KASUS KORUPSI
Sumatera Utara Peringkat Pertama Kasus Korupsi Selama Semester I-2015
NIASSATU, JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) menempatkan Provinsi Sumatera Utara di peringkat teratas daerah dengan kasus korupsi terbanyak pada semester I-2015. Di posisi yang sama, provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) juga bertengger.
Hasil pemantauan kinerja penyidikan kasus korupsi di seluruh Indonesia oleh Divisi Investigasi ICW yang dirilis pada 14 September 2015, disebutkan, Sumatera Utara dan NTT memiliki 24 kasus korupsi yang sedang ditangani oleh aparat penegak hukum. Di Sumatera Utara, jumlah kerugian negara mencapai Rp 120,6 miliar dengan nilai suapa sebesar Rp 500 juta.
Setelah kedua Provinsi itu, disusul oleh Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan masing-masing kasus sebanyak 19 kasus. Selanjutnya, kembali ke Pulau Sumatera, di urutan berikutnya adalah Sumatera Selatan (16 kasus), Sumatera Barat dan Lampung (masing – masing 14 kasus), Papua (13 kasus) dan Riau (12 kasus).
Jumlah kasus-kasus korupsi itu, seperti dilansir situs resmi ICW, antikorupsi.org, didasarkan pada pemantauan dan juga hasil audit oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) maupun BPKP.
Kasus Mandeg di Kejati dan Polda Sumut
Tak Cuma itu, ICW juga mencatat sejumlah kasus yang saat ini penanganannya mandeg di tahap penyidikan di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Polda Sumatera Utara. Dalam kategori ini, kedua lembaga penegak hukum itu masuk dalam 10 besar.
Dalam hal jumlah kasus korupsi yang penanaganannya mandeg di Kejaksaan Tinggi, Kejati Sumut berada di peringkat ketiga dengan kasus 51 kasus dan nilai kerugian negara mencapai Rp 1,286 triliun. Kejati Sumut berada di bawah Kejati Jawa Timur (64 kasus) dan Kejati Sulawesi Selatan (56 kasus). Sedangkan berdasarkan nilai kerugian, Sumut berada di peringkat kedua setelah Provinsi Riau (Rp 1,517 triliun).
Setali tiga uang, kemandegan penanganan kasus korupsi di tingkat penyidikan juga terjadi di Polda Sumatera Utara. Berdasarkan catatan ICW, Polda Sumut berada di peringkat pertama dari 10 Polda kasus terbanyak yang penanganannya dinilai mandeg.
Dalam catatan ICW, Polda Sumut memiliki 30 kasus yang mandeg di tahap penyidikan dengan nilai kerugian mencapai Rp 94,6 miliar. Sedangkan berdasarkan nilai kerugian, Polda Sumut berada di peringkat ketiga di bawah Polda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan nilai kerugian Rp 133,6 miliar dan Polda Kaltim dengan nilai kerugian Rp 122,4 miliar.
Dari catatan redaksi, saat ini terdapat sejumlah kasus korupsi di Pulau Nias yang sedang ditangani di Kejati dan Polda Sumut yang sampai saat ini belum diketahui kelanjutan proses penanganannya meski beberapa juga sudah disidangkan.
Aktor, Modus dan Sektor
Lalu, siapa saja, bagaimana modus dan di sektor apa saja kasus-kasus korupsi pada semester I tahun ini terjadi?
ICW mencatat, dari sisi pelaku (aktor), terdapat 10 kelompok pelaku. Dan di urutan pertama adalah pejabat atau pegawai kementerian/pemda. Selanjutnya, di urutan kedua adalah pihak swasta, mulai dari Direktur, Komisaris, konsultan dan pegawai swasta. Di peringkat ketiga, berlatarbelakang kepala desa, camat, lurah menempati. Selanjutnya, Kepala Daerah, Kepala Dinas, anggota DPR/DPRD/DPD, pejabat atau pegawai lembaga negara lain; direktur, pejabat, pegawai BUMN/BUMD; kelompok masyarakat; pejabat atau pegawai bank.
Dari sisi pola atau modus korupsinya, terdapat 11 modus. Di peringkat pertama modus adalah dengan cara penggelapan. Disusul dengan penyalahgunaan anggaran, penyalahgunaan wewenang, mark up, laporan fiktif, suap/gratifikasi, kegiatan fiktif, pemotongan, mark down, pemerasan dan pungutan liar.
Sedangkan dari sisi sektor terjadinya korupsi, didominasi pada pembangunan infrastruktur. Secara jumlah memang lebih sedikit disbanding di sektor noninfrastruktur, namun dari sisi nilainya lebih tinggi bahkan hampir dua kali lipatnya.
Kasus korupsi dari segi infrastruktur didominasi sektor transportasi, disusul sektor pemerintahan dan sektor kesehatan. Sedangkan dari segi noninfrastruktur paling banyak terjadi pada sektor keuangan daerah, disusul oleh sektor pendidikan sektor sosial kemasyarakatan. (ns1)