Polres Nias Bantah Rekayasa Kasus Terpidana Mati Yusman Telaumbanua dan Rasula Hia
NIASSATU, NIAS – Polres Nias melalui Kasat Serse AKP Arifeli Zega merespons hasil temuan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) terkait dugaan rekayasa pada proses hukum dua terpidana mati, Yusman Telaumbanua dan Rasula Hia.
AKP Arifeli membantah penyidik yang dipimpinnya saat menyidik kasus itu melakukan rekayasa seperti disebutkan oleh KontraS dalam pernyataan pers resminya pada Senin, (16/3/2015).
“Kita mulai terkait tahun kelahiran. Saat diperiksa, Yusman mengaku tidak ingat tanggal dan bulan lahirnya. Tapi dia mengatakan, ingat tahunnya yakni 1993. Jadi, ketika dia kita periksa, dia sudah berusia 19 tahun,” ujar AKP Arifeli kepada Nias Satu, Selasa (17/3/2015).
Dia menjelaskan, guna memastikan usia Yusman, pihaknya juga memeriksa abangnya Yusman, yang urutan dalam keluarga persis di atasnya dan berusia 22 tahun. Kemudian, juga memeriksa kakak Yusman, yang saat itu berusia 24 tahun.
Meski begitu, AKP Arifeli mengaku, saat itu mereka tidak mendapatkan dokumen resmi mengenai tanggal lahir Yusman. Alasannya, saat ini mereka sulit menemukan keluarganya karena kemungkinan bersembunyi usai kejadian pembunuhan tersebut terungkap.
“Kita menangkap mereka di Pekanbaru. Saat itu, kita tidak bertemu dengan keluarganya. Kebetulan kakaknya adalah istri dari tersangka Rasula Hia. Jadi, untuk memastikan usianya kita periksa kakaknya juga. Tapi, memang kita tidak mendapatkan dokumen resmi akta lahirnya. Tapi kalau benar dokumen itu ada, nanti kita bisa telusuri kebenarannya,” jelas dia.
Dia menjelaskan, keluarga kedua terpidana tersebut sudah lama merantau dari Nias dan berpindah tempat sehingga sulit menemukan data-data otentik mereka. “Kita berdasarkan pengakuan tersangka saja dan kita muat di BAP,” tambah dia.
Terkait dugaan penganiayaan yang dilakukan selama proses pemeriksaan, AKP Arifeli juga membantahnya.
“Itu tuduhan yang tidak benar. Karena si tersangka saja kita jemputnya di Pekanbaru, lalu kita bawa ke Nias,” ujar dia.
Dia menjelaskan, ketika pihaknya melakukan penyelidikan dan pengejaran, Rasula sudah tidak berada di rumahnya, bersembunyi di hutan. Selang beberapa hari kemudian, jelas dia, pihaknya mendapatkan informasi dari Kepala Desa bahwa Rasula sudah kembali ke kampung namun dengan kondisi seperti kurang waras.
“Dia hampir telanjang, dan sambil memegang klewang dia teriak-teriak. Lalu saya perintahkan anggota tangkap lalu diberikan pakaian. Selanjutnya dibawa ke Polres dan diberi makan. Setelah diberi makan, dia kembali normal. Jadi, tidak ada kesempatan kita menganiaya karena tidak ada perlawanan. Ketika diperiksa diakuinya seperti apa yang dituang di BAP,” papar dia.
Dia menambahkan, penemuan lokasi tulang belulang para korban juga berdasarkan petunjuk dari kedua terpidana tersebut. “Penemuan tulang belulang itu, TSK sendiri yang menunjukkan lokasinya dan mereka juga memeragakan bagaimana melakukan pembunuhan sadis itu,” jelasnya.
Terkait tudingan tidak disediakannya pengacara bagi kedua terpidana saat penyidikan awal, AKP Arifeli mengatakan sebaliknya.
“Dari awal sampai di kejaksaan mereka sudah didampingi pengacara. Namanya, Lakadödö Laia. Itu sudah sejak pemeriksaan pertama,” ungkap dia.
Perubahan Motif
Terkait tidak disediakannya penerjemah kepada kedua terpidana saat pemeriksaan, AKP Arifeli beralasan, keduanya lancar berbahasa Indonesia sehingga tidak perlu penerjemah. Pasalnya, kata dia, keduanya tinggal bukan di Nias melainkan di Pekanbaru dimana dalam komunikasi di sana sudah biasa berbahasa Indonesia.
Terkait tudingan terjadinya pengubahan motif pelaku dari perampokan ke penjualan dua kepala korban sebagai jimat, AKP Arifeli lagi-lagi membantahnya.
“Dari penyidikan dan seperti dimuat di BAP, motifnya adalah perampokan dan bukan soal jimat itu. Motif perampokan itu kami lapis dengan pasal terkait perencanaan. Dalam pemeriksaan, keduanya mengaku bahwa membawa kedua kepala korban. Tapi, di BAP yang kami ajukan sampai ke pengadilan tetap sama, yakni motif perampokan. Faktanya tetap sama. Tapi kalau ada perubahan di pengadilan, itu bukan ranah kami,” ujar dia mengakhiri penjelasannya.
Sebelumnya, Koordinator KontraS Haris Azhar, dalam konferensi pers di Jakarta menungkapkan temuan sejumlah dugaan rekayasa dalam proses hukum kedua terpidana mati yang kini ditahan di Lapas Batu, Nusakambangan tersebut. Rekayasa itu di antaranya, adanya pemalsuan tahun kelahiran Yusman yang menurut akta lahirnya masih berstatus anak-anak sehingga tidak bisa divonis mati.
Juga adanya dugaan penyiksaan untuk mendapatkan pengakuan dan pengubahan motif pelaku, dari perampokan yang tidak terbukti menjadi penjualan kepala korban untuk jimat. (Baca: KontraS: Proses Hukum Terpidana Mati Yusman Telaumbanua dan Rasula Hia Sarat Rekayasa).
Pingback: Nias Satu » KontraS Resmi Ajukan Peninjauan Kembali Atas Vonis Mati Yusman Telaumbanua