Ini Kisah Terpidana Mati Yusman Telaumbanua Terpaksa Berusia 19 Tahun
NIASSATU, JAKARTA – Terpidana mati Yusman Telaumbanua berkukuh bahwa usianya saat ditangkap oleh Polres Nias dalam kasus pembunuhan tiga pembeli tokek adalah 16 tahun dan bukan 19 tahun.
Kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise dan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait yang mengunjunginya di Lapas Batu Nusakambangan, Rabu (25/3/2015) Yusman kembali menegaskan hal itu.
Sepulang dari LP Batu Nusakambangan, Arist menjelaskan, pihaknya banyak mendengar kronologis terjadinya peristiwa saat ini dimana Yusman divonis mati sementara usianya sebenarnya tidak memenuhi syarat hukum.
“Banyak hal yang dia sampaikan kepada kami selama ini belum disampaikan ke media,” ujar Arist kepada Nias Satu, Rabu (25/3/20105).
Arist menjelaskan, yang paling substansial dari pembicaraan dalam pertemuan tersebut adalah soal usia Yusman. Kepada Arist dan Menteri Yohana, Yusman mengungkapkan bahwa sejak dia ditangkap di Riau sudah mengatakan kepada aparat Polres Nias bahwa usianya 16 tahun. Dalam pemeriksaan, diakui Yusman dia tidak didampingi penasihat hukum dan penerjemah.
“Dalam pemeriksaan itu, dia mengatakan bahwa usianya 16 tahun tapi dipaksa untuk mengatakan usianya di atas 19 tahun. Dia mengakui dalam pemeriksaan itu dia dianiaya, diinjak, dipukuli. Akhirnya, dia bilang, terserah mau buat berapapun (usianya) terserah. Hal itu dilakukannya guna menghindari kekerasan kepada dirinya,” jelas Arist.
Tak berhenti sampai di situ, ketika berkas dilimpahkan ke kejaksaan, Jaksa juga menanyakan usia Yusman.
“Di Kejaksaan juga dia ditanya hal serupa. Ketika ditanya, dia bilang “Percuma saja kalau saya bilang 16 tahun nanti saya dipukuli lagi. Tapi usia saya memang 16 tahun”. Ketika ditanya lagi kenapa di sini tercatat 19 tahun, Yusman menjawab ” Saya tidak tahu siapa menulis seperti itu”. Intinya, dia konsisten memastikan usianya 16 tahun,” jelas dia.
Arist melanjutkan, ketika di persidangan, Majelis Hakim kembali menanyakan usianya dan Yusman mengatakan bahwa percuma dia mengatakan usianya karena takut dia akan dipukuli lagi.
“Tapi ketika diyakinkan hakim untuk mengatakan yang sebenarnya dan diyakinkan bahwa di persidangan itu tidak ada polisi, Yusman mengatakan bahwa usianya 16 tahun. Namun, kemudian hakim kembali menanyakan usia Yusman kepada penyidik,” papar dia.
Tak Paham Hukuman Mati
Arist memastikan, semua keterangan yang diperolehnya tidak berbeda dengan keterangan serupa yang pernah diberikan kepada Menkumham Yasonna saat bertemu mereka di LP Batu Nusakambangan akhir tahun lalu.
“Dia itu trauma sekali kalau setiap kali dia bicara usianya sampai ketika di pengadilan. Dia berulang-ulang mengatakan dia 16 tahun. Dia bahkan bisa menunjuk teman-teman SDnya, yang seusia. Karena setiap kali dia ditanya soal usianya, dia dipukuli. Akhirnya dia bilang terserahlah mau berikan usianya berapa. Dia mengatakan begitu karena tidak paham bahwa itu akan berpengaruh bagi dia dalam proses hukum selanjutnya, pada vonisnya. Yusman menunjukkan kepada kami pelipisnya yang terluka dan bekas-bekas penyiksaan lain yang dialaminya selama proses hukum itu,” paparnya.
Menurut Arist, dalam persidangan, Majelis Hakim juga tidak mempertimbangkan rekomendasi dari Badan Pemasyarakatan (Bapas) mengenai kondisi Yusman. Bahkan, saat pembacaan vonis, Yusman tidak didampingi penerjemah sehingga ketika dibacakan, Yusman tidak tahu apa yang dimaksud dengan hukuman mati dalam putusan itu.
“Waktu pembacaan vonis dia tidak didampingi penerjemah sehingga dia tidak tahu apa itu hukuman mati. Dia baru tahu apa itu hukuman mati ketika berada di LP Nusakambangan dan berada dalam sel yang sama dengan terpidana mati lainnya,” tutur dia.
Bentuk Tim Independen
Arist mengatakan, pihaknya akan merekomendasikan dan mendesak Menkumham agar segera memindahkan Yusman ke LP Tanjung Gusta, LP dimana sebelumnya dia ditahan bersama abang iparnya yang juga divonis mati dalam kasus yang sama, Rusula Hia. Dengan tinggal di LP Tanjung Gusta akan memudahkan proses penyiapan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas vonisnya.
Terkait usia Yusman, Arist juga mengusulkan dibentuk tim independen untuk menilai dan menentukan usia Yusman yang sebenarnya. Menurut dia, bila data baptis tidak cukup, maka bisa menggunakan data raportnya.
Dia mengatakan, penanganan vonis Yusman tersebut tidak boleh ditangani secara sendiri-sendiri, misalnya oleh Mabes Polri saja. Tetapi harus ada tim independen yang melibatkan berbagai pihak terkait guna memastikan hasilnya komprehensif.
“Kita rekomendasikan tim independen untuk periksa batas usianya itu. Tidak boleh sendiri-sendiri. Kita minta Menkumham Yasonna untuk membentuk tim independen yang libatkan banyak orang. Polisi tidak bisa sendiri melakukan pemeriksaan,” kata dia.
Dia menjelaskan, secara postur fisik, dari pengamatannya Yusman memang masih muda sekali. Mendukung bahwa usianya saat itu masih 16 tahun. Guna lebih meyakinkan, apalagi bila data surat baptis dan raportnya tidak bisa diandalkan, maka pihaknya mengusulkan penilaian melalui X-Ray tulang.
“Bila kedua hal itu tidak bisa, maka kami rekomendasikan melakukan X-Ray tulang. Itu bisa dilakukan untuk lebih meyakinkan,” kata dia.
Tak berhenti dengan kunjungan ke LP Nusakambangan, Komnas PA juga akan menindaklanjutinya dengan mendatangi keluarga kedua terpidana, baik di Nias maupun di Riau untuk melakukan verifikasi.
Polres Nias sendiri telah membantah adanya rekayasa dalam proses hukum tersebut, termasuk dugaan pemalsuan tahun kelahiran Yusman dan penganiayaan. (Baca: Polres Nias Bantah Rekayasa Kasus Terpidana Mati Yusman Telaumbanua dan Rasula Hia). (ns1)
Pingback: Nias Satu » KontraS Resmi Ajukan Peninjauan Kembali Atas Vonis Mati Yusman Telaumbanua
Pingback: Nias Satu » KontraS: Masyarakat Harus Kritis Saat Jalani Proses Hukum
Pingback: Nias Satu » 25 Juli, Persidangan Pertama PK Yusman Telaumbanua Digelar di PN Gunungsitoli
Pingback: Nias Satu » KontraS akan Hadirkan Saksi Ahli Buktikan Yusman Masih di Bawah Umur Saat Kejadian