HARI PAHLAWAN

Latah Pahlawan a la Zaman Now

Etis Nehe | Dok. Pribadi

Oleh Etis Nehe*

10 November itu, bagi rakyat Indonesia adalah hari penuh heroisme. Bukan cuma pada hari “H” tanggal itu pada 1945. Tetapi juga sampai kini tetap menjadi heroisme. Apalagi karena bertepatan dengan era heroisme yang ‘dikit-dikit nasionalisme’ atau dikit-dikit NKRI harga mati’.

Kata Pahlawan itu punya daya tarik magis. Tak cuma psikologis. Bisa membawa orang pada ingatan zaman doeloe yang penuh gelegar dentuman peledak, desingan peluru, percikan dan tumpahan darah hingga bau jasad yang bertebaran.

Beberapa pahlawan berjibaku hidup mati di meja perundingan, diplomasi politik hingga aktivitas klandestin, gerilya diplomasi dan lain-lain, demi mempertahankan Indonesia.

Beda dulu beda sekarang.

Pahlawan zaman now punya definisinya sendiri. Kepahlawanan bisa dibangun dari bahan baku pencitraan, tebar pesona, bagi sembako di sana-sini, bahkan dengan berita hoax juga.

Kriteria menjadi pahlawan kini menjadi sangat cair bahkan bisa diorder atau difasilitasi. Apalagi bila yang membutuhkan predikat pahlawan itu punya modal. Terutama modal politik dan uang. Salah satunya saja sudah lebih dari cukup sebagai modal. Apalagi bila punya keduanya.

Itu sebab, Anda akan mudah menemukan para pahlawan zaman now itu mondar-mandir dipanggil aparat hukum karena perilaku tak pantas. Melanggar prinsip-prinsip abadi kepahlawanan.

Ada yang menjadi koruptor, rasis, pelanggar HAM berat, pembunuh, bandar narkoba, tukang peras bin preman, dan aneka kelakuan tak manusiawi lainnya.

Tampang mereka wara-wiri di media massa namun tanpa satupun foto dengan ekspresi merasa bersalah.

Para pengkhianat itu terus diperlakukan bak pahlawan. Bahkan tak malu-malu minta dipanggil ‘yang terhormat’.

Mereka didukung oleh ‘rakyat mereka sendiri’ yang biasanya para penjilat tulen karena mereka memang rakyat bayaran. Yang memuji terus mereka dan menjadikan mereka tokoh, negarawan dan pahlawan.

Itu sebab Anda akan dengan mudah menemukan para perusak seperti itu dilabeli sebagai pahlawan dan tokoh masyarakat. Dan lewat jaringan pendukungnya, para pengkhianat seperti itu bahkan bisa merebut atau menempati jabatan-jabatan strategis yang menentukan nasib banyak orang lemah dan tak berdosa.

Pada November 2013, saya mengikuti sebuah kegiatan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Secara sengaja saya menyisir semua area makam guna meresapi suasana dan nilai-nilai perjuangan mereka. Saya berusaha membaca nama-nama mereka yang beristirahat abadi di sana.

Di sana, mereka berkumpul tanpa membedakan agama dan suku.

Sejumlah nama cukup familiar bagi saya karena pernah membaca atau mendengar nama mereka dalam pelajaran sejarah di selolah. Tetapi, jauh lebih banyak nama yang tidak saya kenal atau pernah dengar.

Tapi mereka adalah pahlawan sesungguhnya. Mereka ada di sana karena pengorbanan mereka. Masih banyak pahlawan serupa mereka tidak dimakamkan di makam kepahlawanan seperti itu. Mereka disebut pahlawan karena pengorbanan mereka bagi negeri ini, bagi rakyat negeri ini.

Berbeda dengan para pahlawan zaman now. Mereka merampok negeri ini, bolak balik dikerangkeng karena korupsi dan kejahatan lain, namun akan tetap disanjung, ditokohkan dan dipahlawankan.

Semoga Anda tidak termasuk orang yang ikut merusak negeri ini dengan melabeli para perusak negeri ini, koruptor, kriminil, dll. sebagai pahlawan.

Selamat Hari Pahlawan 2017.
Hanya bagi para pahlawan sejati negeri ini.

Jum’at, 10 November 2017
Warung Buncit, Jakarta Selatan

About the Author

Leave a Reply

*

Translate »