Menikah di Usia Anak, Mungkinkah?

Dr. Beniharmoni, S.H., LL.M.

Oleh: Dr. Beniharmoni Harefa, S.H., LL.M.*

“Anakmu bukanlah milikmu, …. Patut kau berikan rumah untuk raganya, tetapi tidak untuk jiwanya. Sebab jiwa mereka (anak) adalah penghuni masa depan yang tiada dapat kau kunjungi, sekalipun dalam impian….”

Kutipan di atas diungkapkan oleh Kahlil Gibran (1930), seorang pujangga Lebanon. Dia hendak menegaskan, bahwa anak merupakan harapan masa depan. Sebagai penghuni masa depan, dimana mereka memiliki impian dan harapan, sehingga tidak boleh dirusak oleh siapapun juga. Termasuk oleh orang-orang dewasa yang ada di sekitar anak.

Sebuah video viral akhir-akhir ini melalui media sosial, yang diduga dua orang pasangan sejoli. Diperkiran pasangan ini masih usia anak. Mereka diperhadapkan di depan orang-orang dewasa, seperti persidangan, dan ditanyakan perihal pertanggungjawaban.

Memang kita tidak tahu persis bagaimana cerita ini bermula, namun dalam video seolah kedua orang tersebut ditanyakan kesediaan untuk disatukan, yang berujung pada perkawinan. Video ini pun viral, dan disebarkan oleh banyak orang, bahkan kalimat-kalimat yang dilontarkan dalam potongan video itu, menjadi banyak status-status media sosial masyarakat Nias.

Penulis memahami, video ini viral, karena kalimat yang disampaikan oleh si anak perempuan dalam video tersebut, tidak sebanding dengan usianya yang masih anak. Bahkan dalam video sayup terdengar pula beberapa orang dewasa mempertanyakan, apakah hubungan laki-laki dan perempuan yang sedang disidang tersebut, dapat dilanjutkan ke jenjang pernikahan, “padahal mereka masih usia anak.”     

Perspektif Hukum

Menikah di usia anak, dimungkinkankah? Jawaban sederhana tentu “tidak.” Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, anak harus mendapatkan perlindungan, agar terpenuhinya hak-hak dasar anak seperti hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil, hak kesehatan, hak pendidikan dan hak sosial.

Tidak dimungkiri, perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan dapat menimbulkan tidak terpenuhinya hak-hak dasar, bahkan berpotensi anak menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Tidak jarang anak yang menikah di usia dini berujung pada perceraian. Menikah di usia anak, apa pun alasannya sebaiknya harus dihindari.

Batas usia perkawinan yang diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan semula mensyaratkan usia pria 19 tahun dan perempuan 16 tahun telah diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) RI. Diputuskan melalui Putusan MK RI Nomor 22/PUU-XV 12017, bahwa perlu melaksanakan perubahan atas ketentuan dimaksud. Melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maka Pasal 7 UU a quo diubah menjadi perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai 19 tahun.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 memang memberikan ruang apabila terjadi penyimpangan, penyimpangan yang dimaksud adalah apabila pria atau wanita belum berumur 19 tahun, maka Pasal 7 ayat 2 UU No 16 Tahun 2019 menegaskan orang tua pihak pria dan orangtua wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan Negeri dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.

Dalam penjelasan pasal 7 ayat 2 UU a quo, “alasan sangat mendesak” artinya keadaan tidak ada pilihan lain dan sangat terpaksa harus dilangsungkan perkawinan. “Bukti-bukti pendukung yang cukup,” artinya adanya surat keterangan yang membuktikan bahwa usia mempelai masih di bawah ketentuan dan adanya surat keterangan dari tenaga kesehatan yang mendukung pernyataan orang tua bahwa perkawinan tersebut sangat mendesak untuk dilaksanakan.

Tindakan yang Tepat

Kembali pada video yang sempat viral di kalangan masyarakat Nias, di atas bahwa tindakan yang tepat saat ini sebaiknya segera menghentikan penyebaran video dan berhentilah merisak (bully) mereka. Karena bagaimana pun itu akan berdampak pada pasangan yang masih usia anak tersebut.  

Lalu, perihal apakah mungkin bagi mereka untuk menikah masih usia anak? Apapun motif atau alasan yang melatarbelakangi pria dan wanita dinikahkan seperti pada video yang viral tersebut, sebaiknya perkawinan anak di bawah umur harus dihindari.

Akan tetapi sebagai jalan terakhir, UU Perkawinan tetap memungkinkan dan membuka ruang bagi pria atau wanita yang belum berumur 19 tahun dapat melangsungkan perkawinan. Hal ini dilakukan dengan syarat dan ketentuan sebagaimana tercantum pada pasal 7 ayat 2 UU Perkawinan yang menegaskan bahwa apabila di bawah usia 19 tahun maka dapat meminta dispensasi dengan alasan sangat mendesak disertai bukti pendukung yang cukup.

Meminta dispensasi tersebut dengan cara orangtua pihak pria dan wanita mendatangi Pengadilan Negeri dengan alasan mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup. Pemberian dispensasi dilakukan oleh hakim melalui Pengadilan Negeri berdasarkan pada semangat pencegahan perkawinan anak, pertimbangan moral, agama, adat dan budaya, aspek sosiologis, aspek kesehatan dan dampak yang ditimbulkan.

*) Penulis adalah Dosen FH UPN Veteran Jakarta;  Konsultan Ahli Pusat Kajian Perlindungan Anak Nias

About the Author

Leave a Reply

*

Translate »