Representasi Sintaktis Bagian Upaya Pelestarian Bahasa Nias
Oleh: Dr. Drs. Wa’özisökhi Nazara, M.Hum.*
Bahasa Nias (Li Niha) adalah jati diri, sarana berpikir, representasi kenyataan, dan pranata sosial penuturnya, yang sebagian besar mendiami Pulau Nias. Ia menyertai penuturnya menuturkan cerita dan pengalaman hidup, berbagai suka dan duka hari ini, dan merancang serta membayangkan masa depan, entah cerah atau buram.
Melaluinya, penuturnya bisa mengungkapkan sesuatu yang indah bagai sinar rembulan, yang jernih bagai embun pagi, maupun yang perih bagai sembilu menyayat kalbu. Sulit disangkal bahwa li Niha begitu sentral bagi ono Nias (orang Nias), baik secara personal maupun secara sosial. Ini, dulu! Sekarang?
Akan tetapi, lain dahulu lain sekarang! Apa yang dicemaskan oleh beberapa tokoh masyarakat Nias sejak tahun 1970-an, sekarang makin terlihat. Bahasa Nias makin terhimpit dan tergeser. Penggunaan bahasa Nias makin “semrawut”, baik dalam hal kosa kata maupun dalam hal kaidah berbahasa. Apalagi di kalangan (sebagian) orang Nias berusia muda.
Kondisi ini diperparah dengan kecenderungan “orangtua Nias” berbahasa Nias secara semrawut atau menggunakan bahasa lain (terutama bahasa Indonesia) untuk berkomunikasi dengan anak dan/atau cucu mereka. Akibatnya, anak dan/atau cucu mereka berbahasa Nias semrawut, bahkan ada yang tidak bisa berbahasa Nias.
Melihat kondisi tersebut, penulis sebagai penutur bahasa Nias sekaligus pembelajar linguistik tergerak melakukan sesuatu. Sesuatu itu adalah penelitian bertajuk Representasi Sintaktis Bahasa Nias. Ada tiga hal yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini: (1) konstruksi kalimat dasar, (2) konstruksi kalimat kompleks, dan (3) struktur argumen bahasa Nias.
Argumen itu adalah representasi pelibat dalam suatu peristiwa yang ungkapkan oleh predikat dalam sebuah kalimat. Misalnya, kalimat Mörö Dolamanö ‘Tolamanö tidur’ memiliki satu argumen, yaitu Tolamanö. (Segmen kata yang berfungsi sebagai subjek kalimat intransitif pada bahasa Nias bermutasi (perubahan))
Mengenai konstruksi kalimat dasar, ditemukan bahwa bahasa Nias termasuk bahasa yang predikatnya bisa berupa verba atau nonverba. Verba yang menjadi predikat adalah verba intransitif, verba ekatransitif, verba transitif kompleks, dan verba semitransitif. Kata nonverba yang menjadi predikat adalah nomina, numeralia, dll.
Pola kanonis kalimat bahasa Nias adalah predikat mendahului argumen. Argumen yang merupakan pelaku berada di belakang argumen yang merupakan penderita dalam sebuah kalimat transitif. Pada pola kanonis, argumen kalimat intransitif bermutasi, sama dengan argumen yang sebagai “penderita” pada kalimat ekatransitif atau transitif kompleks.
Ada beberapa bentuk mutasi pada bahasa Nias. Pertama, mutasi berupa perubahan konsonan takbersuara pada segmen awal nomina menjadi konsonan bersuara (misalnya: Tolamanö –> Dolamanö). Kedua, mutasi berupa perubahan konsonan bersuara pada segmen awal nomina menjadi konsonan bersuara lain (misalnya: bawi –> mbawi).
Ketiga, mutasi berupa penambahan konsonan /n/ atau /g/ pada segmen awal nomina yang berawal dengan vokal (misalnya: idanö –> nidanö). Keempat, mutasi zero. Mutasi zero ditemukan pada nomina yang berawal dengan konsonan bersuara /l/, /r/, /m/, ‘mb/, /n/, ndr/, /ng/, /w/, /y/, /z/ dan pada nomina yang berawal dengan konsonan takbersuara /h/ dan /kh/.
Berkenaan dengan konstruksi kalimat kompleks, dapat disimpulkan beberapa hal berkenaan dengan klausa koordinatif dan klausa subordinatif. Mengenai klausa koordinatif, dapat ditemukan bahwa klausa koordinatif pada bahasa Nias dimarkahi oleh konjungsi koordinatif seperti ba ‘dan’, ma ‘atau’, ba hizai’i ‘tetapi’, dan awai’i ‘hanya saja. Karena bersifat koordinatif maka konjungsi ba ‘dan’, ma ‘atau’, ba hiza’i ‘tetapi’, dan awai’i ‘hanya saja’ tidak dilisensi berada di depan klausa pertama maupun di belakang klausa terakhir yang dimarkahinya.
Dari analisis mengenai hubungan subordinasi antarklausa dalam kalimat kompleks ditemukan bahwa klausa relatif dimarkahi oleh konjungsi subordinatif yang disebut sebagai pronomina relatif (relative pronoun). Pronomina relatif berbentuk si (yang mempunyai alomorf s-) dan ni. Juga ditemukan bahwa klausa komplemen pada bahasa Nias dimarkahi oleh konjungsi subordinatif yang disebut complementizer seperti wa ‘bahwa’ dan si ‘yang’ yang mempunyai alomorf s-.
Sementara itu, ditemukan bahwa klausa adjung pada bahasa Nias dimarkahi oleh konjungsi subordinatif yang disebut subordinator seperti me ‘ketika’, na ‘jika’, dan hewa’ae ‘walaupun’. Bahasa Nias termasuk bahasa yang bisa merelatifkan fungsi-fungsi seperti subjek, objek, oblik, dan posesor pada klausa relatif dengan strategi pengosongan.
Mengenai struktur argumen, ditemukan kausatif dengan prefiksasi, kausatif dengan sufiksasi dan kausatif dengan konfiksasi. Selain konstruksi kausatif, ditemukan konstruksi aplikatif. Aplikatif meliputi aplikatif lokatif, aplikatif instrumental, aplikatif tujuan (goal), dan aplikatif pasien. Bahasan mengenai resultatif meliputi resultatif dengan pemarkah {te-}, resultatif dengan pemarkah {to-}, dan resultatif dengan pemarkah {te-/to-}.
Tiga hal dapat ditegaskan dari penelitian bertajuk Representasi Sintaktis Bahasa Nias ini. Pertama, berkenaan dengan konstruksi kalimat dasar, dapat disimpulkan kalimat dasar bahasa Nias terdiri atas kalimat dasar berpredikat verba dan kalimat dasar berpredikat nonverba. Kedua, berkenaan dengan struktur argumen bahasa Nias, dapat disimpulkan bahwa bahasa Nias mempunyai konstruksi kausatif, konstruksi aplikatif, dan konstruksi resultatif.
Ketiga, dari bahasan mengenai konstruksi kalimat kompleks dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa Nias ada hubungan koordinasi, hubungan subordinasi, dan strategi relativisasi. Hubungan koordinasi melihatkan klausa koordinatif, sedangkan hubungan subordinasi melibatkan klausa subordinatif. Ini meliputi klausa relatif, klausa komplemen, dan klausa adjung. Strategi perelatifan berkenaan dengan fungsi apa yang bisa direlatifkan pada klausa relatif dan bagaimana merelatifkan fungsi yang direlatifkan tersebut.
Representasi sintaktis bahasa Nias dapat dijelaskan dengan Tatabahasa Leksikal-Fungsional. Representasi korespondensi antarstruktur paralel Tatabahasa Leksikal-Fungsional dapat menunjukkan relasi semantis dan hubungan gramatikal argumen dengan verba (predikat) pada kalimat bahasa Nias.
Tatabahasa ini juga bisa memerikan konstruksi kausatif, konstruksi aplikatif, dan konstruksi resultatif bahasa Nias dengan struktur konstituen beranotasi, relasi semantis dan hubungan sintaktis argumen dengan verba (predikat) antarstruktur paralel (struktur konstituen, struktur-fungsional, struktur-argumen, dan struktur semantis), maupun dengan pemetaan dengan dekomposisi fitur argumen.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konstruksi kalimat dan struktur argumen bahasa Nias mengikuti kaidah dan mempunyai pemarkah tertentu. Konstruksi kalimat dan struktur argumen tersebut dapat direpresentasikan dengan Tatabahasa Leksikal-Fungsional. Oleh sebab itu, diasumsikan bahwa tatabahasa nontransformasional ini dapat digunakan baik untuk penelitian bahasa Nias maupun untuk penelitian bahasa-bahasa lain di Indonesia.
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat (terutama penutur bahasa Nias) mengenai bahasa Nias Utara. Diharapkan juga agar hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan untuk penyusunan materi pembelajaran bahasa Nias dan sebagai acuan untuk penulisan tatabahasa baku bahasa Nias. Dengan demikian, hasil penelitian ini berkontribusi positif bagi pelestarian bahasa Nias. (ns1)
*) Penulis adalah putra Nias asal Desa Laowöwaga, Kecamatan Lahewa Timur, Kabupaten Nias Utara. Saat ini sebagai Dosen Tetap Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) Prayoga, Padang, Sumatera Barat. Ulasan di atas adalah ringkasan dari disertasi penulis pada Program Doktoral Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana dengan judul Representasi Sintaktis Bahasa Nias. Ujian terbuka (promosi doktor) dilakukan pada 27 Desember 2019 dan dinyatakan lulus dengan IPK 3,71. Selanjutnya, akan menjalani wisuda pada 22 Februari 2020.