THEOCENTRIC LEADERS SERIES
Kepemimpinan yang Melayani (I)
Oleh Eloy Zalukhu, MBA.
Catatan Redaksi:
Ini adalah artikel keenam dari sembilan artikel penting tentang kepemimpinan yang ditulis oleh putra Nias yang juga dikenal sebagai Theocentric Motivator, Eloy Zalukhu. Artikel ini, seperti disebutkan Eloy kepada Redaksi, pernah dimuat di Majalah Inspirasi dan saat ini sedang dalam persiapan untuk dijadikan buku. Sebelum menjadi buku, Eloy membagikan artikel ini kepada warga Nias (tentu saja juga termasuk siapa saja pengunjung situs ini). Semoga menjadi bahan pemikiran dan mengubahkan. Selamat menikmati.
=======
Kepemimpinan yang melayani atau pelayan yang memimpin (servant leadership) adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa peran utama seorang pemimpin adalah untuk melayani orang lain. Dalam model Theocentric Leadership yang telah dibahas sebelumnya, secara umum saya telah menjelaskan lima prinsip utama untuk menjadi pemimpin sejati, yaitu: Purpose, Servantship, Character, Competencies, Legacy.
Kali ini kita khusus membahas lebih mendalam bagian kedua, yaitu Servant Leadership dengan merujuk pada sebuah buku berjudul Leaders Eat Last karya Simon Sinek.
Di awal buku itu, ia menjelaskan mengapa kita membutuhkan pemimpin? Bayangkan, dulu di awal permulaan dunia, waktu manusia masih baru puluhan orang. Beberapa kakek moyang kita, setelah berburu seharian, melacak hingga puluhan kilometer dari rumah, akhirnya berhasil mendapatkan beberapa ekor binatang, cukup untuk kebutuhan sekelompok orang yang ada.
Setelah kembali ke rumah, warga seluruh kampung berkumpul, memberikan selamat kepada para pemburu. Kemudian mereka mempersiapkan hasil buruan untuk dimasak dan disantap bersama. Ketika hampir matang, terjadi kerusuhan. Semua orang lapar dan ingin segera makan. Tidak bisa dihindari, terjadi saling dorong dan saling sikut, berebut makanan yang baru saja disediakan. Bisa dibayangkan yang kuatlah yang menang. Jika situasi ini terus berlanjut, manusia akan segera punah.
Mengapa punah? Karena semua orang merasa hidup dalam bahaya. Tidak ada lingkungan yang AMAN. Semua orang saling curiga dan berusaha menyelamatkan diri masing-masing. Tidak ada perasaan saling percaya, saling menjaga. Masing-masing pasti tidak akan pernah tidur pulas karena takut kalau binatang buas datang, tidak ada orang yang bisa dipercaya untuk membangunkannya. Orang kuat, yang berhasil makan banyak hasil buruan tadi, hidupnya tidak tenang, kuatir kalau saat dia tidur, orang kurus-pendek yang tadi siang dia pukul sehingga tidak dapat makan dan merasa kelaparan, menjadi dendam dan membunuhnya malam itu. Ini jelas bukan sistim yang baik untuk manusia berkembang.
Karena itulah, Tuhan menciptakan manusia dengan zat kimiawi yang dikenal dengan singkatan EDSO, yaitu: Endorphins, Dopamine, Serotonin dan Oxytocin. Berhubungan dengan tema Servant Leadership, kita khusus membahas Serotonin, yang kadang disebut sebagai The Leadership Chemicals.
Berhubungan dengan contoh perburuan tadi, ide sama rata sama rasa, tidak bisa berlaku. Justru yang terjadi adalah saling sikut dan bunuh-membunuh. Itulah sebab akhirnya dengan dorongan zat-zat kimiawi yang disediakan Tuhan sebagai pencipta dan pemelihara manusia, kita berevolusi menjadi makhluk yang hidup dalam sistim hirarki. Artinya, ketika ada seseorang yang kita pandang layak menjadi pemimpin, bukannya melawan, justru secara sukarela kita akan membiarkan mereka berjalan di depan untuk memimpin kita. Mereka pun kemudian mendapatkan banyak keuntungan sebagai pemimpin; duduk di tempat VIP, makan bagian terbaik, mendapat penghormatan serta berbagai pelayanan dari kita sebagai bawahan atau pengikut mereka.
Serotonin: The Leadership Chemical
Dengan zat serotonim, semua keuntungan dan perlakuan istimewa tersebut membuat para pemimpin tadi merasa bangga dan dihormati. Perasaan ini membuat mereka semakin percaya diri. Di sisi lain, meskipun rakyat tidak akan mendapatkan potongan terbaik dari daging hasil buruan, rakyat akan bisa makan hingga kenyang tanpa mendapatkan sikut di wajah. Sistem ini lebih kondusif untuk kerjasama dan dipertahankan sampai hari ini.
Serotonin adalah rasa bangga. Ini berhubungan dengan perasaan yang kita dapatkan ketika kita merasa bahwa orang lain menerima dan menghormati kita. Penerimaan dan penghormatan itu membuat kita merasa kuat dan percaya diri. Sebagai makhluk sosial, kita menginginkan dan membutuhkan perasaan untuk dihargai. Kita semua ingin merasa berharga dan senang sekali bila usaha kita selama ini diakui serta dipuji.
Perasaan yang ditimbulkan oleh Serotonin tidak bisa kita dapatkan seorang diri. Kita butuh orang lain. Jika kita bisa mendapatkan perasaan ‘bahagia’ ini seorang sendiri, maka kita tidak akan memiliki upacara penghargaan atau upacara wisuda. Dan tentu tidak ada kebutuhan untuk menampilkan semua Like/Suka di akun Facebook. Tidak diperlukan juga mengenai informasi jumlah viewer kita di youtube atau berapa banyak follower kita Twitter.
Kita ingin merasa diterima, disukai dan dihargai oleh orang lain. Semakin banyak kita memberi diri kita untuk memajukan orang lain, semakin tinggi manfaat diri kita bagi anggota tim yang kita pimpin. Dengan demikian, semakin tinggi pula penghormatan mereka kepada kita. Kemudian, semakin besar penghormatan yang kita terima, semakin tinggi kepercayaan diri kita. Dengan demikian semakin besar usaha kita untuk memberikan yang terbaik kepada orang-orang yang kita pimpin. Secara ideal, itulah yang seharusnya terjadi. Lingkaran yang sangat positif untuk kebaikan kedua pihak; antara pemimpin dan pengikut.
Entah Anda seorang direktur, manager, pelatih, orang tua, serotonin bekerja untuk mendorong Anda semakin giat melayani orang-orang yang Anda pimpin. Dan jika Anda adalah karyawan, rakyat atau seseorang yang ditolong, serotonin bekerja mendorong Anda untuk bekerja keras, membuat mereka, yaitu orang-orang yang menolong Anda merasa bangga dan bahagia.
Maka kesimpulanya, pemimpin yang bekerja paling keras untuk membantu anggota timnya untuk sukses, akan secara alami dianggap sebagai pemimpin yang baik oleh anak buahnya. Mereka dilihat sebagai orang baik, hebat, yang bersedia mengorbankan waktu dan energi sehingga orang lain dapat memperoleh keuntungan. Inilah selfless leadership atau servantship, merupakan prasyarat untuk kepemimpinan sejati. Dalam kalimat Simon Sinek:
Pemimpin sejati adalah orang-orang yang maju lebih dulu ke tempat yang tidak dikenal. Mereka bergegas menuju bahaya. Mereka mengesampingkan kepentingan mereka sendiri untuk melindungi kita dan membawa kita ke masa depan yang lebih baik. Pemimpin sejati bersedia dan rela mengorbankan apa yang mereka miliki demi untuk menyelamatkan apa yang kita miliki. Dan mereka tidak akan pernah mengorbankan apa yang kita miliki untuk menyelamatkan apa yang mereka miliki.
Inilah artinya menjadi seorang pemimpin. Ini berarti mereka memilih untuk melangkah lebih dulu ke dalam bahaya, ke tempat yang tidak dikenal. Dan ketika kita merasa yakin bahwa mereka akan berjuang mengutamakan kebaikan, keamanan dan kesejahteraan kita, maka kita akan berbaris di belakang mereka dan bekerja tanpa lelah, rela mengorbankan keringat, air mata dan bahkan darah, untuk melihat visi mereka tercapai. Dan di saat itulah kita akan bangga menyebut diri sebagai pengikut mereka.
Pertanyaannya, jika Tuhan telah membekali kita dengan Serotonin, mengapa sangat sedikit pemimpin yang melayani orang-orang yang dipimpin? Lalu bagaimana membangun jiwa melayani tersebut di dalam diri setiap kita? Dari sisi spiritual kita dapat menyimpulkan bahwa dosa telah membuat kita salah menggunakan berkat-berkat yang Tuhan anugerahkan. Karena itu, membangun jiwa melayani pun diawali dengan lutut untuk meminta anugerah dan kemampuan khusus dari Tuhan. Itulah Theocentric Leadership, dimana Tuhan yang memanggil sekaligus Tuhan yang melengkapi.
Eloy Zalukhu, MBA. adalah Director of CAPSTONE Consulting & Sales Institute; Theocentric Motivator, Sales Training Expert; Leadership Coach and Corporate Culture Consultant; Penulis buku best-seller Life Success Triangle & Sales Warrior using RAVE Sales Principles; Narasumber tetap program Smart Motivation di radio SmartFM dan Sonora networks.