PNS Terlibat Kampanye Pilkada, Bolehkah?

Dr. Beni Harmoni, S.H., LL.M.

Oleh: Dr. Beniharmoni Harefa

Verba cum effectu accipienda sunt. Artinya, perkataan harus digunakan semestinya untuk menimbulkan dampak. Hal ini menunjukkan, betapa dahsyatnya suatu perkataan, hingga menimbulkan dampak. Itulah sebabnya perkataan harus digunakan sebagaimana mestinya agar tidak menimbulkan dampak yang dapat disalahgunakan.

Hal ini menjadi perenungan penting pada saat ini, menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, termasuk di Pulau Nias. Hiruk pikuk gelaran Pilkada Pulau Nias semakin memanas diprediksi akan berlangsung hingga Desember 2020 mendatang.

Tetapi, perlu diingat bahwa ada beberapa pihak yang dilarang oleh aturan perundang-undangan untuk ikut terlibat aktif dalam kampanye Pilkada. Termasuk di dalamnya adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota Polri, anggota TNI. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.

Pada 2017 misalnya, tiga PNS DKI Jakarta, terpaksa dijatuhi sanksi disiplin berat, diberhentikan dengan hormat, serta 33 orang lainnya dijatuhi sanksi disiplin sedang dan ringan, karena terbukti tidak netral pada saat gelaran Pilkada. Pada 2015 juga, sekitar 25 PNS di Kabupaten Bima terancam menerima sanksi disiplin karena ikut dalam kampanye salah satu pasangan calon Kepala Daerah.

Bentuk Perbuatan yang Dilarang

Berdasarkan Pasal 2 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan jelas mengatur, bahwa PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik.

Menindaklanjuti PP No 42 Tahun 2004, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), telah mengeluarkan Surat Edaran terkait netralitas ASN pada pemilihan umum termasuk Pilkada. Adapun bentuk perbuatan yang dilarang tersebut antara lain: a. PNS dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; b. PNS dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

Selanjutnya, c. PNS dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; d. PNS dilarang menghadiri deklarasi bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan atau tanpa menggunakan atribut bakal pasangan calon/atribut partai politik, e. PNS dilarang mengunggah, menanggapi atau menyebarluaskan gambar/foto bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah, visi misi bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah, maupun keterkaitan lain dengan bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah melalui media online maupun media sosial.

Kemudian, f. PNS dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan; dan g. PNS dilarang menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan partai politik.

Untuk menjamin efektivitas pelaksanaan Surat Menteri PAN RB ini, para pimpinan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah agar melakukan pengawasan terhadap Aparatur Sipil Negara yang berada di lingkungan instansi masing-masing.

Sanksi

Beragam sanksi yang mengancam Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) jika tidak menjaga netralitas dalam penyelenggaraan Pilkada. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Mulai dari sanksi hukuman disiplin ringan berupa teguran lisan hingga sanksi disiplin berat berupa pemberhentian sebagai PNS menanti ASN/PNS yang terlibat kampanye pilkada. Hukuman disiplin ringan berupa: a. Teguran lisan; b. Teguran tertulis; c. Pernyataan tidak puas secara tertulis. Hukuman disiplin sedang berupa: a. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; b. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan c. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.

Adapun hukuman disiplin berat berupa: a. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun; b. Pemindahan dalam rangka penurunan pangkat setingkat lebih rendah; c. Pembebasan dari jabatan; dan d. atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

Penjatuhan sanksi tentunya tidak serta merta, namun melalui berbagai proses. Dimulai dari laporan terhadap PNS yang bersangkutan, melalui Panitia Pengawas Pemilu (Panswaslu), hingga pembentukan Komite Etik ASN pada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementrian PAN RB, serta pelaksaan sidang dan pembuktian perbuatan terlarang yang telah dilakukan oknum PNS dimaksud.

Dalam hukum dikenal asas cogitationis peonam nemo patitur, tidak seorangpun dapat dihukum atas apa yang ia pikirkan. Namun apabila ia mewujudkan apa yang dipikiran melalui suatu tindakan, dan tindakan itu sudah dilarang oleh hukum, maka perbuatan itu akan memiliki konsekuensi, berupa sanksi atas apa yang telah diperbuat. Meski memang harus dilihat lagi kaitan antara perbuatan yang telah dilakukan, dengan niat (mens rea) dari si pelaku perbuatan.

Perlu diingat ada asas hukum acta exteriora indicant interiora secreta. Asas ini memiliki kedalaman makna bahwa tindakan-tindakan seseorang menggambarkan maksud yang terselubung di dalamnya. Maksud pembentuk aturan mengatur berbagai hal di atas, agar PNS tetap menjaga netralitas sebagai aparatur sipil Negara a quo pada gelaran Pilkada.

Namun ketika oknum-oknum PNS terus melakukan tindakan-tindakan terlibat aktif kampanye Pilkada, yang sudah jelas terlarang, maka dapat dipastikan ada maksud terselubung untuk memihak dan memiliki kepentingan tertentu, sehingga layak dijatuhkan sanksi sebagaimana telah diuraikan di atas.

Jadi, bolehkah PNS terlibat aktif dalam politik praktis termasuk Pilkada? Jawaban tegasnya: tidak boleh!

Harapan kita bersama, agar penyelenggaraan Pilkada, khususnya di Pulau Nias, PNS tetap menjaga netralitas. Tidak dimungkiri pada setiap gelaran Pemilu, termasuk Pilkada, dalam menentukan pilihannya masyarakat akan terlibat adu argumen, pandangan, komentar dan lain sebagainya, yang berpotensi membuat masyarakat terbelah dan terkotak-kotak. PNS sebagai abdi negara diharapkan tidak memperkeruh suasana tetapi tetap menjaga netralitas, demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

* Penulis adalah Dosen PNS Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta

About the Author

Leave a Reply

*

Translate »