KontraS: Proses Hukum Terpidana Mati Yusman Telaumbanua dan Rasula Hia Sarat Rekayasa

Koordinator Kontras Haris Azhar | okezone.com

Koordinator Kontras Haris Azhar | okezone.com

NIASSATU, JAKARTA – Proses hukum yang berujung vonis mati atas Yusman Telaumbanua dan Rasula Hia oleh Pengadilan Negeri Gunungsitoli dituding penuh rekayasa. Tudingan itu dikeluarkan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Senin (16/3/2015).

Dalam siaran persnya, Koordinator KontraS Haris Azhar menyebutkan, pihaknya menaruh perhatian besar atas kasus yang dialami Yusman dan Rasulah yang saat ini ditahan di Lapas Batu, Nusakambangan tersebut.

“KontraS menaruh perhatian besar terhadap kasus yang dialami oleh Yusman Telaumbanua [16 tahun] dan Rasulah Hia yang saat ini ditahan di Lapas Batu Nusakambangan. Keduanya divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gunungsitoli terkait dengan kasus pembunuhan berencana terhadap Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang dan Rugun Br Haloho di Gunungsitoli, Nias, Sumatera Utara, pada tanggal 24 April 2012, yang mana ketigannya merupakan majikan dari Yusman Telaumbanua, yang datang ke Nias untuk membeli Tokek,” ujar Haris di Jakarta, Senin (16/3/2015).

Haris menjelaskan, selama proses pemeriksaan, penyidik Polres Nias diduga telah melakukan pemalsuan data terkait usia Yusman Telaumbanua, serta selama proses hukum tidak ada satu saksi dalam peristiwa pembunuhan tersebut yang menujukan keterlibatan kedua orang terdakwa, sehingga keterangan dalam proses hukum hanya didasarkan pada pengakuan kedua orang terdakwa.

“Pihak penyidik sebenarnya sudah mengantongi nama – nama pelaku yang hingga tahun 2012 telah ditetapkan sebagai DPO oleh Polres Gunungsitoli, namun hingga saat ini tidak ada kejelasan terkait proses pencarian terhadap pelaku sebenarnya yang telah ditetapkan sebagai DPO,” kata dia.

Haris menjelaskan, pihaknya telah bertemu dengan kedua terpidana di Lapas Batu. Dalam pertemuan itu, salah seorang terpidana, Rasula Hia mengalami depresi berat dan diduga mengalami gangguan jiwa terkait proses hukum yang telah dialaminya yang berujung pada vonis mati.

Berikut adalah bukti-bukti rekayasa yang ditemukan oleh KontraS dalam kasus tersebut:

  1. Tidak adanya pendamping hukum/kuasa hukum terhadap kedua orang terdakwa pada saat proses pemeriksaan ditingkat penyidikan, mengingat kedua orang terdakwa disangkakan dengan pasal yang ancaman hukumannya diatas 5 [lima] tahun penjara dan maksimal adalah hukuman mati. Pendampingan hukum merupakan hak yang harus diberikan kepada tersangka atau terdakwa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 56 Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana [KUHP], dimana tersangka atau terdakwa yang diancam dengan pidana penjara 15 tahun atau lebih atau pidana mati atau tersangka atau terdakwa yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun, pejabat yang bersangkutan pada setiap tingkat pemeriksaan wajib menunjuk advokat dengan cuma-Cuma.
  2. Adanya tindakan penyiksaan oleh aparat penegak hukum agar kedua tersangka mengakui perbuatannya, berdasarkan kesaksian kedua terdakwa, yaitu Yusman Telaumbanua dan Rasulah Hia. Keduanya mengakui bahwa selama proses penyidikan baik di tingkat kepolisian maupun kejaksaan, telah mendapatkan tindakan penyiksaan yang bertujuan agar keduanya mengaku sebagai pelaku pembunuhan berencana sebagaimana yang disangkakan oleh pihak penyidik. Bahwa praktik – praktik penyiksaan dalam proses penyidikan tersebut telah melanggar ketentuan Konvensi Anti Penyiksaan [CAT] yang menyatakan bahwaalat bukti yang didapat dari penyidikan  yang dilakukan dengan penyiksaan, merupakan alat bukti yang tidak dapat digunakan dalam persidangan.
  3. Keengganan aparat penyidik untuk menggali fakta-fakta peristiwa dari alat bukti lainnya, sehingga fakta yang diperoleh hanya berdasarkan pengakuan kedua terdakwa yang disampaikan dalam tekanan dan ancaman penyiksaan. Apalagi dalam proses penyidikan, tidak ada seorang saksipun yang menguatkan bahwa Yusman Telaumbanua dan Rasulah Hia terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap ketiga orang korban. Sementara itu, empat orang yang diduga sebagai pelaku utama dari peristiwa pembunuhan tersebut yakni Amosi Hia, Ama Pasti Hia, Ama Fandi Hia dan Jeni [namanya disebut dalam berkas perkara kedua orang terdakwa], sejak terjadinya peristiwa pembunuhan hingga saat ini masih belum ditangkap oleh pihak Polri.
  4. Tidak adanya penterjemah bahasamulai dari proses penyidikan hingga proses persidanganberlangsung, mengingat kedua orang terdakwa tidak cakap dalam menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar;
  5. Adanya pemalsuan identitasYusman Telaumbanua oleh aparat penyidik, sebagaimana pengakuan yang disampaikan oleh Yusman Telaumbanua, yang pada saat dijatuhi hukuman mati oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Gunungsitoli, usianya masih 16 [enam belas] tahun. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 6 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup.
  6. Adanya perubahan motif pembunuhan terhadap ke-3 orang korban pada proses persidangan, mengingat motif awal dalam proses penyidikan kedua orang terpidana dipaksa untuk mengakui motif pembunuhan dikarnakan uang pembelian tokek sebesar Rp. 500.000.000,- [lima ratus juta rupiah] yang dibawa oleh korban, namun dalam proses persidangan motif tersebut berubah dikarnakan motif tersebut tidak terbukti dan diganti dengan motif penjualan kepala korban sebagi jimat.

Seperti diketahui, keduanya ditangkap dalam kasus pembunuhan tiga orang yakni, Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang, dan Rugun Br Halolo pada April 2012. Ketiganya datang dari Medan ke Nias untuk membeli tokek dari kedua terpidana tersebut. Saat tiba di Nias, ketiganya dijemput oleh empat orang tukang ojek. Namun tragis, ketiganya tidak sampai tempat tujuan karena diduga dibunuh oleh keempat tukang ojek itu secara sadis.

“Diduga 3 orang ini membawa uang ratusan juta, makanya dibunuh. Tapi setelah dibunuh mereka tidak mendapatkan uangnya, karena mereka tidak membawa uang ratusan juta, hanya membawa tujuh juta. Keluarga korban pun mengetahui mereka hanya membawa uang tujuh juta,” Koordinator KontraS Haris Azhar.

Yusman dan Rasula sendiri ditangkap polisi tiga bulan kemudian. Sedangkan empat orang tukang ojek tersebut belum ditemukan sampai saat ini.

Sampai berita ini ditayangkan, Nias Satu masih berusaha mendapatkan konfirmasi atau tanggapan pejabat Polres Nias atas kesimpulan lembaga yang didirikan oleh almarhum Munir tersebut. (ns1)

About the Author
  1. Pingback: Nias Satu » Menteri Yasonna Instruksikan Yusman dan Rasula Dipindah ke Medan

  2. jejo Reply

    mati di bayar mati

  3. Alaiaro Nduru,SH Reply

    Proses penangkapan di Riau Kab.RokanHulu Tambusai Utara di PT.Torganda,dimana penangkapan dugaan pelaku pembunuhan sadis itu,tidak mendapatkan fakta pelaku yg diduga pelaku pembunuhan yaitu penangkapan Ama Mawar Telaumbanua,dan setelah proses maka Ama Mawar Tel. Dipulangkan ke kebun Karya perdana KT I PT.Torganda,saya sendiri menangkap Ama mawar ini dimana saat itu saya sebagai Security dikebun itu,jadi saya setuju bila kasus ini di adakan peninjau ulang atas vonis yg dijatuhkan kepada terdakwa

  4. Pingback: Nias Satu » Yusman Telaumbanua dan Rasula Hia Kini Ditahan di LP Tangerang

  5. Pingback: Nias Satu » KontraS Resmi Ajukan Peninjauan Kembali Atas Vonis Mati Yusman Telaumbanua

  6. Pingback: Nias Satu » 25 Juli, Persidangan Pertama PK Yusman Telaumbanua Digelar di PN Gunungsitoli

Leave a Reply

*

Translate »