Tokoh Masyarakat Kepulauan Batu Minta Pelaku Pembunuhan Melinda Dikebiri
NIASSATU, NIAS SELATAN – Tindakan keji berupa perkosaan dan pembunuhan terhadap calon pendeta (Vikaris) Melinda Zidömi di Sumatera Selatan menuai kecaman keras dari masyarakat Kepulauan Batu, Kabupaten Nias Selatan, daerah asal almarhumah Melinda.
Pdt. Foluaha Bidaya, salah satu tokoh masyarakat Kepulauan Batu mengungkapkan keprihatinan dan duka mendalam peristiwa yang menyedihkan itu.
“Saya sebagai salah seorang tokoh dari Kepulauan Batu, yang terdiri dari 7 Kecamatan, 87 Desa, dan 1 Kelurahan di wilayah Kabupaten Nias Selatan menyampaikan rasa prihatin dan rasa duka yang sedalam-dalamnya atas insiden yang menyedihkan yang menimpa Sdri. Melinda Zidömi sebagai salah satu putri terbaik Kepulauan Batu dari Hibala. Sekaligus mengutuk perilaku superbiadab yang menimpanya itu,” ujar dia kepada Nias Satu, pada Rabu (27/3/2019) malam.
Seperti diketahui, keluarga almarhumah Melinda berdomisili di Balögawu, Desa Eho, Kecamatan Hibala, Kepulauan Batu, Kabupaten Nias Selatan.
Pendeta senior gereja Banua Keriso Protestan Nias (BKPN) tersebut mendesak pihak kepolisian agar mengusut kasus itu sampai tuntas dengan menangkap para pelaku.
“Seraya memohon kepada pihak kepolisian untuk mengusut kasus ini sampai tuntas, menangkap para pelaku dan memberikan hukuman kebiri kepada para pelaku. Kasus ini kami anggap kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, dan pembunuhan berencana,” tegas dia.
Mantan Ephorus BKPN itu juga mengatakan, apa yang menimpa Melinda tersebut sebaiknya juga dijadikan pelajaran bagi gereja-gereja dan STT-STT (Sekolah Tinggi Teologi) di Indonesia agar mempertimbangkan kondisi rawan di setiap daerah dalam menempatkan para mahasiswa praktik dan para Hamba Tuhan dari kaum perempuan.
Dia juga mengimbau para putri-putri Nias yang mengabdi dalam bidang apa saja di daerah perantauan agar menjaga diri dan waspada.
Dia juga berharap agar peristiwa tersebut tidak menurunkan minat para orang tua untuk menyekolahkan putri-putri mereka di luar kepulauan Nias.
“Atas kejadian ini diharapkan jangan ada orang tua yang melarang putrinya untuk kuliah di luar daerah Nias,” papar dia.
Kepada masyarakat luas, Pdt. Foluaha juga menyarankan agar peristiwa tersebut tidak dihubung-hubungkan dengan masalah suku, agama dan ras (SARA).
“Sesuai dengan kronologis kejadian, untuk sementara waktu motifnya kriminal murni. Tidak ada hubungannya dengan agama,” ucap dia. (ns1)