Dihantam Siklus Tiga Tahunan, 5 Pimpinan KPK Babak Belur
NIASSATU, JAKARTA – Penersangkaan dan penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dalam waktu cepat oleh Bareskrim Mabes Polri menuai kecaman luas. Salah satunya, penersangkaan dan penangkapan itu diduga tidak lebih dari upaya kriminalisasi dengan mencari-cari kasus guna menjerat Bambang seperti selama ini juga dialami oleh pimpinan KPK lainnya.
Dugaan itu cukup beralasan karena upaya kriminalisasi itu mendera Bambang yang juga memimpin Deputi Penindakan di KPK hanya berselang beberapa hari setelah Bambang dan Ketua KPK Abraham Samad mengumumkan penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi. Komjen Budi Gunawan sendiri ditetapkan sebagai tersangka sehari sebelum menjalani fit and proper test sebagai calon Kapolri tunggal yang diajukan oleh Presiden Joko Widodo.
Bambang sendiri dijerat dalam kasus dugaan mendorong pemberian kesaksian palsu pada persidangan sengketa Pilkada Kota Waringin Barat, Kalimantan tengah pada 2010 lalu di Mahkamah Konstitusi (MK). Berdasarkan penjelasan Kabagpenum Mabes Polri, aduan tersebut diajukan oleh politisi PDI Perjuangan Sugianto Sabran, yang juga calon kalah dalam persidangan di MK dimana Bambang menjadi kuasa hukum pasangan yang menang. Saat ini, Sugianto tercatat sebagai anggota Komisi III DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan.
Dalam konferensi pers pada Jum’at (24/1/2015) sore yang dihadiri pimpinan KPK yang tersisa dan para aktivis antikorupsi yang berdatangan memberikan dukungan bagi KPK, Deputi Pencegahan KPK Johan Budi mengatakan, serangan yang dialami KPK saat ini merupakan siklus tiga tahunan.
“Ini seperti siklus tiga tahunan. Pertama, pada 2009 saat kasus Cicak-Buaya, kedua pada 2012 ketika terjadi penyerbuan KPK dan ini yang ketiga,” jelas Johan.
Seperti diketahui, pada 2009, pimpinan KPK yakni Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri dengan pemicu awal tudingan penyadapan terhadap Kabareskrim yang saat itu dijabat oleh Komjen Susno Duadji. Bibit dan Chandra sendiri ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan terkait pencekalan bos PT Masaro Radiocom, Anggoro Widjojo dan mencabut cekal bos PT Era Giat Prima Joko Soegiarto Tjandra. Kasus itu kemudian memicu apa yang kemudian dikenal dengan ‘perang’ Cicak vs Buaya.
Tidak lama sebelum Bibit dan Chandra dijerat, Ketua KPK Antasari Azhar telah dijerat sebagai tersangka dalam kasus penembakan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnain hingga tewas pada 15 Maret 2009. Sampai saat ini Antasari masih berjuang untuk melepaskan diri dari kasus itu melalui pengajuan Peninjauan Kembali (PK).
Di periode kepemimpinan Antasari, Bibit dan Chandra, sejumlah kasus korupsi besar dibongkar. Di antaranya, menangkap tangan jaksa terbaik saat itu, Urip Tri Gunawan yang juga Ketua Tim Jaksa Penyelidik Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) karena menerima suap sebesar U$ 660 ribu dari Artalyta Suryani alias Ayin.
Kemudian, juga menangkap tangan anggota DPR RI yakni, anggota Komisi IV dari Fraksi PPP Al Amin Nur Nasution dan anggota Komisi V DPR dari FPAN Abdul Hadi Djamal. Dan yang paling menggegerkan adalah pengusutan kasus korupsi yang melibatkan besan Presiden SBY, Aulia Pohan yang saat itu menjabat sebagai Deputi Gubernur BI.
Kemudian, pada Oktober 2012, giliran penyidik senior KPK Novel Baswedan ditetapkan tersangka usai pembongkaran kasus dugaan korupsi simulator SIM yang menjerat mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo.
Tak lama setelah itu, Mabes Polri menetapkan Novel sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan pada peristiwa delapan tahun sebelumnya, yakni pada 2004 saat Novel bertugas di wilayah hukum Polda Bengkulu.
Saat itu, sejumlah personil polisi dari Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya secara bertahap mendatangi KPK untuk menangkap Novel. Namun, mereka gagal setelah gelombang massa aktivis antikorupsi dan masyarakat secara mengejutkan mendatangi dan memenuhi area kantor KPK guna melakukan penjagaan. Presiden SBY turun tangan menyelesaikan masalah itu. Kasus itu tidak berlanjut dan kini Novel telah keluar dari Polri dan sepenuhnya menjadi penyidik KPK.
Mirip dengan kasus Novel, kini Bambang Widjojanto juga mengalami hal yang sama. Dengan mengungkit kasus pada 2010, dia dijerat sebagai tersangka dan langsung ditangkap. Penangkapannya juga berlangsung mulus karena saat itu Bambang sedang mengantar anaknya ke sekolah tidak jauh dari tempat tinggalnya di Depok. Saat ditangkap, Bambang bersama anaknya dan tidak didampingi pengawal maupun supir pribadi.
Dalam pernyataan resminya melalui Kadiv Humas Irjen Ronny F Sompie, Mabes Polri mengatakan bahwa penetapan sebagai tersangka itu berdasarkan proses hukum yang berlaku dan bukan sebagai sikap balas dendam. Ronny mengatakan, kasus yang menjerat Bambang itu berdasarkan aduan yang jelas dan setelah diproses dan memenuhi syarat hukum untuk dinaikkan ke penyidikan maka BW ditetapkan menjadi tersangka. Dia mengatakan, penyidik Polri memiliki setidaknya tiga bukti kuat yang menjadi dasar penetapan Bambang sebagai tersangka. (ns4/dari berbagai sumber)