CATATAN AKHIR TAHUN 2015
Edukasi, Media dan Palu Godam Kesadaran Politik Warga Nias
Oleh Etis Nehe*
Bermula sekitar 3 tahun lalu, ketika masa jabatan para kepala daerah di Pulau Nias sudah berjalan dua tahun. Saya mulai mengajak diskusi beberapa teman asal Nias dari berbagai profesi untuk mencerna kondisi yang sedang terjadi di Pulau Nias dan bagaimana seharusnya menyikapinya.
Ya, masa dua tahun itu, meski belum separuh masa jabatan, namun tanda-tanda ketidakefektifan kepemimpinan para kepala daerah sudah mulai terlihat. Banyak janji di kampanya Pilkada pada 2010 lalu yang benar-benar menjadi janji dan omong kosong belaka. Berbagai program pembangunan yang pernah dijanjikan tak kunjung nyata.
Sebaliknya, satu per satu konflik internal di Pemda juga mulai bermunculan. Satu per satu juga kasus mulai nampak di permukaan. Mulai dari kasus gaya kepemimpinan yang arogan, kekecewaan tim sukses karena tidak dapat jatah proyek, dugaan upaya memperkaya diri dan keluarga, ‘tradisi’ buang pejabat yang tidak disukai dan angkat pejabat bermental ‘asal bapak senang’ hingga satu per satu pejabat dan kepala daerah mulai ‘rutin’ bertandang ke kantor penegak hukum, setidaknya di kepolisian dan kejaksaan.
Pada satu tahun pertama pemerintahan para kepala daerah di Pulau Nias, secara pribadi, saya memanfaatkan profesi saya sebagai jurnalis untuk mengekspos hal-hal positif yang diagendakan dan dilakukan para kepala daerah di Nias. Bahkan, memanfaatkan relasi yang saya miliki secara positif dengan secara diam-diam mempromosikan beberapa kegiatan/program daerah ke pejabat atau lembaga di pusat. Ada yang berhasil, tapi juga ada yang kandas karena tidak ditindaklanjuti oleh aparat pemda.
Dengan itu, saya berharap, harapan positif terus dibangun di tengah pesimisme akut berpuluh tahun sebelumnya. Apalagi, sebagian besar atau tiga daerah di Pulau Nias, yakni Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias Barat dan Kabupaten Nias Utara adalah daerah otonomi baru dan untuk pertama kalinya memiliki kepala daerah definitif. Harapan lainnya, dengan ekspos-ekspos positif itu para kepala daerah diikat untuk konsisten karena terawasi secara positif. Berita-berita positif itu terutama dapat dibaca di situs NiasOnline.Net.
Namun, di tahun kedua, saya pun merasa kecewa. Banyak informasi kekecewaan yang saya terima sebelumnya dan saya anggap sebagai rumor belaka, mulai menunjukkan arah lain, ternyata terbukti benar. Dan ironisnya, para pemain itu adalah orang-orang yang dahulu diharapkan menjadi motor utama pembangunan dan perubahan Pulau Nias yang terakselerasi.
Memang, ketidakefektifan kepemimpinan itu ada yang karena terlalu hati-hati, kurang cekatan, kurang kreatif, dan hal lain lagi. Tapi, soal kekurangcekatan ini, hanyalah porsi kecil saja. Porsi terbesar justru karena dugaan terlibat permainan anggaran dan jabatan untuk kepentingan sendiri, keluarga dan kelompok. Bahkan, ada kepala daerah yang pecah kongsi dan tak lagi akur jelang habis masa jabatan.
Galau dengan situasi itu, saya mulai sering bertukar pikiran dengan banyak kalangan masyarakat Nias. Tentu saja secara informal. Dari masyarakat di kampung, mahasiswa, pegiat media, tokoh masyarakat di Pulau Nias dan di rantau hingga anggota dan pimpinan DPRD dari semua wilayah di Pulau Nias secara insidentil.
Diskusi informal itu ada yang langsung dalam pertemuan empat atau beberapa mata, diskusi terbatas, seminar maupun via diskusi online: chatting FB, WA, BBM, dan telpon. Secara paralel, saya juga mulai membangun wacana dengan menularkan kegalauan itu melalui berbagai artikel di beberapa situs media online Nias, yakni, NiasOnline.Net, NiasSatu.Com, Nias-Bangkit.Com dan kini Kabarnias.Com. (Kumpulan artikel di NiasOnline.Net dan NiasSatu.Com bisa dilihat di sini: https://goo.gl/ZqeUBs)
Dalam dua tahun terakhir, pemikiran-pemikiran itu juga disalurkan melalui Seminar Pengembangan Kepemimpinan, Kewirausahaan dan Kerohanian (LEAD Center) Nias dan kemudian menjadi LEAD Center Indonesia yang didirikan oleh motivator terkenal asal Nias Utara, Eloy Zalukhu. LEAD Center sendiri dirancang untuk melatih para pemuda-pemudi Nias, khususnya yang sedang kuliah dan bekerja di Jabodetabek untuk menjadi calon-calon pemimpin Nias pada tahun-tahun mendatang. Keprihatinan atas kondisi Nias saat ini salah satu pertimbangan pembentukan lembaga pelatihan itu.
Kala mulai membagikan pemikiran itu, awalnya saya sering mendapat tanggapan yang tak cuma mengecewakan, tapi juga memilukan. Beberapa karena alasan yang masuk akal, dan sebagian karena alasan yang tak jelas dan cenderung tidak mau tahu, tidak mau repot.
“Ah, biarkan saja mereka Pak Nehe, apalah kita ini. Kita berada di luar sistem dan juga di luar Nias. Kita tidak bisa berbuat apa-apa.”
“Pak Nehe, itu biarlah masyarakat kita sendiri yang merasakan akibatnya karena dulu memilih tidak bertanggungjawab, melihat duit bukan orangnya. Ini akibat sikap masyarakat kita sendiri.”
“Pak Nehe, Pilkada masih lama (lebih 2 tahun lagi). Tidak perlu repot-repot dari sekarang.”
“Pak Nehe, berapalah peran kita ini. Kita jauh dari Nias dan tidak punya hak suara di sana. Upaya kita tidak akan efektif.”
“Pak Nehe, Pilkada atau politik itu soal siapa banyak duitnya. Jadi, kalau kita cuma bicara-bicara saja di sini tidak akan ada efeknya nanti pada saat Pilkada.”
Dan masih banyak lagi. Itulah beberapa tanggapan negatif dan penuh pesimisme yang saya terima kala itu.
Saya hanya tersenyum saja sambil berusaha meyakinkan sebanyak mungkin orang bahwa tetap bisa berbuat sesuatu, bahkan meski sangat kecil sekalipun, secara jumlah. Sekecil apapun kontribusi itu pasti akan memengaruhi situasi. Dan itu harus dimulai dari perubahan paradigma sendiri, meninggalkan pesimisme itu dan ikut bersama-sama membangun paradigma baru mengenai masa depan Nias yang baru dan lebih baik.
Dari situ kemudian, menularkannya kepada teman, dan terutama keluarga yang ada di Pulau Nias, yang memiliki hak suara. Minimal, dengan mendapatkan informasi yang lengkap dan argumentasi yang jelas dari anak dan kerabat mereka di perantauan, yang memiliki informasi lebih banyak mengenai konteks politik yang berlangsung, keluarga di kampung akan tertolong membuat pilihan-pilihan bertanggungjawab. Itu saja targetnya. Sesedehana itu.
Seminar LEAD Center
Pada 15 Desember 2013, ketika LEAD Center Nias memulai seminar perdananya, saya yang juga mewakili redaksi situs NiasOnline.Net menyebarkan gagasan penyadaran itu. Saat itu, dalam seminar perdana yang dihadiri ratusan mahasiswa/i dan pemuda/i Nias di Jabodetabek tersebut saya membawakan materi ‘Potret Kepemimpinan Nias Saat Ini dan Harapan ke Depan.‘
[Artikel yang lebih komprehensif dengan judul yang sama diulas di situs Nias-Bangkit.com sebagai catatan akhir tahun 2013 website itu tentang perkembangan Pulau Nias. Sayangnya situs tersebut sudah berhenti beroperasi dan websitenya juga sudah mati total. Artikel itu hanya bisa diakses di link ini: https://web.archive.org/web/20140702173826/http://www.nias-bangkit.com/2013/12/potret-kepemimpinan-di-nias-saat-ini-dan-harapan-perbaikan-ke-depan/]
Pembicara lain dalam seminar itu adalah Apolonius Lase (redaksi www.nias-bangkit.com saat itu dan kini Pemimpin Redaksi Kabarnias.com) dengan topik ‘Peran media dalam mengawal dan Mewujudkan Nias Bersih dan Mandiri’; Fotuho Larosa (CEO PT. Global Dispomedika) dengan topik ‘Leadership in the Marketplace’ dan Pdt. Eliyunus Gulö, Staf Senior Perkantas dan BPMS GKSI dengan topik ‘Spiritual Maturity.’ Acara itu dimoderatori oleh Eloy Zalukhu yang juga dikenal sebagai Theocentric Motivator.
Tak berhenti sampai di situ, selain pendekatan pribadi, juga menghimpun gagasan dari representasi masyarakat Nias tentang harapan mereka mengenai masa depan Nias dan bagaimana menyiapkan masyarakat Nias untuk keadaan baru, berkaca dari situasi saat ini. Karena itu, melalui redaksi NiasOnline.Net menghimpun beberapa gagasan itu dengan mewawancarai dan meminta tulisan artikel dari beberapa orang di bawah tema besar Apa Kata Mereka Mengenai Pemimpin yang Layak untuk Nias? Beberapa yang memberikan buah pikirannya di antaranya Dr. Hekinus Manaö, Turunan Gulö, Pastor Postinus Gulö, dan Fenueli Zalukhu.
Dan itu terus berlanjut. Ketika persiapan tahapan Pilkada mulai berjalan berbagai topik edukasi terus dicetuskan. Di antaranya, saat itu, juga melalui seminar LEAD Center mulai mengagas kontribusi apa yang bisa dilakukan masyarakat Nias dalam memilih kepala daerah yang sesuai harapan, yang saya singkat dengan 3 D, yakni, akronim dari Doakan, Dorong dan Dukung. Artikelnya bisa dibaca di sini: Ayo…! Doakan, Dorong dan Dukung Orang Baik Memimpin Nias.
Poinnya adalah: berdoa agar Tuhan mengutus orang-orang yang baik dan layak untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Lalu, orang-orang yang memiliki kelayakan tersebut, harus didorong untuk maju dan mencalonkan diri karena ada yang layak namun tidak percaya diri untuk maju karena merasa tidak memiliki basis dukungan politik di masyarakat. Dan terakhir, bila orang-orang baik ini telah mencalonkan diri, maka wajib diberikan dukungan, di antaranya dengan ikut terlibat secara sukarela mempromosikannya.
Lalu, ketika kami memulai situs berita www.NiasSatu.com pada akhir September 2014, gagasan itu terus dikembangkan dengan memunculkan materi-materi edukasi politik kepada masyarakat Nias yang kemudian disebar secara luas melalui berbagai akun di media sosial di Facebook dan Twitter.
Beberapa pemikiran itu, di antaranya berasal dari Eloy Zalukhu dan para mahasiswa/i asal Nias peserta LEAD Center. Bahkan, pada jam-jam pertama pemungutan suara, saya menulis artikel pamungkas ini: Selamat Memilih, Selamat Menentukan Nasib Sendiri (Panduan Memilih).
Intinya, strateginya adalah dua hal ini. Pertama, harus ada kesadaran bersama yang secara simultan harus dibangun dan ditumbuhkan dengan menargetkan warga Nias yang berada di perantauan, berpendidikan, berwawasan luas dan memiliki akses lebih besar untuk mendapatkan informasi perkembangan terbaru mengenai perpolitikan Nias dibanding orang-orang Nias sendiri yang tidak memiliki akses itu karena berbagai keterbatasan. Baik pengetahuan maupun akses informasi melalui internet.
Kedua, warga Nias yang telah memiliki kesadaran untuk berkontribusi mengubah masa depan Nias melalui Pilkada serentak pada 9 Desember 2015 tersebut, didorong secara aktif meneruskan, menyebarluaskan pemikiran-pemikiran jernih itu: “pilih calon kepala daerah yang antikorupsi, berintegritas dan hal-hal positif lainnya” kepada rekan sesama orang Nias di perantauan maupun di Pulau Nias. Lalu, secara simultan juga membagikan informasi itu kepada keluarga dan kerabat di kampung-kampung.
Intinya, edukasi itu harus dilakukan dengan melakukan sebanyak dan sesering mungkin pemasokan informasi dan wacana positif dan konstruktif kepada warga Nias di perantauan dan selanjutnya melakukan hal yang sama kepada keluarga dan kerabatnya di kampung-kampung di Pulau Nias.
Dari pantauan di internet maupun dalam berbagai pertemuan dengan komunitas masyarakat Nias, terjadi hal yang menggembirakan, begitu banyak yang melakukan hal serupa secara sukarela. Hingga hari “H” Pilkada, aneka himbauan, nasihat, petunjuk, arahan dan bentuk lain edukasi itu bertebaran massif saban hari di media sosial maupun dalam pembicaraan antar orang Nias di berbagai pertemuan. Di Pulau Nias sendiri, antusiasme warga mengawal langsung pelaksanaan Pilkada juga sangat tinggi.
Hasilnya, dengan tidak mengklaim keseluruhannya, – dan itu memang tidak mungkin, karena ada banyak faktor yang ikut berkontribusi – tapi saya yakin, kontribusi warga Nias yang telah teredukasi itu, termasuk yang di perantauan menjadi penyebab hasil yang mengejutkan dalam Pilkada Nias pada 9 Desember 2015 lalu dimana, tidak tanggung-tanggung, empat kepala daerah yang terpilih adalah orang baru. Menumbangkan massal empat kandidat petahana. (Baca: Rakyat Berani Bersikap, 4 Kepala Daerah Petahana di Nias Tumbang)
Hasil lengkap akhir Pilkada di Pulau Nias | Nias Satu
Palu Godam Kesadaran
Kesadaran masyarakat Nias mengenai nasib mereka dalam politik menuntun mereka mengambil keputusan yang berhasil mengubah hasil akhir, berbeda dengan estimasi awal yang banyak dijadikan alasan pesimisme.
Mungkin tidak melulu karena alasan kepala daerah yang sedang memimpin berkinerja buruk atau terlalu buruk. Tapi, semata karena merasa perlu yang lebih gesit dan nyaman diajak bekerja sama mempercepat pembangunan Nias sebagai respons atas situasi terkini yang butuh sentuhan kreatifitas, kecepatan dan juga integritas. (Baca: Jokowi Tetapkan 4 Kabupaten di Pulau Nias Sebagai Daerah Tertinggal)
Dari sini kita bisa belajar bahwa setiap warga Nias meski sesedikit pun jumlahnya tetap bisa berkontribusi penting mengubah situasi dan masa depan Nias. Kita juga belajar bahwa kekuatan paradigma sehat dan jernih, meski butuh upaya yang konsisten (setidaknya selama dua tahun terakhir), ternyata sanggup mengubah konstelasi politik dan orientasi kepemimpinan di Pulau Nias.
Kita juga belajar bahwa kini masyarakat Nias telah memulai sebuah kebiasaan politik baru berdasarkan pemahaman dan kesadaran yang logis dimana mereka tidak mau lagi sembarangan memilih pemimpin mereka. Mereka kini tahu bahwa mereka memiliki kekuatan untuk mengubah situasi, menaikkan dan menjatuhkan penguasa sesuai yang mereka inginkan.
Kini masyarakat sadar bahwa palu godam politik itu ada di tangan mereka, secara personal dan komunal. Masyarakat Nias kini tidak bisa dipermainkan dalam dinamika politik yang kadang penuh tipu muslihat. Tidak bisa lagi diracuni dengan iming-iming lembaran duit 20 atau 50 ribuan, 1 kg beras, 1 kg minyak goreng, 1 kg ikan asing, aneka macam suap politik lainnya. Kini mulai ada kesadaran untuk tidak lagi memakai jargon konyol lama, “be ögu ji ma’ökhö ba halö öu ji lima fakhe” (Biarkan yang hari ini jadi jatah saya, sisanya, yang lima tahun silakan kau ambil).
Tentu saja, harus menjadi catatan, bahwa fenomena baru kesadaran berpolitik ini barulah dimulai. Bisa berlanjut, bisa juga layu. Karena itu, perlu upaya untuk merawat kesadaran ini. Para kepala daerah terpilih adalah pejabat politik. Mereka bisa berubah seiring waktu dan perkembangan politik. Mereka bisa berubah dan melakukan upaya penumpulan logika masyarakat untuk melanggengkan kekuasannya. Kesadaran politik yang mulai bertumbuh ini harus terus dibangun menjadi kekuatan yang mengawasi bagi para kepala daerah terpilih selama berkuasa.
Kini, meski dengan berbagai kekurangan yang mengiringi pelaksanaan Pilkada itu, termasuk gugatan yang kini dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK), harus diakui adanya sebuah situasi baru dalam pemahaman politik masyarakat Nias. Realitas ini yang harus terus dirawat agar menjadi energi konstruktif untuk menghasilkan para kepala daerah yang orientasinya adalah mengabdi, menciptakan kehidupan masyarakat Nias yang lebih baik meski melalui mekanisme politik yang kadang tidak manusiawi.
Salut dan hormat bagi masyarakat Nias yang kini [telah] mulai berubah. Kini, setidaknya, dengan kesadaran ini, terhampar luas sebuah harapan yang meyakinkan akan masa depan Nias yang lebih baik.
* Penulis adalah Pemimpin Redaksi NiasSatu.Com.
Facebook : Etis Nehe
Twitter : @etisnehe
semoga menjadi lebih baik lagi nias 🙂