Terkait Penetapan Tersangka Demo Pemadaman Listrik, Ini Tanggapan Polres Nias

Osiduhugo DaeliNIASATU, GUNUNGSITOLI – Polres Nias membenarkan telah menetapkan tersangka delapan dari 10 orang yang ditangkap saat menggelar aksi demo memprotes pemadaman listrik di depan kantor PLN di Gunungsitoli pada Minggu, 3 April 2016.

Kepada Nias Satu, Paur Humas Polres Nias Aiptu Osiduhugö Daeli memberikan klarifikasi berbagai kesimpangsiuran dan tudingan terkait penangkapan dan penersangkaan para aktivis tersebut.

Aiptu Osiduhugö mengatakan, para pendemo tersebut ditetapkan sebagai tersangka setelah dalam pemeriksaan telah terpenuhi unsur melanggar hukum karena melakukan aksi tanpa pemberitahuan kepada Polisi sesuai aturan yang berlaku.

“Pada intinya, mereka itu, pertama, melaksanakan penyampaian pendapat di muka umum tanpa pemberitauan yang mengacu pada UU nomor 9 tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum. Itu banyak aturan yang harus dipenuhi oleh siapapun yang melaksanakan penyampaian pendapat di muka umum,” ujar dia, Jum’at (8/4/2016).

Dia menjelaskan, pada dasarnya pihak kepolisian memaklumi aksi tersebut meski tanpa izin. Hal itu terlihat dalam aksi pertama yang dilakukan pada Sabtu (2/4/2016) malam. Pada saat itu, kata dia, massa tersebut tidak mengajukan izin. Namun, pihak Polres Nias berusaha toleran dengan tetap memberikan pengawalan.

“Pada Sabtu malam itu kita kawal dan toleransi meski tidak ada pemberitahuan. Setelah kita kasih tahu untuk bubar dan mereka bubar, ya, tidak terjadi apa-apa. Berbeda dengan ketika pada hari Minggu malam itu. Ketika petugas kita meminta mereka menyudahi aksi dengan membubarkan diri karena hari sudah malam mereka keberatan dan terjadi perdebatan. Nah, dalam perdebatan itu, kemudian terjadi salah satu petugas tidak sengaja menginjak lilin yang mereka nyalakan, dan salah satu dari mereka kemudian mengeluarkan makian kepada petugas sehingga secara spontan petugas langsung membubarkan mereka,” jelas dia.

Pada Minggu malam tersebut, 10 pengunjuk rasa tersebut diamankan langsung ke Polres Nias. Setelah menjalani pemeriksaan, pada Senin (4/4/2016) delapan dari mereka ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Mereka dikenai selain UU No. 9 tahun 1998, pasal 214 dan sub pasal 212 junto pasal 316 KUHPidana. Intinya terkait dengan pengancaman dan penghinaan terhadap petugas.

Ditanya soal status para tersangka itu sebagai wartawan, Aiptu Osiduhugö mengatakan, penyidik  hanya merujuk pada KTP sebagai identitas yang sah.

“Karena ketika kita melakukan pemeriksaan kita melihat KTP. Identitas mereka itu yang kita cantumkan di BAP. Jadi kita merujuk pada yang sahnya saja. Kebetulan ketika kita tanyakan dan mereka tunjukkan KTPnya,” papar dia.

Ketika diingatkan bahwa di antara mereka itu benar wartawan dan sering meliput kegiatan Polres Nias, Aiptu Osiduhugö tidak membantah mengenali mereka. Namun, kata dia, karena saat itu para tersangka itu dalam melaksanakan aksi menggunakan identitas yang berbeda, termasuk sebagai bagian dari LSM, pihaknya memilih menggunakan identitas mereka yang tercatat di KTP sebagai identitas diri yang sah.

“Mungkin secara kasat mata iya mereka wartawan. Tetapi dalam membuat BAP kita berpatokan pada identitas yang resmi. Karena ada kesimpangsiuran mengenai identitas mereka, makanya kita pakai yang sah saja, KTP. Jadi, kita tidak melihat mereka dari sisi wartawannya, tetapi dari sisi mereka sebagai kelompok masyarakat yang melakukan aksi tanpa izin,” tukas dia.

Ditanya mengenai kekerasan yang dilakukan oleh polisi saat melakukan pembubaran dan penangkapan, Aiptu mengatakan hal itu sebagai bagian dari upaya polisi membubarkan mereka. Sebab, mereka itu tidak dalam keadaan membiarkan diri untuk dibubarkan dengan damai.

Dia juga membantah tudingan bahwa Polres Nias melarang keluarga menjenguk para tersangka tersebut di tahanan. Dia menjelaskan, Polres Nias memang memutuskan untuk sementara menghentikan kegiatan menjenguk tahanan karena suasana di lorong tahanan gelap karena ketiadaan listrik.

“Waktu jenguk tahanan itu hari Selasa dan Jum’at. Tapi harus dipahami saat itu lampu mati menyeluruh termasuk di Polres. Bukan keluarga delapan tersangka itu saja yang kita larang. Tetapi semua keluarga tahanan Polres.  Bukan kita tidak kasih izin tapi soalnya lorong tahanan itu gelap dan kita tidak ada genset. Karena itu pimpinan mengambil kebijakan agar semua tahanan jangan dijenguk dulu untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,” terang dia.

Ditanya mengenai kecurigaan bahwa aksi penangkapan dan penersangkaan tersebut sebagai bagian untuk membungkam karena para tersangka itu selama ini sering menggelar aksi demonstrasi, Aiptu Osiduhugö juga membantahnya.

“Itu tidak ada sama sekali. Kita tidak berpikir sejauh itu ke sana. Ini semata-mata karena pelanggaran aturan yang mereka lakukan,” tandas dia. (ns1)

About the Author
  1. Timoteo Reply

    Bahwa kehadiran para aktivis dan masyarakat didepan Kantor PLN adalah untuk melakukan doa bersama, sehubungan dengan Pemutusan Aliran Listrik yang dilakukan oleh APR “akibat dari tunggakan PLN kepada APR” jadi kehadiran aktivis dan masyarakat, bukan untuk berunjuk-rasa. Hal ini diperkuat dengan surat terbuka yang disampaikan kepada Kapolres Nias oleh Pdt. Berkat Laoly yang sedianya memimpin doa pada saat itu.

  2. Octha buulolo Reply

    Ada apa dengan petugas kepolisian di nias
    ?
    Dimanakah nurani nya.?
    Katanya sebagai pengayom masyarakat. Tapi inikah buktinya..

    Tolong jangan bungkam kami pak polisi. Daerah kami sudah miskin. Jadi tolong.!! ngan menambah lagi penderitaan kami..

    Buang kearogansian kalian itu pak polisi. Atau bapak mengharapkan api kebencian masyarakat pulau nias kepada kepolisian di nias berkobar dimana-mana..??
    Bapak polisi menginginkan itu bah.?
    Kami tau pak klo kepolisian hebat “hebat sama masyarakat yg tak berdaya.”

    Harapan kami masyarakat nias supaya para aktifis dan anggota LSM dibebaskan.

  3. Oferlin Hia Reply

    PRIHATIN
    Peristiwa penahanan dan penetapan tersangka kepada 10 org aktivis/wartawan menurut saya terlalu dini.
    Lihatlah latarbelakang meteka, apakah selama ini mereka tersebut pembuat masalah? “Pasti tidak”. Seperti yg dikatakan Pak Aiptu Osiduhugo. Marilah kita bersama2 memberikan ruang kepada publik dan aktivis utk memperjuangkan bersama2 penderitaan masyarakat Nias. Yg perjuangkan adalah termasuk kepentingan polres Nias, yaitu penerangan yg memadai. Jangan seperti terindikasi pencitraan.
    Justru berikan dukungan buat mereka. Tanpa perjuangan masyakat dan para aktivis, pulau Nias akan gelap gulita sampai waktu yg tidak ditentukan. Adanya mereka utk mendesak para pihak terkait mempercepat kepeduliannya.
    Ingat bahwa ini ada kemungkinan penumpang gelap pada kasus pemadaman listrik ini.
    Marilah kita sama2 mendukung sikap kepedulian para aktivis/wartawan juga masyakat utk kemajuan bersama. Polisi mengawalnya pada porsinya karena polisi tidak dibenarkan ikutan berdemo.
    Salam Kasih
    Oferlin Hia, MA

  4. Oferlin Hia Reply

    Kalau benar apa yg disampaikan oleh pak Timoteo bahwa aksi malam itu adalah malam doa yg dipimpin oleh seorang Pendeta maka Pak Polisi bisa salah kaprah.

    Mari bersatu untuk kemajuan Nias tercinta.

  5. ketua Reply

    Buat pakTimoteo, bhw komentar bpk sbb : Bahwa kehadiran para aktivis dan masyarakat didepan Kantor PLN adalah untuk melakukan doa bersama, sehubungan dengan Pemutusan Aliran Listrik yang dilakukan oleh APR “akibat dari tunggakan PLN kepada APR” jadi kehadiran aktivis dan masyarakat, bukan untuk berunjuk-rasa adl termasuk unjuk rasa sesuai UURI NO. 9 thn 1998.
    Dan surat terbuka yang disampaikan kepada Kapolres Nias oleh Pdt. Berkat Laoly yg bpk maksudkan bukan izin menyampaikan pendapatcdi depan umum pak.
    Utk pak Oferlin Hia bhw dlm UURI NO. 9 thn 1998 bhw aktivis/wartawan tdk diistimewakan dlm mengemukakan pendapatnya tanpa izin pak.
    Negara Indonesia adl negara hukum, dan mestinya kita hormati dan taati UU pak.
    Apkh dgn komentar bpk tsb diatas, kta hrus melanggar hukum?

Leave a Reply

*

Translate »