Konser Virtual Suno Zo’aya 3 Berlangsung Sukses dan Diapresiasi Luas

Pujian “Lakhomi” oleh paduan suara gabungan dengan dirijen Arman Zalukhu (Dok. Panitia Suno Zo’aya 3 BKPN Jakarta)

NIASSATU, JAKARTA – Acara Suno Zo’aya 3 yang digelar oleh gereja Banua Keriso Protestan Nias (BKPN) Jemaat Persiapan Jakarta pada Sabtu, 8 Agustus 2020 malam berjalan sukses dan mendapat sambutan yang sangat baik. Acara tersebut digelar melalui live streaming di Facebook dan Youtube itu selama 1,5 jam.

Sambutan dan apresiasi positif bertebaran di kolom komentar dua saluran live streaming selama acara itu berlangsung maupun sesudahnya. Juga melalui pesan yang disampaikan kepada panitia secara langsung.

“Acara ini melampaui ekspektasi saya. Juga menaikkan standar penampilan pagelaran lagu-lagu rohani Nias ke level yang lebih tinggi. Sangat diberkati melalui acara ini,” ujar Samuel, salah satu yang mengikuti acara itu secara online kepada Nias Satu usai acara tersebut berakhir.

Berbeda dengan dua acara serupa sebelumnya, acara yang dipandu oleh Linauli Happy Christina Zega itu, kali ini digelar secara virtual/online mengingat kondisi pandemi Covid-19 yang masih belum mereda.

Acara dibuka dengan Hoho pembuka yang dipimpin oleh Kharisman Zagötö dan dilanjutkan dengan lagu Ö’ohedo Yawa Ba Dete Hili oleh Yurnalist Zagötö yang merupakan terjemahan dari lagu You Raise Me Up yang dipopulerkan oleh Josh Groban pada 2002 dengan latar situasi suram akibat pandemi Covid-19.

Di pengujung acara, diisi dengan lagu Ofanöwa Wa’aurigu oleh Laura Tamaela, seorang Ambon-Manado, yang merupakan terjemahan dari lagu I Know Who Holds Tomorrow dan lagu Lakhömi yang diterjemahkan dari lagu klasik Gloria In Excelsis Deo oleh paduan suara gabungan sekaligus menutup seluruh rangkaian acara.

Acara itu juga diisi kesaksian Wira Wasti, salah satu peserta yang berprofesi sebagai perawat di salah satu rumah sakit. Wira bercerita singkat tentang suka duka melayani para pasien pada masa pandemi ini.

Sedangkan renungan Firman Tuhan disampaikan di tengah acara oleh Ev. Nikolaus Dachi dengan tema “Rahmat-Nya Selalu Baru Tiap Pagi” yang dilandaskan pada kitab Ratapan 3:21-23.

Adapun para peserta yang ikut bernyanyi berasal dari dua kelompok besar, yakni Ormas/paguyuban, di antaranya, Gowirio, IWKN, PPN, Oseda, Suara Owo Nias, GPKN dan MDD.

Sedangkan dari unsur gereja/lembaga pelayanan/kampus di antaranya, Gereja Amin, Klinik Pratama Tabita – Gunungsitoli, Universitas Parahyangan – Bandung, GBI Filadelfia Jakarta, Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia, Badan Pelayanan Sinode GKI, Gereja Kristen Hosana Pademangan – Jakarta Utara, Perkantas, Gereja Kristus Petamburan, BNKP Jemaat Moi, BNKP Duria Kec. Gidö, GNKPI Jemaat Kasih – Nias Utara, GBI Batu Ceper, Bala Keselamatan – Palu, GPIA Adonasi – Cibubur, GBI Betlehem Taman Kencana, GKRI Comal Jawa Tengah, Gereja Kristus Apostolik Petra, BKPN Jakarta, BKPN PP Batu – Nias Selatan, BKPN Sisarahili Harenoro, BKPN Teluk Dalam, BKPN Nias, BKPN Bawönahönö dan BKPN Orahili.

Adapun seluruh lagu-lagu berbahasa daerah Nias yang dibawakan adalah: Ö’ohedo Yawa ba Dete Hili, Suno Zo’aya Samati Khö-Nia, Ma O’ö Ndra-Ugö Yesu, Irorogö Sokhö, Böi Rörö’ö, Ama, Halöwö-Mö ni Halö Ma, Dozi Ita Omuso-muso Dödö Da, Ofanöwa Wa’aurigu, Omuso-muso Dödö Zamati, dan Lakhömi.

Paduan Suara Gabungan

Tanda Kehadiran Gereja

Dalam sambutannya, Ketua Panitia Suno Zo’aya 3 Sofianus Manaӧ mengatakan, Suno Zo’aya 3 dirancang khusus sebagai bentuk kepedulian sosial kepada masyarakat yang terdampak Covid-19. “Sekaligus merupakan pelayanan pastoral gereja dalam situasi ini. Mengingatkan bahwa kita memliki Tuhan yang kaya rahmat sehingga ketika kita dalam keadaan yang susah, jangan putus asa karena rahmat-Nya cukup bagi kita,” ujarnya.

Sofi mengatakan, acara itu dipersiapkan setidaknya selama empat bulan. Melibatkan ratusan orang yang dilatih secara online dan beberapa di antaranya dilatih langsung namun dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

“Kesan pertama dari pelaksanaan acara tadi malam adalah solidaritas dan kekompakan seluruh panitia. Tidak ada yang mengeluh dan rela mengorbankan waktu, tenaga, biaya dari kantong peribadi hanya untuk mempersiapkan acaranya yg diadakan secara live,” ungkap Sofi.

Selain itu, kata Sofi, acara tadi malam menjadi kebanggaan tersendiri karena merupakan konser virtual pertama yang dilakukan oleh gereja yang berasal dari Nias dan gereja BKPN Jakarta menjadi pelaksanaanya. “Semoga juga gereja-gereja Nias, baik yang di Nias maupun di luar Nias juga bisa mencontohnya apalagi pada situasi pandemi sekarang yang sangat membatasi pergerakan kita,” papar dia.

Sementara Pendeta Jemaat BKPN Jakarta, Pdt. Novelman Wau mengatakan, suksesnya acara tadi malam tidak hanya pada persiapan dan penyajiannya. Tetapi juga pada dampak simbolik yang terjadi melalui acara itu.

“Saya melihat acara Suno Zo’aya 3 tadi malam selain dimaksud sebagai pujian penyembahan bagi Allah, acara ini juga mendemonstrasikan semangat oikumene masyarakat Kriseten Nias. Menyatukan orang-orang Nias dari berbagai aras gereja, ormas, dari berbagai wilayah di Indonesia, tidaklah mudah. Tetapi bila semalam itu bisa diwujudkan, bagi saya itu harapan bagi kesolidan kita Ono Niha,” kata dia.

Dia menambahkan, rangkaian acara Suno Zo’aya 3 juga memberi pesan kuat akan kepedulian terhadap pergumulan masyarakat akan pandemi covid-19. Sangat menyejukkan oleh karena di masa-masa sulit ini ternyata gereja mau hadir di tengah-tengah umat. Hal itu juga ditandai dengan pengumpulan dana donasi bagi yang terdampak Covid-19 yang ditransfer ke rekening yang telah disiapkan.

Paduan suara para Hamba Tuhan lintas gereja

Tiga Keunikan

Sementara itu, Creative Director acara itu, Doni K. Dachi mengungkapkan, dia dan timnya mengedit 334 video yang direkam secara terpisah oleh 198 peserta dan mengesetnya menjadi tampilan yang menarik seperti tampak pada saat penayangan acara itu secara langsung.

Menurut Doni, setidaknya ada tiga hal yang unik dari acara Suno Zo’aya 3 tadi malam. Pertama, bisa melibatkan unsur-unsur etnik Nias, seperti Hoho dan beta-beta niha yang dilakukan untuk pembacaan tema acara. Bagi Doni itu merupakan pengalaman unik karena tidak sekadar memasukkan unsur etniknya tetapi juga harus paham tentang unsur yang akan dipakai itu.

“Salah satu kesulitan adalah membuat liriknya. Baru disadari ternyata lirik lirik hoho itu mengandung banyak sekali ungkapan yang puitis, liriknya bukanlah sekedar bahasa Nias sehari-hari tetapi kata-kata pilihan yang juga terdengar indah saat dilantunkan. Tantangan banget buat kita untuk membuat liriknya agar bisa seperti hoho jaman dahulu,” jelas dia.

Hal kedua, kata Doni, ternyata bahasa Nias juga bisa dipakai untuk menyanyikan lagu klasik seperti lagu Gloria in Excelsis Deo yang diciptakan oleh Antonio Vivaldi.

Sedangkan hal ketiga, adanya penampil yang bukan orang Nias, namun bisa menyanyikan lagu Nias dengan baik. “Ini membuktikan bahwa bahasa Nias tidaklah sesusah itu, dan lagu-lagu berbahasa Nias seharusnya bisa dinikmati oleh kalangan yang lebih luas, tidak cuma orang Nias saja,” jelas dia.

Untuk menyaksikan secara lengkap acara Suno Zo’aya 3 tersebut bisa melalui link ini: https://www.youtube.com/watch?v=tTXyU6evJs0&feature=youtu.be. (ns1)

 

 

About the Author

Leave a Reply

*

Translate »