KEPEMIMPINAN
Theocentric Leadership
Oleh Eloy Zalukhu*
Pengantar Redaksi
Mulai bulan ini, situs NiasSatu.Com akan menayangkan secara berseri sembilan artikel penting yang ditulis oleh putra Nias yang juga dikenal sebagai Theocentric Motivator, Eloy Zalukhu. Artikel ini, seperti disebutkan Eloy kepada Redaksi, pernah dimuat di Majalah Inspirasi dan saat ini sedang dalam persiapan untuk dijadikan buku. Sebelum menjadi buku, Eloy membagikan artikel ini kepada warga Nias (tentu saja juga termasuk siapa saja pengunjung situs ini). Semoga menjadi bahan pemikiran dan mengubahkan. Selamat menikmati.
———-
Karena ini merupakan artikel perdana, saya merasa perlu untuk bercerita secara singkat bagaimana saya bisa sampai disini; diberikan kepercayaan oleh Majalah INSPIRASI untuk menulis secara rutin topik-topik yang berhubungan dengan kepemimpinan. Bagi saya ini adalah sebuah kehormatan yang saya syukuri karena Tuhan memberi kesempatan untuk menginspirasi dan mudah-mudahan dapat membelokkan sejarah hidup lebih banyak orang.
Saya menulis dan berbicara tentang kepemimpinan sebagai seorang peziarah, bukan ahli. Saya memiliki pertanyaan yang dimiliki banyak orang. Apakah betul bahwa jatuh bangunnya sebuah bangsa, organisasi atau keluarga ditentukan oleh pemimpinnya? Apakah pemimpin hebat muncul karena bawaan lahir atau karena dikembangkan atau karena keduanya? Bagaimana melakukannya? Apakah pemimpin hebat harus memiliki tingkat pendidikan atau postur tubuh tertentu? Apakah betul semua orang dilahirkan menjadi pemimpin? Jika iya, lalu siapa yang akan menjadi pengikutnya? Dan tentu saja saya bertanya, apa kata Kitab Suci tentang semua ini?
Pertanyaan dan pencarian itu sudah muncul sejak masih di bangku kuliah, dipicu terutama setelah beberapa kali mengikuti acara tahunan di Melbourne waktu itu, yaitu Christian Leadership Conference (CLC) yang digagas dan dimotori oleh Dr. Sen Sendjaya, yang saat ini sebagai Associate Professor di Department of Management, Faculty of Business and Economics, Monash University, Melbourne, Australia.
Sejak itu saya memacu diri untuk mempraktikkan apa yang saya pelajari dan secara rutin membaca artikel dan buku-buku yang berhubungan dengan kepemimpinan. Beberapa tahun terakhir thanks to youtube karena menyediakan tak terhitung banyaknya video dari orang-orang hebat, termasuk para pemimpin dunia dari berbagai industri dan organisasi yang mudah diunggah dan dipelajari.
Success Triangle Principles
Sedikit melihat ke belakang, hal yang sama terjadi ketika saya menulis buku yang pertama, tentang Theocentric Motivation dan diberi judul Success Triangle Principles. Buku ini berisi tiga sudut kesuksesan sejati untuk meraih hasil terbaik dalam karier dan hidup.
Awalnya, berkaca dari perjalanan hidup saya sendiri, lahir dan besar di gubuk pedalaman Pulau Nias, yang sampai hari ini dusun tersebut belum dialiri listrik dan tak punya jalan beraspal. Ditinggal ayah ketika masih usia sembilan bulan. Sebagai anak bungsu dari tiga belas bersaudara, dari istri ayah saya yang keempat. Tetapi kemudian bisa ke Jakarta, sekolah di SMP dan SMA ternama di Jakarta Selatan, bahkan kuliah hingga ke Australia.
Namun, tidak semua berjalan mulus, saya menemukan entakan hidup yang luar biasa. Terpinggirkan, terhina, terangkat, tergoda, hingga benar-benar melupakan anugerah Tuhan yang saya terima. Pada tahun 1997, di Melbourne, saya bahkan sempat mencoba mengakhiri hidup. Namun kasih Tuhan yang tak bersyarat itu mengangkat saya untuk kesekian kalinya hingga menjadi seperti hari ini.
Pengalaman hidup seperti itulah yang kemudian mengilhami saya menulis buku Success Triangle Principles, sehingga isinya semacam integrasi Teologia dan ilmu motivasi atau yang saya sebut sebagai Theocentric Motivation. Mungkin karena integrasi seperti itulah maka buku itu dirasa berbeda dibandingkan buku-buku motivasi lain pada umumnya.
Sales Warrior
Tak berhenti disitu. Kemudian, saya memperhatikan orang-orang yang dari sisi motivasi sudah sangat positif tetapi dari sisi pendapatan keuangan terlihat masih terus berkekurangan. Termasuk diri saya sendiri waktu itu. Saya pun penasaran dan mencari tahu apa yang hilang. Dari hasil pencarian itu saya menyimpulkan bahwa semua orang harus belajar selling skills atau cara menjual yang tepat dan benar. Saya menemukan bahwa “Selling is about giving and serving, profit is a by-product”. Dengan kata lain, menjual adalah tentang memberi dan melayani konsumen atau orang lain dengan sebaik-baiknya, keuntungan bisnis akan menjadi imbalannya.
Definisi selling menurut MerriamWebster’s Collegiate Dictionary, yaitu suatu usaha atau tindakan untuk membujuk dan memengaruhi orang lain agar melakukan suatu tindakan atau menerima suatu ide. Maka dapat dikatakan bahwa setiap orang harus memiliki keterampilan menjual. Termasuk sebagai seorang pemimpin hebat pasti memiliki kemampuan selling yang baik. Tanpa kecakapan ini, orang yang terlahir jenius sekalipun tak akan mungkin meraih hasil maksimal. Mengapa? Sadar atau tidak, setiap orang dan setiap hari hanya memiliki dua pilihan, yaitu menjual atau membeli (sell or be sold).
Ilustrasinya begini. Seorang bocah enam tahun menolak bangun pagi dengan alasan masih mengantuk, padahal dia seharusnya bersiap-siap pergi sekolah. Dalam situasi seperti itu, jika Anda menjadi ibu atau ayah anak itu, apa yang akan Anda lakukan? Hanya ada dua kemungkinan. Pertama, entah cara yang Anda gunakan benar atau tidak, anak Anda bangun dan pergi ke sekolah. Pada situasi ini Anda berhasil menjual (sell).
Kedua, entah cara yang anak Anda gunakan benar atau tidak, dia berhasil membuat Anda menerima, atau lebih tepatnya menyerah, dan membiarkan dia meneruskan tidur serta tidak bersekolah. Pada situasi ini Anda membeli (being sold).
Bisa dibayangkan betapa pentingnya keterampilan menjual untuk semua orang. Rangkuman dari pencarian dan penemuan tersebut telah menjadi buku dengan judul “SALES WARRIOR Using RAVE Sales Principles: Menjadi pasukan elite penjualan dengan paradigma baru dan teknik jitu untuk menjual 10X lebih banyak di tengah persaingan yang semakin menggila.”
Leadership Mastery
Demikian juga dengan buku kepemimpinan yang sedang saya tulis ini. Dimulai dari rasa penasaran dan keinginan untuk belajar menjadi seorang pemimpin yang lebih baik. Poin-poin itulah yang akan saya bagikan kepada para sahabat, pembaca majalah INSPIRASI di edisi-edisi mendatang.
Dalam bentuk framework atau model sederhana, berikut adalah kesimpulan saya mengenai kepemimpinan sejati, terdiri dari lima prinsip utama.
Saya meyakini bahwa pemimpin sejati tidak pernah mengharapkan sesuatu diubahkan untuk dirinya, tetapi dia mengubahkan sesuatu untuk kebaikan orang lain dan dunia. Misalnya, ketika dia mengalami atau menyaksikan suatu ketidakadilan, dia gelisah dan tergerak untuk melakukan sesuatu untuk mengubahkannya. Untuk menjadi pemimpin seperti itu tentu harus memiliki hikmat (wisdom) tetapi juga keberanian (courage). Banyak orang pintar, tetapi tidak berhikmat. Banyak orang berhikmat tetapi tidak berani. Banyak orang berani tetapi tidak berhikmat.
Pemimpin sejati harus bijak dalam berpikir sekaligus berani dalam bertindak. Semoga di hari kemerdekaan bangsa Indonesia ke-70 ini, kita segera mendapatkan pemimpin seperti itu. Pemimpin seperti ini ketika memimpin suatu organisasi, akan mampu memimpin timnya untuk memberikan hasil 10X lebih baik dari sebelumnya, yang diukur dari enam hal, yakni: high productivity, low turnover, high customer satisfaction and loyalty, high profitability, positive relationship with suppliers, innovation for improvement. Pemimpin seperti itu tentu harus memiliki managerial skills yang baik, kemudian disempurnakan dengan leadership spirit.
Self Discovery
Satu hal yang paling mendasar tentang kepemimpinan adalah bahwa setiap orang harus terlebih dahulu menemukan dirinya sendiri (self-discovery). Kepemimpinan utamanya bukan tentang teknik atau strategi untuk mempengaruhi orang lain melakukan sesuatu. Kalau hanya sekedar itu, maka pemimpin tidak ada bedanya dengan penipu.
Pemimpin utamanya adalah penemuan diri. Ketika seseorang menemukan dirinya (true-self), dia akan menemukan potensi dan bakat yang Tuhan percayakan kepadanya. Maka dia akan melihat bahwa dirinya penting untuk kebaikan dunia. Bahwa dia lahir bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk kebaikan orang lain. Ini bukan dengan perasaan sombong tetapi pemahaman bahwa Tuhan punya panggilan khusus untuk dirinya.
Untuk menggenapi panggilan itu, Tuhan merancang setiap orang dengan bakat atau talenta tertentu. Sehingga, yang dilakukan oleh setiap orang seharusnya adalah melayani dunia melalui bakat yang dimiliki. Dari sudut pandang seperti itu maka dapat disimpulan bahwa semua orang adalah pemimpin. Tetapi hal itu bukan berarti semua orang pasti jadi pemimpin. Umumnya, justru sebaliknya. Mengapa?
Kita akan teruskan perjalanan dan diskusi kita di edisi berikutnya. Cheers!
* Eloy Zalukhu, MBA adalah Director of CAPSTONE Consulting & Sales Institute; Theocentric Motivator, Sales Training Expert; Leadership Coach and Corporate Culture Consultant; Penulis buku best-seller Life Success Triangle & Sales Warrior using RAVE Sales Principles. dan Narasumber tetap program Smart Motivation di radio SmartFM dan Sonora networks.