biasanya akar masalah bisa berasal dari internal partai. Karena itu perlu introspeksi semua kader dan pimpinan di masing-masing level.

Sebagai rasa keprihatinan penulis, menyampaikan  pengalaman empiris berkaitan erat dan diduga kuat menjadi salah satu penyebab  penurunan perolehan suara/kursi Partai Demokrat yang sangat drastis khususnya di  kabupaten  Nias Barat. Yaitu, terjadinya perebutan posisi ketua DPC saat Musyawarah Cabang (Muscab) pada 2017. Sebenarnya perebutan ketua DPC tidak akan terjadi atau sekurang-kurangnya pertarungan tidak terlalu ‘keras’ kalau oknum DPD tidak memberi ruang bagi ketua DPAC mengusulkan  yang “non kader” untuk mencalonkan diri menjadi ketua DPC PD Nias Barat.

Kondisi pra Muscab DPC PD Nias Barat, ceritanya panjang. Namun penulis mencoba mempersingkat saja sebagai berikut: Sebelum Muscab yang dilaksanakan secara serentak di Raya-Simalungun/Sumut, DPC PD Nias Barat bermusyarah mengenai siapa yang akan diusung sebagai calon ketua DPC PD periode 2017 – 2022. Dalam pertemuan tersebut 7 (tujuh) orang ketua DPAC menyarankan agar AAG besedia dicalonkan kembali.

Sebagai tindaklanjut hasil rapat, beberapa hari kemudian enam orang ketua DPAC memberi dukungan kepada AAG dalam bentuk surat pernyataan yang ditandatangani ketua DPAC di atas meterai yang cukup. Sayang, tidak lama kemudian, lima orang ketua DPAC membuat surat dukungan baru kepada seseorang non kader Partai Demokrat dan mencabut dukungan kepada AAG. Hal ini dilakukan setelah salah seorang ketua DPAC berkonsultasi kepada oknum ketua DPD PD Provinsi Sumatera utara.

Merespon kondisi tersebut ketua DPC mengundang rapat kembali seluruh pengurus harian dan para ketua DPAC. Dalam rapat tersebut AAG mengundurkan diri dan merekomendasikan NG sebagai calon ketua DPC. Semua yang hadir saat itu tidak ada yang keberatan. Akan tetapi karena ada oknum DPD yang diduga memberi angin segar bahwa non kader bisa mencalonkan sebagai ketua DPC, maka kelima ketua DPAC tetap bertahan mendukung non kader sampai hari “H” Muscab. Sehingga saling menyindir antara ketua DPAC sulit dihindari yang membuat situasi semakin tidak kondusif.

Penulis tidak mengetahui betul apa dasar DPP PD mengintruksikan DPD PD agar calon ketua DPC PD kabupaten Nias Barat diakomodir dari kader Partai Demokrat. Dengan kebijakan DPP PD tersebut saudara NG terpilih sebagai ketua DPC PD Nias Barat tanpa hambatan. Namun, 4 orang dari 5 orang ketua DPAC yang mendukung ketua DPC non kader kecewa dan meninggalkan Muscab tanpa permisi kepada panitia. Kekecewaan mereka tidak berhenti sampai disitu, melainkan mereka pindah partai.

Ketidaksolidan para kader, ambisi pribadi, dan ketidakkonsitenan, merupakan penyebab turunnya perolehan kursi/suara Partai Demokrat. Walaupun faktor lain masih ada seperti penetapan caleg tidak berdasarkan elektabilitan melainkan hanya memenuhi kuota terutama caleg perempuan, penetapan nomor urut, persediaan logistik caleg, perhatian hirarki partai, penguasaan wilayah, keberanian caleg, dll.

Selain prihatin, sikap kader juga sangat disayangkan, terutama mereka yang duduk di legislatif tidak solid dan bangga pada  kader partainya, melainkan mendukung non kader serta tidak konsisten pada keputusan partai yang telah dimusyawarahkan bersama sebelum Muscab. Sikap ini menunjukan tidak memahami etika partai, menjadikan partai barang dagangan, tidak bangga pada partainya, pembusukan dari dalam yang pada akhirnya menghancurkan partai. Itu tanda mental pengkhianat partai.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengawetkan ingatan akan hal-hal yang tidak menyenangkan, tetapi lebih dari pada ingin menjadikan peristiwa yang tidak menyenangkan tersebut sebagai bahan refleksi dan evaluasi. Karena bagi penulis tidak ada masalah yang tidak bisa diurai dan diselesaikan, ketika kita tetap mengedepankan akal sehat, taat asas/aturan/hukum, mengedepankan etika,  menghargai pendapat orang lain, membuka dialog dan bersandar pada iman yang kokoh serta mengedepankan hati nurani.

Mudah mudahan tulisan ini menjadi pembelajaran bagi banyak orang, terutama kader Partai Demokrat. Orang bijak mengatakan, “Hormati aturan, tetapi siaplah mengubahnya.” Selamat mengubah diri.

*) Penulis adalah Pemerhati Birokrasi di Pulau Nias, Bupati Kabupaten Nias Barat periode 2011-2016, Ketua DPC Partai Demokrat Kab. Nias Barat 2012 – 2017.

***

Catatan Redaksi:
Opini kolumnis adalah tanggungjawab penulis seperti tertera pada keterangan pada awal dan akhir artikel, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi Nias Satu.  

About the Author

Leave a Reply

*

Translate »