Esther: Konsekuensi Penetapan Status Cagar Budaya Nasional Harus Diantisipasi

Esther Gloria Telaumbanua | Dok. Pribadi/FB

Esther Gloria Telaumbanua | Dok. Pribadi/FB

NIASSATU, JAKARTA – Persetujuan penetapan Desa Bawömataluo menjadi Cagar Budaya Nasional (CBN) juga mendapat  apresiasi dari putri Nias yang juga pegiat pelestarian benda pusaka, Esther Gloria Telaumbanua.

“Sebagai orang Nias dan pegiat pelestarian pusaka, sudah tentu saya ikut bangga dengan berita telah disepakatinya kawasan desa Bawömataluo sebagai cagar budaya nasional,” ujar dia kepada Nias Satu, Jum’at (5/8/2016) malam.

Akan tetapi, kata Esther, status menjadi Cagar Budaya Nasional tersebut juga membawa konsekuensi bahwa warisan budaya leluhur di Bawömataluo itu didedikasikan untuk dilindungi.

“Makna penetapan itu bagi saya, bahwa warisan budaya (baik tangible dan intangible) leluhur Nias yang bernilai tinggi di Bawömataluo didedikasikan untuk dilindungi dan dimanfaatkan bagi kepentingan masa depan khususnya pendidikan dan pengembangan kebudayaan,” jelas dia.

Oleh karena itu, penetapan sebagai Cagar Budaya tersebut perlu disosialisasikan kepada semua pihak, terutama masyarakat agar dimaknai dengan benar.

“Ketika telah ditetapkan tentu ada aturan-aturan (UU Cagar Budaya dan UU terkait) yang mengikatnya dan harus dipertanggungjawabkan. Jadi perlu kesiapan masyarakat dan pemda setempat,” tutur dia.

Dia pun menyarankan beberapa hal untuk dilakukan. Di antaranya, penetapan status Cagar Budaya Nasional tersebut diikuti dengan langkah-langkah pentaaan kawasan dan program-program pembinaan sumber daya manusia (SDM).

“Pemerintah harus menyiapkan ini agar tidak ada pergesekan di kemudian hari. Harus dipahami bahwa Bawömataluo ini adalah kawasan berpenghuni, tiap rumah dan objek pusaka di dalamnya ada pemiliknya. Penghuninya hidup dengan realitas hidup yang beragam dan dinamis, termasuk persoalan ekonomi dan kemiskinan yang menjadi pergumulan sehari-hari. Ini harus dipahami dan diperhatikan agar terbina partisipasi semua pihak,” terang dia.

Sebagai perbandingan, kata dia, pengalaman pelestarian cagar budaya lain di Indonesia   bisa diadopsi. Termasuk pelestarian Omo Sebua di Hilinawalo Mazinö yang masuk dalam kategori endangered sites oleh World Monument Fund (WMF) pada 2007, agar penetapan sebagai cagar budaya itu bermakna dan terjaga keberlanjutannya.

“Sebagai cagar budaya dan sekaligus kawasan wisata tentu diharapkan memberi dampak positif dan kesejahteraan, jadi perlu pengelolaan yang tepat. Di sisi lain, keterbukaan dan kunjungan yang semakin meningkat akan memboncengkan perubahan, pergesekan dan pergerusan budaya. Perlu kesiapan semua pihak mengantisipasi hal ini. Bila sudah siap dan disiapkan ya syukurlah. Semoga kawasan desa adat Bawömataluo sebagai situs budaya terlindungi dan sbg destinasi wisata semakin maju dan berjiwa dengan aktivitas seni budaya yang semakin menarik. Semoga Bawömataluo juga menjadi kebanggan nasional,” tandas dia. (ns1)

 

About the Author

Leave a Reply

*

Translate »