Tertarik Teknologi Ndriwa, Unesco Jepang Juga Siap Bantu Bawömataluo Jadi Warisan Dunia

Dr. Yoyok Wahyu Subroto | FB

Dr. Yoyok Wahyu Subroto | FB

NIASSATU, JAKARTA – Ketua Tim Ahli Riset pengajuan Desa Bawömataluo menjadi warisan dunia di Unesco, Prof. T. Yoyok Wahyu Subroto mengatakan, hasil pertemuan dengan Unesco dan kunjungan kali ini ke Bawömataluo kembali akan memerkuat proses yang sedang berlangsung untuk menggolkan Desa Bawömataluo menjadi warisan dunia.

“Seperti yang saya sampaikan. Ini masih proses. Mungkin ini sudah setengah proses. Kunjungan ke Unesco ini merupakan satu usaha untuk memberikan keyakinan kepada Unesco,” tutur dia kepada Nias Satu di Jakarta, Senin (18/7/2016).

Dia juga mengungkapkan, selain dukungan tim ahli dari berbagai universtias di Jepang, upaya menggolkan Desa Bawömataluo menjadi warisan dunia kini sudah mendapat dukungan dari Unesco Jepang. Mereka siap membantu berupa program-program. 

“Misalnya, pertukaran tukang kayu Bawömataluo dengan Jepang. Jadi ada pertukaran informasi terkait dengan pertukangan khususnya untuk rumah-rumah adat. Unesco Jepang berharap Unesco Indonesia mendukung dan tadi sudah mendapat dukungan. Dan itu akan memerkuat posisi tim ini untuk mendapat bantuan dari Unesco Jepang,” kata dia.

Dia mengatakan, bentuk bantuan tersebut nanti berupa program-program yang akan diikuti kedua belah pihak, yakni Indonesia dalam hal ini warga Desa Bawomataluo dan warga Jepang. Program-program itu dalam rangka pertukaran pengetahuan dimana kedua belah pihak belajar hal-hal yang tidak dimiliki satu dengan yang lainnya.

“Jadi pertanyaannya, apa kepentingan Jepang terhadap bantuan-bantuan yang diberikan kepada Indonesia? Kepentingan Jepang itu pertukaran pengetahuan. Unesco itu kan berbicara pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Jadi nanti diharapkan orang Jepang belajar dari Bawömataluo dan Bawömataluo belajar dari Jepang,” jelas dia.

Prof. Yoyok mengatakan, Bawömataluo itu memiliki keunggulan-keunggulan dan keaslian yang ingin dipelajari. Keunggulan-keunggulan tersebut harus diketahui, termasuk oleh warga desa Bawömataluo sendiri.

“Jadi Bawömataluo itu bukan satu objek yang tidak ada apa-apanya. Justru Bawömataluo memiliki keunggulan-keunggulan, keunikan-keunikan, keaslian-keaslian yang jsutru ingin dipelajari. Jadi ini imbang. Kita tidak memandang bahwa Jepang lebih baik dari Indonesia. Apa yang dimiliki Jepang namun tak dimiliki Indonesia dan apa yang dimiliki Indonesia tetapi tidak dimiliki Jepang. Makanya mereka datang berkali-kali,” papar dia.

Dari situ, teknologi tersebut nanti bisa berkontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dapat diaplikasikan oleh masyarakat dunia pada teknologi antigempa.

Teknologi Ndriwa

Sebagai salah satu contoh, kata dia, Jepang ingin belajar teknologi antigempa dari struktur bangunan rumah tradisional di Bawömataluo. Menurut Prof. Yoyok, salah satu bentuk struktur bangunan rumah tradisional di Bawömataluo adalah ndriwa.

“Misalnya soal ndriwa yang sangat menonjol dan mendapat perhatian yang luar biasa tentang teknologi tahan gempa. Itu tidak ada di Jepang. Dan itu satu-satunya di dunia. Orang Nias harus tahu itu. Warga Bawömataluo harus tahu itu. Itu keunggulannya. Uniknya, justru kalau kami ke sana, malah warga yang bertanya kepada kami. Tapi sebagai peneliti kami bisa menjelaskannya. Tapi itu semestinya warga desa perlu tahu,” ucap dia.

Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Tim Ahli dari Tsukuba Universtiy Prof. Uekita Yasufumi dalam paparan terkait progres kegiatan riset selama enam tahun terakhir di Desa Bawömataluo kepada perwakilan Unesco di Jakarta pada Senin, 18 Juli 2016.

Dia mengatakan, pihaknya sudah bertemu dengan Komisi Nasional Jepang untuk Unesco dan menyampaikan perihal hasil riset di Desa Bawömataluo tersebut. Prof. Uekita mengatakan, bahwa Unesco Jepang telah menyatakan kesediaan membantu namun mensyaratkan adanya kerja sama dengan perwakilan Unesco di Indonesia.

Prof. Uekita mengatakan, ada empat program yang berkaitan dengan pengembangan kapasitas masyarakat dan pemerintahan daerah Nias Selatan sebagai bagian dari rangkaian menjadikan Desa Bawömataluo sebagai warisan dunia.

“Mengundang para tukang dari Bawömataluo ke Jepang. Mereka akan diarahkan untuk belajar dengan para tukang kayu di Jepang dan belajar secara khusus mengenai teknik tradisional bagaimana memperbaiki bangunan kayu di Jepang. Dan itu nanti bisa diterapkan ketika mereka memperbaiki rumah tradisional di Bawömataluo. Selain itu, juga akan mengundang para yang bekerja di bidang pelestarian warisan budaya di pemerintahan Indonesia maupun Pemda Nias Selatan ke Jepang untuk belajar tentang sistem manajemen konstruksi bangunan kayu,” papar Prof. Uekita.

Dalam pertemuan dengan Unesco di Jakarta tersebut dihadiri oleh Prof. Tarcisius Yoyok Wahyu Subroto dari Universitas Gajah Mada yang juga sebagai ketua tim, Prof. Uekita Yasufuni dari University of Tsukuba, Prof. Koji Sato, Prof. Kazuhiko Nitto, mantan guru besar di Tokyo University of the Arts, Odaira Shigero, ahli dari Kantor Dinas Kebudayaan Jepang, Ai Fukuda, mahasiswa program pascasarjana University of Tsukuba, Andreas sebagai penerjemah dan Etis Nehe mewakili masyarakat Desa Bawömataluo yang juga telah mengikuti kegiatan tim ahli ini sejak pertama kali datang ke desa Bawömataluo pada 2011.

 Tim diterima oleh Head of Culture Unit, Unesco Office Jakarta Bernards Alens Zako dan Project Assitant for Culture Unesco Office Jakarta Wieske Octaviani Sapardan. (Baca: Perkembangan Kesiapan Desa Bawömataluo Menjadi Warisan Dunia Dipaparkan ke Unesco)  (ns1)

 

 

 

About the Author

Leave a Reply

*

Translate »