PEMBAKARAN GEREJA DI ACEH SINGKIL
Pimpinan Gereja Imbau Warga Nias Tak Terprovokasi Kekerasan di Aceh Singkil
NIASSATU, NIAS – Pimpinan organisasi gereja yang juga Ephorus Sinode Banua Niha Keriso Protestan (BNKP), gereja terbesar di Pulau Nias Pdt. Tuhoni Telaumbanua, Ph.D. merespons kekerasan terhadap warga Kristen dan pembakaran gereja di Aceh Singkil, Aceh, dengan bertindak cepat dengan memberikan imbauan kepada jemaat yang dipimpinnya dan juga warga Nias dimana saja berada agar tidak terprovokasi.
Ketika diminta pendapatnya, Pdt. Tuhoni mengatakan bahwa pernyataan sikap dan imbaun tersebut seperti telah disebarkannya di akun Facebooknya.
“Yang terkasih, segenap warga BNKP dan warga Nias dimanapun berada. Sehubungan dengan terjadinya tindakan intoleransi di Aceh Singkil, dengan terjadinya pembakaran gedung gereja HKI, GKPPD dan Katolik – maka kami menghimbau: pertama, agar umat tetap tenang dan tidak terpancing emosi, dan tidak melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan iman Kristiani. Mohon rekan pelayan menjadi penenang di tengah masyarakat,” ujar dia dalam butir pertama imbauannya yang dituliskan pada hari yang sama kejadian tersebut seperti dikutip Nias Satu, Kamis (15/10/2015).
Kemudian, pada butir kedua, meminta agar semua warga gereja dan warga Nias tetap waspada dan tidak terpancing bila ada yang memprovokasi, dan mewaspadai pihak luar yang tidak dikenal.
Pada butir ketiga, Pdt. Tuhoni memberikan perhatian khusus pada warga dan keluarga warga Nias yang menjadi korban kekerasan di Aceh Singkil dan kemudian terpaksa mengungsi ke Pulau Nias.
“Bila ada sanak-saudara yang ikut jadi korban di Aceh Singkil, dan mengungsi kembali ke Nias, maka dimohon kepada keluarga dan para pendeta/Guru jemaat untuk turut menenangkan. Jangan dibalas kejahatan dengan kejahatan. Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk mengasihi musuh dan berdoa untuk mereka yang menganiaya,” tambah dia.
Pada butir keempat, secara khusus memberikan perhatian pada keamanan warga Aceh Singkil yang dua kali dalam seminggu datang di Pulau Nias, khususnya di Kota Gunungsitoli untuk berdagang.
“Jangan terpancing emosi terhadap pedagang yang datang ke Nias, asal Aceh Singkil setiap Senin dan Kamis, khususnya di kota gunungsitoli,” tanda dia.
Konsolidasi Tokoh Agama, Pemda dan Aparat Keamanan
Tak cuma itu, menyusul kerusuhan yang menewaskan satu orang dan menyebabkan ribuan warga Kristen di Aceh Singkil mengungsi ke wilayah Sumatera Utara tersebut, pihak keamanan dan para pimpinan agama di Pulau Nias juga melakukan antisipasi yang difasilitasi oleh aparat militer setempat.
Di Nias Selatan, pertemuan yang melibatkan para tokoh agama/gereja dan aparat kepolisian dilaksanakan di kantor Koramil. Sedangkan di Gunungsitoli, diadakan di Markas Kodim yang juga dihadiri oleh pimpinan Polres Nias.
Hasil pertemuan tersebut, seperti juga dilansir Pdt. Tuhoni yang juga salah satu petinggi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) tersebut dalam akun pribadinya, menyatakan menyesalkan tindakan intoleransi di Singkil sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia.
Mereka juga sepakat mendesak pemerintah pusat dan daerah serta pihak keamanan untuk segera mengambil tindakan pengamanan dan memberi jaminan ketentraman bagi masyarakat di Singkil dan mengambil langkah-langkah agar tidak terulang lagi peristiwa seperti ini di tempat lain. Peran tokoh-tokoh agama dan aparat pemerintah dan keamanan dibutuhkan untuk mengantisipasi agar peristiwa Singkil tidak merembes ke daerah lain, termasuk di Kepulauan Nias yang mayoritas beragama Kristen.
Karena itu, mereka menyepakati perlunya ada antisipasi terhadap pihak luar yang datang dari Singkil dan Sibolga yang bermaksud melakukan provokasi.
“Pertama, penting diantisipasi pihak luar yang berkeinginan memprovokasi, terutama yang datang dari Singkil dan Sibolga. Pihak keamanan dan pemda akan bekerja keras untuk antisipasi ini, dan pimpinan umat diharapkan menenangkan warga masing-masing,” demikian pernyataan itu.
Mereka juga memberikan perhatian pada kemungkinan adanya warga dari Aceh Singkil yang mengungsi ke Pulau Nias dan karena itu para pemerintah daerah dan tokoh agama diminta bersedia menampung dan memberikan pendampingan.
“Kedua, apabila ada yang mengungsi di Nias, akibat ke-tidak-aman-nya Singkil, maka pemerintah bersama agama-agama menampung dan memberi pendampingan kepada mereka. Ketiga, pentingnya aksi solidaritas masyarakat, gereja atau agama-agama terhadap para pengungsi di Pak-pak Barat dan Tapteng. Dapat disalurkan melalui organisasi masing-masing dan dapat juga melalui kordinasi pemerintah setempat,” demikian kutipan dari kesepakatan dalam pertemuan tersebut.
Seperti diketahui, pada Selasa (13/10/2015) terjadi penyerangan sekelompok warga terhadap warga beragama Kristen di Aceh Singkil. Menurut data PGI, seperti disampaikan Kepala Humas PGI Jeirry Sumampouw, dalam kerusuhant tersebut dua gereja dibakar, yakni Huria Kristen Indonesia dan Gereja Katolik di Desa Gunung Meria Singkil. Juga terjadi penganiayaan kepada Pdt Erde Berutu S.Th. saat menjaga agar gerejanya Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi Kuta Karangan Kab. Aceh Singkil tidak dirusak massa.
Kejadian tersebut sempat mendapat perlawanan warga sehingga menyebabkan satu orang meninggal dan beberapa luka-luka. Akibatnya, ribuan warga Kristen di daerah itu mengungsi menyelamatkan diri ke wilayah Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Singkil di antaranya Tapanuli Tengah dan Pakpak Barat.
Atas kejadian tersebut, sejumlah pihak juga telah menyatakan sikap yang mengecam keras tindakan tersebut. Mulai dari PGI hingga berbagai organisasi agama Islam, di antaranya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan GP Ansor.
Hingga Rabu (14/10/2015), Polda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Terdiri dari pelaku pembakaran gereja dan juga penghasut pembakaran tersebut. (ns1)
aceh belon cukup di terapi dgn melalui bencana alam Tsunami, memang kalo sdh bebal ya bebal aja….semoga Tuhan Yesus Christus memberkati pelaku dan aktor intelktua-nya…