Kepemimpinan yang Tidak Digerakkan Visi Biasanya Terjebak Ambisi Pribadi
NIASSATU, JAKARTA – Beberapa tahun ini, publik Indonesia dikejutkan dengan berbagai kenyataan banyaknya pemimpin yang dikenal dengan berbagai visi yang terlihat bagus akhirnya berakhir di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ataupun lembaga penegak hukum lainnya.
Tidak sedikit dari mereka meraih posisi cukup tinggi karena agenda-agenda atau rencana yang mereka paparkan sangat memukau. Namun, dalam praktiknya, terjebak pada pemenuhan ambisi dan kepentingan pribadi, dan bukan kepentingan masyarakat luas.
Theocentric Motivator Eloy Zalukhu mengatakan, tipe pemimpin seperti itu, biasanya melakukan kepemimpinannya hanya digerakkan oleh ambisi pribadi, tapi tanpa visi yang jelas.
“Banyak yang jadi pemimpin itu digerakkan oleh ambisi dan bukan visi. Itu dua tipe kepemimpinan yang berbeda. Pemimpin yang digerakkan oleh visi fokus untuk mendatangkan kebaikan dan kesejahteraan untuk suatu daerah, bangsa dan dunia. Jadi arah tujuannya, selalu keluar, untuk kebaikan orang lain. Berbeda dengan orang-orang yang menamakan diri sebagai pemimpin, tetapi mengejar ambisi pribadi, dengan tujuan ke dalam. Kalau Anda mau jadi pemimpin supaya dapat uang, dapat mobil, bisa jalan-jalan ke luar negeri, maka Anda sejatinya bukanlah pemimpin. Pemimpin yang hebat dipengaruhi oleh visi bukan ambisi pribadi. Itulah yang kita lihat dari Marthin Luther King, Jr., Mahatma Gandhi hingga Mother Theresa,” ujar Eloy dalam Seminar bulanan LEAD Center Indonesia dengan tema Kepemimpinan yang Otentik di Kalam Kudus Center, Lantai 12, Central Park, Jakarta Barat, pada Minggu (8/2/2015).
Eloy mengatakan, pemimpin yang sejati (true leader) tidak pernah memulai langkah kepemimpinannya untuk mencari nama. Sebaliknya, pemimpin sejati itu memulai langkahnya dengan hal-hal yang berdampak jangka panjang namun dikerjakan saat ini.
Pengikut: Hasil Sampingan
Eloy mengatakan, pada dasarnya, setiap orang itu dilahirkan menjadi pemimpin. Namun, kepemimpinan tidak bisa langsung diartikan tentang bagaimana memimpin orang lain.
“Setiap orang lahir menjadi pemimpin. Jadi kita mesti belajar bahwa kepemimpinan bukan terutama bagaimana memimpin orang lain. Tapi yang pertama adalah pengenalan diri sendiri. Kepemimpinan itu pertama-tama bukan soal strategi atau teknik memimpin, tapi menemukan diri (self discovery),” jelas dia.
Eloy mengilustrasikannya dengan biji mangga. Menurut dia, ada yang tak terlihat mata ketika melihat biji mangga, namun sesuatu itu ada di dalam biji mangga tersebut.
“Dalam biji mangga itu, ‘ada’ pohon mangga, ‘ada’ buah mangga lagi. Kalau biji itu ditanam, akan menghasilan pohon, lalu akan menghasilkan buah. Apa yang terjadi ketika pohon mangga menghasilkan buah? Orang-orang datang untuk menikmati buahnya. Jadi, di dalam diri setiap orang, ada potensi untuk mengeluarkan buah itu,” tutur dia.
Dia mengingatkan, yang perlu diwaspadai, umumnya di bekas negara-negara jajahan, adalah pemikiran bahwa kita tidak punya kemampuan untuk memimpin. Bisa juga dari didikan orang tua yang selalu fokus pada keterbatasan dan kemudian mengatakan ‘kita tidak bisa apa-apa’ dan bahkan meyakini keadaan sulit yang sedang dijalani sebagai takdir hidupnya.
Setiap orang harus sadar bahwa Tuhan menitipkan sesuatu dalam dirinya, yaitu buah yang manis. Kalau Anda tidak yakin punya signifikansi di dunia ini, maka selamanya Anda akan terus menerus dalam kondisi seperti saat ini. Habis SMA, lalu kuliah, bekerja, kemudian menikah, setelah itu tua dan mati.
“Kalau kamu tidak yakin punya signifikansi di dunia ini, maka selamanya kamu akan terus menerus dalam kondisi seperti ini. Cuma begitu saja perjalanan hidupmu. Kalau Cuma begitu, sia-sia hidupmu. Itu adalah tragedi terbesar. Jadi Anda harus sampai pada pemahaman ini: “Saya lahir dan hidup untuk mengelaurkan buah yang dititipkan Tuhan dalam diriku, dan kalau aku tidak mengeluarkan buah itu maka dunia akan kehilangan sesuatu yang sangat besar”. Kalimat itu bukan berarti sombong. Sebaliknya, pemahaman itu akan merubah hidupmu selamanya,” papar dia.
Eloy menegaskan, pengikut dalam kepemimpinan itu pada dasarnya hanyalah hasil sampingan. Sebab, orang-orang akan datang bila melihat buah manis yang dihasilkan.
“Jadi ini selalu evaluasi bagi kita apakah kita menghasilkan buah yang berguna bagi orang lain. Bermula dari penemuan diri sendiri, dan penemuan diri sendiri berarti penemuan tujuan hidupmu. Alasan kenapa kamu ada di sini, hidup di sini. Kamu mesti menemukan jabawan atas pertanyaan keberadaanmu. Kenapa kamu harus lahir dari orangtua seperti saat ini.
Menurut Eloy, orang yang tidak pernah menemukan tujuan hidupnya akan hidup dan menghabiskan waktunya hanya untuk meniru orang lain dan menjalani hidup yang palsu.
Eloy menjabarkan, seringkali seseorang lahir dan besar dalam kesulitan sehingga sulit menemukan bahwa dirinya memiliki sesuatu yang bisa berguna. Tapi dengan menemukan apa yang dititipkan Tuhan tersebut, maka seseorang akan menghargai hidupnya.
“Kalau Anda memahami itu, Anda akan tahu menghargai hidupmu. Anda akan meninggalkan berbagai kejahatan dengan sendirinya, meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak berguna lainnya,” ulas dia.
Dia juga mengingatkan, Tuhan bisa menggunakan berbagai wadah untuk membantu seseorang menemukan potensi buah tersebut dalam diri seseorang. bisa melalui seminar, buku-buku yang dibaca maupun dari teman-teman.
“Kalau kamu melihat penderitaan masyarakat di sekitarmu dan hatimu terganggu, gelisah karena ingin memperbaiki keadaan itu, maka seorang pemimpin sejati telah lahir, yakni dirimu sendiri. Melihat Indonesia dengan korupsi dimana-mana dan hatimu gelisah, melihat narkoba ada dimana-mana hatimu gelisah dan ingin berbuat sesuatu, maka sejatinya, seorang pemimpin baru saja lahir. Dan Tuhan akan memimpinmu, beberapa waktu ke depan nanti buahnya akan terlihat tapi hari ini benih itu sudah ada,” tegas dia.
Seminar ini dilaksanakan sekali sebulan, pada minggu kedua bulan berjalan. Acara ini dihadiri oleh sekitar 60 orang peserta, termasuk para pemuda/i dan mahasiswa/i asal Pulau Nias. Dua jam pertama acara ini diadakan terbuka untuk semua peserta. Sedangkan pada satu jam terakhir, diisi khusus untuk diskusi bersama peserta asal Nias.
Pada sesi itu, para peserta asal Nias mendapatkan informasi terbaru perkembangan di Pulau Nias. Juga ditantang untuk memikirkan apa yang harus dilakukan, yang bisa memperbaiki keadaan di Nias maupun dipersiapkan saat ini pada diri masing-masing, yang akan berguna kelak ketika kembali ke Pulau Nias. (ns1)
Bagus dan bermanfaat