Membangun Jiwa Kewirausahaan: Inovasi (1)
- Membangun Jiwa Kewirausahaan: Inovasi (1)
Oleh Eloy Zalukhu, The Theocentric Motivator
Pengantar Redaksi
Artikel ini kami sajikan khusus sebagai bagian dari komitmen kami membantu dan mendorong putra-putri Nias menjadi pengusaha (entrepreneur). Membantu putra-putri Nias melihat sisi lain kehidupan yang bisa digarap untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup. Dengan itu diharapkan mereka dapat mengasah ketrampilan memanfaatkan talenta dan potensi dirinya untuk menciptakan sumber-sumber penghidupan baru tanpa harus bergantung pada profesi ‘klasik’, yakni menjadi karyawan atau menunggu ‘satu-satunya’ peluang untuk memiliki penghasilan tetap, yakni dengan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Materi ini disarikan dari paparan putra Nias Eloy Zalukhu, yang juga dikenal sebagai The Theocentric Motivator. Materi ini disampaikan pada seminar bulanan LEAD Center Indonesia pada Minggu (14/6/2015) di Kalam Kudus Center, Jakarta Barat. LEAD Center adalah sebuah lembaga pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan dan spiritualitas yang pada awal berdirinya didesain untuk melatih putra-putri Nias dalam tiga bidang tersebut. Sejak dimulai pada Desember 2013, sejumlah anak-anak Nias konsisten dilatih melalui kegiatan ini. Mulai bulan ini, dan dua bulan mendatang, secara berturut-turut akan membahas khusus mengenai wirausaha. Kami akan tayangkan setiap materinya di situs ini. Selamat belajar, untuk Nias yang lebih baik.
——————-
Pengantar
Pada seminar LEAD Center kali ini kita akan membahas mengenai bagaimana membangun dan memiliki jiwa kewirausahaan (the spirit of entrepreneurship). Terkait topik ini, kita akan belajar tiga hal. Pertama, inovasi. Ini adalah bagian penting yang membedakan antara pedagang dengan pengusaha.
Kedua, opportunity creation yakni bagaimana melihat dan membuka peluang usaha sebagai tempat kita berkarya, berkreasi, berinovasi hingga orang lain pun bergabung di perusahaan kita karena mereka melihat peluang yang sama. Dan ketiga, calculated risk taking. Seorang pengusaha harus berani mengambil risiko, tapi risiko yang tidak konyol, risiko yang diperhitungkan dengan baik.
Namun, kali ini kita hanya akan fokus soal inovasi. Selanjutnya, dua poin berikutnya, yakni opportunity creation dan calculated risk taking akan dibahas pada dua pertemuan berikutnya.
Definisi Entrepreneurship?
Mari kita lihat definisi menurut beberapa ahli. Peter F Drucker mengatakan, entrepreneurship adalah kemampuan membuat atau menciptakan sesuatu yang baru atau berbeda. Kata kuncinya adalah baru dan berbeda. Kalau bukan baru, maka harus berbeda. Dan menurut Thomas W Zimmerer, kewirausahaan adalah penerapan inovasi dan kreativitas untuk pemecahan masalah dan memanfaatkan berbagai peluang.
Sekarang menurut orang Indonesia sendiri yang adalah ahli dan guru kita semua dalam bidang kewirausahaan atau entrepreneurship, yaitu Bapak Dr. (HC) Ciputra. Menurut beliau, “Seorang entrepreneur mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas. ”
Jadi dari semua definisi itu, kata kuncinya adalah mengubah. Dan mengubah itu terdiri dari kreativitas dan inovasi. Jadi bicara mengenai wirausaha mulai hari ini, kata kuncinya adalah inovasi.
Berbicara mengenai the spirit of entrepreneurship atau jiwa kewirausahaan, bisa ada puluhan prinsip kunucinya. Tapi kita ambil tiga hal saja. Ini intisari yang saya juga pelajari dari Pak Ciptura dan Pak Antonius Tanan (President Ciputra Entrepreneurship Center).
Pertama, inovasi. Selama ini ada kesalahpahaman mengenai entrepreneurship. Selama ini banyak yang berpikir bahwa entrepreneurship itu sama dengan berdagang. Tapi itu kesalahan besar. Peter Drucker mengatakan, “ … tidak semua pemilik UKM adalah entrepreneur”.
Kalau seseorang menjual teh botol, memang berdagang, tapi tidak serta merta dia pengusaha, entrepreneur. Kalau berjualan teh botol tapi tanpa inovasi, itu cuma pedagang. Kalau Anda bekerja di perusahaan, tapi punya inovasi, maka di sana Anda adalah entrepreneur.
Oleh karena di dalam entrepreneur, mesti ada yang paling penting, yaitu inovasi. Dan kalau pada akhirnya Anda memutuskan bekerja di sebuah perusahaan atau pun menjadi PNS, Anda tetap membutuhkan spirit ini, inovasi. Anda bekerja dimana pun kalau tidak ada inovasi, tidak akan ada hasil yang maksimal.
Selama tahun 2012 saya terbang setiap bulan ke Singapura karena mendapatkan tugas dari Bapak Antonius Tanan untuk membawakan materi pelatihan entreprenuership kepada para TKI di Singapura. Saya banyak pelajar dari Pak Antonius Tanan, baik secara langsung, maupun melalui buku-buku yang diterbitkan dan tentu saja melalui begitu banyak video entrepreneurship di youtube.
Sebelum menjadi inovasi, muncul dengan nama kreativitas. Tapi tidak semua kreativitas itu adalah inovasi. Tapi semua kreativitas itu adalah inovasi. Yang dinamakan inovasi adalah kreativitas yang laku atau dibeli orang. Anda bisa sangat kreatif, tapi hasilnya tidak ada seorangpun yang beli, itu bukan inovasi dan bukan entrepreneur. Inovasi adalah kreativitas yang laku di pasar. Ada yang mau beli, ada yang mau bayar.
Kreativitas itu dimulai dari hal-hal sederhana, lalu ada yang juga yang kompleks. Dari semua kreativitas itu nanti ada yang mati, tidak bisa dijual. Tidak ada yang mau beli. Tapi teruslah berkreasi sampai akhirnya bisa menemukan kreativitas yang laku. Nah itu kreativitas. Dan itulah inovasi.
Ketika saya memulai Theocentric Motivation, saya menggabungkan ilmu motivasi dengan ilmu teologi/spiritual. Jadi kalau ada yang mau beli kreativitas itu, sehingga ada yang mau beli bukunya atau mengundang saya memberikan training, jangan salah, itu hanyalah salah satu dari puluhan kreativitas saya yang lain tapi akhirnya mati tidak ada yang mau beli. Jadi, satu saja Anda temukan sesuatu yang bisa dibeli orang, maka Anda adalah entrepreneur.
Kedua, opportunity creation. Yakni bagaimana menciptakan peluang kerja, tidak hanya bagi dirinya sendiri tapi juga bagi orang lain. Ketiga, calculated risk taking. Pengusaha itu pasti berani ambil risiko. Kalau Anda sedang bekerja atau nanti setelah selesai kuliah lalu bekerja, dan berkata, “Saya sebenarnya ingin mulai ide bisnis yang inovatif sekali, tapi bagaimana nanti kalau saya keluar, saya tidak ada gaji tetap”. Anda bukan entrepreneur. Karena entrepreneur itu berani ambil reisiko. Cuma, kalau ambil risiko, harus dihitung dulu. Risiko yang diperhitungkan.
Saya bertemu dengan beberapa orang yang mengatakan, “Bro saya mau keluar dari pekerjaan dan saya mau menjadi pengusaha bro.” Tetapi, dia tidak pernah berpikir mengenai bisnis apa yang akan dia lakukan. Dalam pertemuan kedua, ternyata dia memulai bisnis yang sama dengan yang lain. Hasilnya apa? Bangkrut.
Jadi, mesti inovatif. Sebelum Anda keluar, pikir dulu yang berbeda apa, kreativitas apa yang bisa saya berikan ke pasar, sehingga mereka tertarik untuk membeli jasa dan produk yang saya tawarkan.
Jadi bicara mengenai entrepreneur maka kita bicara inovasi. Ketika bicara inovasi, kita bicara kreativitas yang laku di pasar.
Belajar Kreatif
Kreatif adalah adalah seni berpikir dan bekerja di luar kebiasaan. Konsep ini diperkenalkan di lingkup perusahaan pada tahun 1960-an dan 1970-an, dalam konteks pembangunan budaya. Di masa itu sebuah puzzle berupa sembilan titik, misalnya, digunakan untuk memicu pemikiran kreatif. Tantangannya adalah menghubungkan sembilan titik dengan menggambar empat garis, tanpa mengangkat alat tulis dari kertas. Gambarnya berikut ini.
Kelihatannya itu tidak mungkin bila alat tulis tidak bergerak ke luar kotak. Solusi satu-satunya adalah memperpanjang paling tidak satu garis melampaui batas. Ya, keluar dari kotak jadinya.
Itulah gambaran bagaimana seseorang berpikir dan bekerja secara kreatif. Dalam dunia entrpeneurship pun demikian. Entrepreneurship tidak boleh terpaku pada satu cara, tetapi selalu kreatif mencari alternatif saat membangun hubungan baik dan memberi nilai manfaat kepada konsumen.
Untuk diketahui, saat ini persaingan bisnis semakin menggila, khususnya di dunia penjualan. Karena itu dibutuhkan mentalitas dan senjata terbaik untuk melahirkan kelompok elit dalam kewirausahaan. Salah satu senjata utama seorang entrepreneur adalah kreativitas. Tanpa kreativitas tidak akan ada harapan bagi Anda untuk meraih kemenangan dalam perang penjualan. Menjadi berbeda atau mati, itulah realita dunia penjualan saat ini. Agar beda, Anda butuh kreativitas.
Saat pelatihan entrepeneurship saya sering bertanya kepada peserta: “Dari skala 1-10—dimana 10 paling tinggi dan 1 paling rendah—berapa nilai kreativitas di dunia penjualan?” Pada awalnya, tidak sampai 50% yang angkat tangan untuk menjawab. Apalagi yang secara yakin mengatakan: 10. Peserta lain terlihat ragu-ragu. Mereka tak melihat hubungan erat antara kesuksesan mencapai target penjualan dengan tingkat kreativitas sang penjual. Kebingungan itu timbul, saya yakin, karena selama ini mereka tidak acap diasah dan diarahkan untuk menjadi tenaga penjual kreatif.
Lumrah saja bila banyak tenaga penjual yang frustrasi saat harga barang atau jasa yang dijualnya naik. Pasalnya, mereka menganggap senjata terbaiknya adalah diskon atau harga yang bersaing. Mereka tidak terlatih menggunakan kreativitas dalam mencari solusi baru. Padahal tenaga penjual hebat semakin dibutuhkan oleh perusahaan justru pada saat menjual suatu produk dan jasa dengan harga mahal. Bila jual murah, padahal dengan kualitas premium dan garansi layanan purna-jual, pembeli tentu akan mengantri untuk membeli sehingga tenaga penjual tidak dibutuhkan lagi.
Setelah menjelaskan pentingnya kreativitas dalam dunia penjualan, barulah semua perserta menjawab angka 10 untuk pertanyaan tadi. Tetapi kemudian saya bertanya kembali, “Jika menggunakan skala yang sama, berapa kreatifkah Anda dalam melakukan penjualan?”
Jawaban yang saya terima cukup mengecewakan karena umumnya peserta merasa kurang kreatif. Jadi, ada jurang yang dalam antara tingkat kepentingan dengan tingkat kemampuan. Lalu saya mengajukan pertanyaan terakhir, “Apakah Anda pernah mengikuti pelatihan cara membangun kreativitas dalam penjualan? Atau minimal membaca buku-buku mengenai kreativitas seperti Thinkertoys karya Michael Michalko atau Lateral Thinking-nya Edward de Bono?”
Jawaban peserta bisa saya tebak. Sembilan puluh sembilan persen (99%) mengaku tidak pernah. Tidak heran bila hasil penjualan mereka sering mengecewakan.
Sesungguhnya kreativitas bisa ditingkatkan, yakni dengan pemahaman yang benar dan latihan yang tepat. Langkah pertama dimulai dengan pemahaman bahwa, “Anda tidak dapat melakukan sesuatu hal secara berbeda (kreatif) sebelum Anda dapat melihat sesuatu itu secara berbeda.”
Belajar melihat dunia dari perspektif yang berbeda adalah kunci bagi seseorang yang ingin menjadi lebih kreatif. Namun inilah tantangannya: umumnya manusia merasa nyaman tinggal di alam kebiasaan lama serta menggunakan cara berpikir dan bertindak yang sama selama puluhan tahun. Yang saya tawarkan kepada Anda adalah melihat entreprenership dari cara pandang atau filosofi yang baru, yaitu bahwa entrpreneurship merupakan dua sisi mata uang: sisi pertama adalah memberi dan melayanai konsumen dengan sebaik-baiknya; sisi kedua adalah mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya. Urutan ini tidak boleh terbaik. Dan itulah cara berpikir serta cara bekerja setiap entrepreneur.
Pembunuh kreativitas
Setiap orang memiliki bakat untuk menjadi kreatif. Orang Indonesia pun banyak yang sudah menunjukkannya. Namun, bangsa kita membutuhkan lebih banyak lagi insan seperti itu. Kita masih dikenal sebagai bangsa yang lebih suka mengonsumsi, bukan memproduksi. Jadi, ide-ide kreatifnya belum bersemai. Untuk itu kita perlu menghentikan pembunuhan kreativitas yang seringkali kita lakukan tanpa kita sadari, lewat ucapan seperti:
- Idemu sangat bagus, TAPiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii…..
- Ide yang kau lontarkan itu belum pernah ada sebelumnya; rasanya kurang masuk akal…
- Dari dulu kita begini, idemu itu tidak biasa buat kita….
- Wah, kalau idemu semudah itu pasti sudah pernah dikerjakan orang lain…
Orang tua dan guru kerap berujar demikian. Hindarilah pembunuh kreativitas lewat ucapan tadi. Gantilah kata ‘tapi’ dengan ‘dan’. Misalnya, “Idemu sangat bagus, dan…”; lalu Anda boleh memberi tambahan untuk mengayakan gagasan tersebut.
Sebab lain yang menghalangi seseorang menjadi lebih kreatif adalah takut gagal. Jika Anda sedang merasakan hal yang sama, baca kembali tulisan saya di buku Life Success Triangle berjudul Keberanian. Satu hal yang pasti, semakin besar risiko yang diambil, bertambah besar pula imbalan yang diterima. Ketika Anda berusaha menghindari risiko, Anda sebenarnya sedang mengelak kesuksesan yang lebih besar.
Hal yang perlu Anda ingat adalah sebaik apa pun ide yang Anda temukan, akan selalu ada kalangan yang tidak setuju bahkan mungkin mencemoohnya. Abaikan kelompok tersebut karena mereka mungkin hanya sekumpulan mahluk malas yang tidak punya cita-cita tinggi; mereka hanya memiliki waktu untuk merendahkan ide orang lain. Atau mungkin mereka iri karena tidak menemukan ide sendiri.
Menjadi lebih kreatif
Jeffrey Gitomer, dalam buku Little Red Books of Selling, memberikan tips yang dapat menolong seorang entrepeneur dalam membangun kreativitas. Seperti kita ketahui, sikap negatif menghalangi pemikiran kreatif. Misalnya, Anda marah waktu berdebat dengan seseorang. Lima menit kemudian, Anda memikirkan hal-hal yang yang seharusnya Anda katakan selama perdebatan. Rupanya Anda tidak mengucapkannya karena gelombang otak kreatif Anda diblok oleh sikap negatif Anda. Maka untuk membangun kreativitas, menumbuhkan sikap positif merupakan prioritas. Berikut adalah lima kiat untuk melatih kreativitas.
- Observasi
Memandang suatu benda yang kasat mata dengan melihat ide atau pesan yang terkandung di dalamnya adalah dua hal berbeda. Perlu dan penting bagi Anda belajar memperhatikan segi non-lahiriah (bukan fisik) suatu benda atau suatu kejadian. Perhatikanlah ide, pesan, dan nilai yang ada di belakangnya. Orang biasa melihat sebuah batu sebagai benda biasa saja; tapi seorang pemahat profesional bisa melihat potensi karya seni maha indah di dalamnya.
- Kebiasaaan mengumpulkan ide
Ketika Anda memikirkan dan menemukan suatu ide, biasakan untuk mencatatnya. Tulislah dalam buku, smartphone, atau komputer Anda. Satu hal yang paling menakjubkan tetapi sekaligus membuat kita frustasi adalah realitas betapa cepatnya suatu ‘ide kreatif’ hinggap dan terbang. Karena itu penting untuk mencatat dan membiasakan menulis setiap ide kreatif yang Anda dapatkan.
- Keyakinan diri
Agar ide-ide Anda dapat dikembangkan dan berhasil diwujudkan, Anda harus terlebih dahulu percaya bahwa Anda memiliki kemampuan untuk menemukan ide-kreatif dan merealisasikannya. Lakukan afirmasi positif setiap hari dengan mengatakan kepada diri sendiri, “Saya entrepreneur yang kreatif”.
- Lingkungan yang mendukung
Tempatkanlah diri Anda di antara orang-orang yang selalu mendorong dan memberi dukungan. Anda membutuhkan orang-orang yang mau memberitahu Anda bahwa ide Anda bagus. Tentu saja tidak semua ide itu bagus. Tapi kata-kata orang yang mendukung akan membangkitkan kepercayaan diri Anda. Beberapa orang bisa berpikir dengan baik di tengah kebisingan, beberapa orang lainnya tidak. Ketika lingkungan tidak mendukung, jangan memaksakan diri untuk berpikir kreatif. Carilah lingkungan dimana Anda merasa paling nyaman untuk berpikir.
- Teman dan mentor kreatif
Berkumpul bersama orang-orang kreatif adalah salah satu cara terbaik untuk membuat diri Anda lebih kreatif. Lebih lagi jika Anda mendapatkan seorang mentor. Kepada dia Anda dapat mengajukan pertanyaan yang lebih mendalam untuk mendapatkan arahan.
- Belajar kreativitas
Semakin Anda banyak membaca, kian mengerti Anda bagaimana orang-orang menjadi kreatif. Bacalah buku klasik Michael Michalko berjudul Thinkertoys, Cracking Creativity, atau buku Edward de Bono seperti Six Thinking Hats, Lateral Thinking, dan Serious Creativity. Dan tentu saja jangan lewatkan buku teman saya Yoris Sebastian, Creative Jungkies. Saya merekomendasikan agar Anda memulai dari buku-buku itu. Apa yang perlu Anda lakukan adalah banyak membaca, terutama materi yang berkaitan dengan kreativitas. Kemudian berlatihlah secara konsisten.
- Pelajari sejarah kreativitas di industri Anda
Agar Anda mengetahui apa yang terjadi hari ini, dan memproyeksikan ide-ide brilian Anda ke masa depan, Anda harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang industri Anda, khususnya ihwal apa yang pernah terjadi sebelumnya dan mengapa demikian. Pelajarilah itu dan Anda akan menemukan ide dan kreativitas baru dalam menjalankan profesi Anda sebagai entrepreneur.
Kesimpulan
Kalau mau jadi entrepreneur harus keluar dari kotak masa kecil itu. Bagi yang sedang kuliah, jangan hanya berpikir, nanti kalau sudah selesai, maka cari kerja, jadi karyawan. Saya tidak mengatakan bahwa cari kerja menjadi karyawan itu salah, tidak. Tetapi kalau Tuhan mengaruniakan kemungkinan menjadi pengusaha, kenapa tidak. Kalupun jadi karyawan, harus memilki inovasi supaya memberi kontribusi maksimal untuk pertumbuhan perusahaan.
Kalau Anda tidak kreatif, Anda tidak akan jadi apa-apa, tidak bisa menjadi pengusaha dan tidak bisa menjadi karyawan hebat, apalagi pemimpin hebat. Kreativitas itu adalah senjata setiap kita. (ns1)