Restu Jaya Duha dan Revolusi Mental Pelayanan Publik di Nias Selatan

Restu Jaya Duha sedang melayani warga | Etis Nehe

Restu Jaya Duha sedang melayani warga | Etis Nehe

NIASSATU – Nazaran Lawölö mendekat ke meja usai namanya dipanggil. Si pemanggil sempat mengulang panggilannya dengan suara sedikit lebih keras karena posisi Nazaran agak jauh sehingga tidak mendengar panggilan pertama. Nazaran pun bergegas menghampiri si pemanggil dan dipersilakan duduk. Si pemanggil lalu menyatakan bahwa berkasnya sudah selesai dan langsung diserahkan kepada Nazaran. Ditutup dengan salaman.

Nazaran sumringah. Seperti tak percaya dengan apa yang sedang disaksikannya. Sebelumnya, dia hampir putus asa karena pengurusan dokumennya nyaris tak bisa dilakukan. Dia juga tidak bisa leluasa bolak balik karena sebenarnya dia berdomisili di wilayah Batam selama lebih 10 tahun dan baru kali ini mengurus dokumen kependudukannya. Dia datang ke Nias Selatan pun karena sudah mentok, tidak bisa mengurus dokumen kependudukan sebab ternyata dia tidak pernah mengurus surat pindahnya dan keluarga. Sedangkan untuk mengambil surat pindah dari Nias Selatan, dia juga tidak memiliki dokumen kependudukan yang lengkap.

Mau tidak mau, harus mengurus semuanya secara serentak. Bila mengikuti aturan, maka dia butuh waktu yang cukup lama untuk mendapatkan semua dokumennya. Padahal, dia membutuhkan dokumen itu secepatnya dan juga agar bisa segera kembali ke Batam untuk bertemu keluarganya. Untuk satu dokumen saja, sesuai aturan, waktu pengerjaannya antara 14-21 hari.

Wajahnya tampak sangat gembira dan seperti ingin meluapkan sesuatu. Dia spontan mengucapkan terima kasih. Tapi ternyata tak cukup dengan kata-kata klasik, “Terima kasih Pak sudah membantu saya” itu saja. Dia juga tampak mengulur waktu melepas tangannya dari salaman si pemanggil. Gesturnya menunjukkan ingin memberi sesuatu sebagai tanda terima kasih. 

Sayangnya, si pemanggil keburu tahu dan menolak dengan halus dan tegas dengan memberinya pengertian bahwa semua proses pengurusan dokumennya gratis. Tapi si Nazaran bersikeras ingin membalas kebaikan si pemanggil yang telah membantunya mengurus dokumennya. Si pemanggil kembali menegaskan bahwa itu adalah kewajibannya membantu dan melayani warga Nias Selatan, siapa pun mereka. Sedapat mungkin, harus dibantu termasuk memberikan penjelasan apa saja kekurangan yang menyebabkan dokumen sulit ditindaklanjuti.

Si Pemanggil menambahkan, untuk itulah dia dan stafnya ada di kantor itu, untuk membantu masyarakat. Imbalan tidak diperlukan karena itu merupakan tugas mereka. Si Nazaran yang tampak bingung. Tapi, Si pemanggil terus meyakinkannya bahwa semuanya gratis. Hingga tangan mereka terlepas dan mulai menjauh, Nazaran tampak tak percaya apa yang barusan dialaminya.

Suasana pelayanan dokumen kependudukan dan catatan sipil di emperan kantor Dinas Kependudukan Nias Selatan | Etis Nehe

Suasana pelayanan dokumen kependudukan dan catatan sipil di emperan kantor Dinas Kependudukan Nias Selatan | Etis Nehe

Ama Ana dari Hilijalo’o Tanö punya cerita lain. Dia sedang mengurus Akta Nikah anaknya yang dijadwalkan jelang pergantian tahun 2014 ke 2015. Kedatangannya ke kantor Dinas Dukcapil, tidak hanya mengurus dokumen itu. Tapi juga meminta kesediaan Kepala Dinas (Kadis) itu untuk hadir dan menyerahkan langsung Akta Nikah tersebut di acaranya nanti.

Ya, Kadis diundang dan diharapkan datang ke pernikahan anaknya. Itu bukan sebuah kebiasaan lazim kalau tidak punya kedekatan atau kaitan kekeluargaan. Tapi, rupanya, sejak memimpin dinas itu tiga tahun lalu, dia sudah memulai tradisi baru. Entah di acara pernikahan maupun kematian, dia dan stafnya akan proaktif datang membacakan dan menyerahkan akta terkait. Kecuali karena jadwal berbenturan atau bersamaan dengan banyak acara serupa, maka Kadis baru mendelegasikan kepada stafnya yang lain. Tapi bila waktunya memungkinkan, dia akan datang sendiri ke acara pernikahan maupun ke rumah duka.

“Kadisnya baik sekali. Semua urusan lancar. Tidak sulit atau dipersulit. Tidak bayar apapun. Malah, apa yang kita tidak tahu mereka kasih tahu dan beri solusinya. Ini pertama kalinya saya berurusan dengan Dinas Dukcapil,” kata pria paruh baya tersebut.

Nazaran dan Ama Ana hanyalah sedikit dari sekian banyak warga yang tampak terkaget-kaget melihat dan mengalami hal yang sama pada 22 Desember 2014 maupun pada waktu-waktu sebelum dan sesudahnya.

Si pemanggil tadi tak lain adalah Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Kadis Dukcapil) Nias Selatan Restu Jaya Duha. Sayang sekali, ketika artikel ini disiapkan, Restu telah berganti posisi setelah dilantik oleh Bupati Nias Selatan Idealisman Dachi menjadi Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Ketahanan Pangan pada 5 Januari 2015. 

Restu Jaya Duha membacakan dan menyerahkan Akta Nikah dalam salah satu pesta pernikahan | Etis Nehe

Restu Jaya Duha membacakan dan menyerahkan Akta Nikah dalam salah satu pesta pernikahan | Etis Nehe

Sistem Stelsel Aktif

Kedatangan ke kantor Dukcapil tersebut sebenarnya selain ada sedikit urusan administrasi, juga penasaran ingin melihat kinerja para pegawai Kabupaten Nias Selatan dalam hal layanan publik. Dan, kawasan perkantoran di dekat persimpangan menuju Sorake/Lagundri menjadi pilihan.

Tiba pertama kali, langsung kaget melihat emperan kantor tersebut dipenuhi jejeran meja dan kursi. Awalnya saya kira ada kegiatan yang tidak mungkin dilakukan di dalam kantor. Para staf berpakaian dinas, semua duduk di salah satu sisi meja melayani warga. Ya, urusan surat menyurat dilayani di area luar kantor yang telah diberi atap tambahan tersebut. Tak cuma para stafnya, Restu, sang Kepala Dinas pun ternyata berkantor di emperan kantor itu. 

Selama tiga hari, dengan waktu acak, Nias Satu mendatangi kantor tersebut, termasuk saat Restu tidak sedang berada di kantornya karena sedang menghadiri acara pernikahan. Sengaja hadir di mana dia tidak berada di kantor guna mengetahui konsistensi pelayanan yang diberikan.

Tapi, selama tiga hari itu, ‘ritual’nya sama. Usai menandatangani dokumen, Restu akan memanggil warga yang mengurus dokumennya bila masih berada di sekitar kantor tersebut. Bila tidak terlihat atau berada jauh dari kantor atau mungkin sudah pulang ke kampungnya, Restu tak segan membuka HP-nya dan menelpon warga tersebut untuk datang segera mengambil dokumennya. Ya, Restu sendiri yang menelpon, bukan stafnya. Dia juga yang melayani dan menyerahkan dokumen itu pada tahap akhir secara langsung.

“Kita ingin membuat semuanya mudah bagi masyarakat. Kita layani mereka di sini, langsung. Jadi, tidak perlu basa-basi atau menunggu lama karena harus berurusan di dalam kantor. Di sini juga tidak boleh ada yang main-main. Semua aktivitas di sini direkam menggunakan CCTV. Jadi, jangan coba-coba main duit di sini,” jelas Restu menjawab Nias Satu kenapa sistem kerja tidak seperti kantor pada umumnya.

Dia mengatakan, masih rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat terkait perlu dan pentingnya melengkapi administrasi kependudukan membutuhkan upaya ekstra. Karena itu, perlu penyesuaian-penyesuaian dalam melayani masyarakat. Itu juga jadi salah satu alasan memindahkan aktivitas dalam kantor ke emperan kantor.

Pola pelayanan baru tersebut disebutnya sebagai sistem stelsel aktif. Dalam sistem itu, yang aktif dalam pengurusan administrasi kependudukan adalah pemerintah. Sistem itu mulai diterapkan pada Oktober 2013, sebelum aturan mengenai itu diterbitkan pemerintah pusat pada Desember 2013.

Dia mengungkapkan, awalnya mereka kewalahan dan harus berjibaku untuk menyadarkan masyarakat untuk mengurus dokumen. Pemahaman masyarakat bahwa perlu biaya besar mengurus dokumen kependudukan ikut menyulitkan. Berbagai pengumuman yang disampaikan melalui gereja, juga tidak terlalu membuahkan hasil. Tapi, dengan mengubah pendekatan, kata Restu, hasilnya lebih efektif.

“Misalnya, saat perekaman KTP Elektronik. Kami sendiri yang mendatangi masyarakat di desa-desa. Kami proaktif. Seringkali di desa itu tidak ada listrik atau kalau ada, sering mati. Lalu, saya berinisiatif membeli batere besar (aki) lalu kami bawa ke desa. Terkadang bila jalannya tidak memungkinkan, batere-batere besar itu kami gotong. Nanti pulang lagi dan bawa ke tempat pengecasan di kota untuk dipakai lagi keesokan harinya di desa lainnya. Intinya, apa saja kami lakukan guna menyadarkan masyarakat dan melengkapi dokumen kependudukan mereka,” tutur dia mengenang perjuangan berat mereka terkait perekaman KTP Elektronik.

Dia mengakui, sejak berlakunya UU baru tentang administrasi kependudukan dan pemberlakuan sistem stelsel aktif tersebut, kini lonjakan warga yang mengurus dokumen kependudukan mencapai 300%.

Untuk tertib internal, Restu juga menata ulang sistem pelayanan di Dinas Dukcapil. Sejak menjabat, dia melarang stafnya menerima dokumen warga tanpa memberikan tanda terima. Dari tanda terima itu, nanti akan diketahui seperti apa proses penanganan dokumen. Tanda terima itu juga nanti akan jadi bukti kepemilikan dokumen yang diurus bila telah selesai dan akan diserahkan.

Masih terkait penyerahan dokumen sudah diselesaikan, Restu tak cuma menghubungi sendiri warga. Restu juga memanfaatkan status Blackberry maupun Facebooknya untuk menginformasikan kepada masyarakat terkait urusan dokumen di dinasnya. Bila ada dokumen yang sudah selesai, atau misalnya, pencetakan KTP elektronik yang sudah bisa dilaksanakan, Restu tidak ragu mengumumkannya melalui akun-akun media sosial yang dimilikinya.

Restu sedang menjelaskan prosedur pengurusan dokumen kepada warga | Etis Nehe

Restu sedang menjelaskan prosedur pengurusan dokumen kepada warga | Etis Nehe

Urusan di Emperan Lebih Transparan

Dia mengatakan, selama ini, ketika semua urusan dilakukan di dalam ruangan, tidak hanya membuat adanya peluang permainan dan lamanya proses pengurusan dokumen. Sering kali juga dokumen sampai menumpuk bahkan tidak bisa ditelusuri lagi. Mungkin hilang atau tercampur dengan dokumen lainnya yang serupa. Hal itu membuat pekerjaan di Dinas Dukcapil dinilainya tidak efisien dan efektif. Karena itu, Restu memutuskan untuk mengubahnya.

“Masalahnya di Kadis. Jadi, itu yang saya mulai di sini. Kalau di dalam, masyarakat tidak akan berani datang. Urusan di dalam terkesan sangat birokratis. Kalau di luar, mereka bisa leluasa dan juga tidak akan ada celah untuk permainan. Dengan cara itu, saya bisa mendisiplinkan sekaligus melayani masyarakat secara tertib. Dengan semua di luar, kami semua langsung melayani dan masyarakat tidak sungkan atau ragu mengurus dokumennya,” ujar dia.

Dia mengatakan, sejak dia menerapkan pola kerja baru di kantor itu, hampir 100% pegawai yang terdiri dari 25 orang PNS dan 12 tenaga honorer bisa menyesuaikan diri. Meski begitu, dia tidak menjami bahwa 100% sudah seperti harapannya, tapi sudah mendekati target maksimalnya.

Dia menjelaskan, berdasarkan regulasi, batas waktu pengurusan dokumen itu antara 14-21 hari. Namun, sejak menjabat, Restu mengaku tidak selalu mengikuti aturan itu. Kalau ada kebutuhan mendesak, tidak harus mengikuti batas waktu di dalam aturan.

“Bahkan, hari Sabtu dan Minggu kami kadang-kadang tetap bekerja bila ada kebutuhan masyarakat yang mendesak. Misalnya, ada keadan darurat, atau bila ada yang menikah atau meninggal, kita datang langsung ke lokasi. Nah, yang begitu sesuai dengan sistem baru dari pemerintah, pencetakan dokumen tidak boleh menggunakan tanggal mundur,” paparnya.

Mantan Sekretaris Bappeda Nias Selatan tersebut menjelaskan, kedatangan ke tempat kedukaan atau pun pernikahan ternyata sangat berdampak positif bagi masyarakat. Sebab, mereka mempersepsikannya bahwa pemerintah hadir langsung di acara khusus mereka. Bahkan khusus untuk Akta Kematian dan pernikahan, kata dia, Nias Selatan merupakan satu-satunya di Indonesia dimana pejabat atau pegawai Dukcapil langsung mengantarkannya. Kedatangan ke acara kedukaan maupun pernikahan, juga menjadi kesempatan yang baik untuk mengumumkan kebijakan terkait administrasi kependudukan.

Pengurusan dokumen, kata dia, bisa dilakukan secara perorangan, bisa juga secara massal atau melalui institusi. Khusus bagi warga yang membutuhkan dokumen Akta Kematian, pihaknya proaktif untuk datang menanyakan dan membantu bila ada hal-hal penting yang diperlukan atau perlu diperlengkapi bila dokumen kematian tersebut akan digunakan untuk keperluan pengurusan pencairan asuransi.

Para pegawai sedang melayani warga | Etis Nehe

Para pegawai sedang melayani warga | Etis Nehe

Layanan Triple 7

Terobosan lain dalam pelayanan publik di dinas itu adalah apa yang disebutnya sebagai Triple 7. Yakni, tiga jenis target waktu pengurusan dokumen yang mengacu pada angka tujuh. Yakni, selesai dalam 7 hari, selesai dalam 7 jam dan selesai dalam 7 menit. Padahal, sesuai aturan, aparat Dukcapil punya waktu antara 14 sampai 21 hari menyelesaikan sebuah dokumen kependudukan.

Penerapan Triple 7 tersebut disesuaikan dengan kebutuhan. Bila tidak terlalu mendesak, maka akan diselesaikan maksimal dalam 7 hari. Namun, bila mendesak karena kondisi tertentu, maka dokumen akan diselesaikan dalam 7 jam.

“Nah, layanan 7 menit itu kita berikan bila ada kondisi gawat darurat yang membutuhkan dokumen segera. Misalnya, ada yang mau dioperasi atau mau diterbangkan ke luar Nias guna pengobatan namun membutuhkan dokumen kependudukan. Seketika itu kita keluarkan, bahkan bisa hanya dalam 5 menit,” ujar dia bangga.

Modus Permainan

Dia menceritakan, permainan di dinas itu memang tidak bisa disangkali. Meski tidak bisa menyebut nama dan pada periode siapa, namun dia mengakui pada masa lalu khusus pengurusan Akta Kematian bisa dipersulit terutama bila akan digunakan untuk pengurusan asuransi.

Dia mengungkapkan, biasanya karena tahu asuransi itu berkaitan dengan jumlah uang yang banyak, ada saja pejabat Dukcapil yang berusaha bermain. Setelah ‘deal’ dapat berapa, dokumennya baru dilancarkan.

“Dulu, untuk urus akta itu sering jadi permainan oknum Kadis. Karena tahu akta itu bila dipakai cairkan asuransi, nilainya besar sekali. Kalau sudah deal dapat berapa, baru Aktanya dikeluarkan. Sekarang, tidak lagi seperti itu. Akta langsung kita serahkan. Kita akan tanya juga di awal apakah akan dipakai untuk urus asuransi. Maka dokumennya kita akan sesuaikan datanya. Kalau ada yang kurang, kita bantu uruskan di sini dan langsung diselesaikan,” ujar pria yang juga lama berkarir di kantor Badan Pusat Statistik di Pulau Nias tersebut.

Dia mengaku, budaya ‘memberi’ yang sudah lazim di masyarakat masih sering dialaminya. Khususnya terkait akta kematian yang digunakan untuk mengurus asuransi. Biasanya, kata dia, pas asuransinya cair, pihak yang bersangkutan akan datang untuk memberikan semacam tanda ucapan terima kasih.

“Pas asuransi keluar, biasanya ada yang datang mau memberikan ucapan terima kasih karena merasa sudah ditolong. Karena saya sudah tahu maksudnya, saya biasanya langsung menyela dan bilang kasih saja ke anaknya yang sudah meninggal,” ungkap dia.

Para epgawai sedang melayani warga | Etis Nehe

Para pegawai sedang melayani warga | Etis Nehe

Mengemban Tugas Baru

Salah satu terobosan Restu adalah berhasilnya Nias Selatan menjadi salah satu daerah di Pulau Nias yang paling cepat mendapatkan alat dan menerapkan pencetakan KTP Elektronik secara langsung. Peralatan telah diterima pada akhir Desember 2014. Namun, secara operasional baru mulai difungsikan untuk melayani masyarakat pada awal Januari 2015.

Tapi sayang sekali, ketika Restu masih dengan sangat bersemangat untuk memenuhi targetnya agar seluruh masyarakat Nias Selatan memiliki dokumen administrasi kependudukan yang lengkap, kini dia harus melepaskan jabatan di salah satu dinas yang paling banyak bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat tersebut.

Per 5 Januari 2015, seiring dengan kebijakan perampingan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang dilakukan oleh Bupati Nias Selatan Idealisman Dachi, Restu justru dipindahkan menjadi Kadis Pertanian, Kehutanan, Penyuluhan dan Ketahanan Pangan.

Posisi Restu kini digantikan oleh Töngöni Taföna’ö dengan nama baru SKPD baru yakni Dinas Kependudukan, Kesatuan Bangsa, Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa. Töngöni sendiri sebelumnya menjabat sebagai Kadis Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Perizinan.

Beberapa informasi lain yang dihimpun Nias Satu, termasuk dari anggota DPRD Nias Selatan, semua memberikan jawaban seragam. Bahwa Restu adalah salah satu dari sedikit pejabat dengan kinerja terbaik di Nias Selatan. Mereka juga mengaku kaget dengan pemindahan Restu ke jabatan sebagai Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan, Penyuluhan dan Ketahanan Pangan.

Tentu saja tidak mungkin berharap Restu selamanya jadi Kadis Kependudukan. Tapi, apa yang sudah dia rintis, yang membuat kehadiran pelayanan pemerintah itu nyata, sudah mulai mengakar. Menjadi tanggungjawab pejabat baru untuk meneruskan budaya pelayanan publik yang telah ditanamkan tersebut.

Restu telah memulai dan merintisnya terlalu jauh hingga masyarakat sudah terlanjur bisa membuat perbedaan dengan keadaan sebelumnya. Bila hal itu tidak bisa diteruskan oleh pejabat baru, maka masyarakat juga akan langsung bisa memberikan penilaian sekaligus merasakan langsung kemerosotan kualitas pelayanan.

Semoga instansi lainnya di Kabupaten Nias Selatan bisa meniru filosofi dan praktik pelayanan seperti telah dirintis pria yang biasa dipanggil Ama Sara ini. Selamat mengabdi tanggungjawab baru. (Etis Nehe, Pemimpin Redaksi www.niassatu.com)

 

About the Author
  1. Eliyunus Gulo Reply

    Wah teroujilah Tuhan atas terlihatnya bibit pejabat yg melayani dengan teladan hidup yg benar. Berharap saudara Restu, terus berjuang menjadi pelayan publik yang menyatakan kehadiran Tuhan untuk melayani masyarakat di Nias selatan, khususnya. Rindukan dan raihlah pengalaman nyata firman ini “;Baik sekali perbuatanmu itu hambaKu yang baik dan setia, engkau telah setia dalam perkara kecil maka kepadamu akan dipercayakan perkara yg besar, masuk dan turut menikmati kebahagiaan Tuanmu”.
    Ayo, siapa lagi yg berjuang menjadi teladan yg benar di tengah kehidupan pemerihah yg korup dan tidak peduli rakyatnya?.
    Gbu all. EG

  2. Yultrie Wati Zendrato Reply

    Tuhan akan pakai Abang Restu menjadi AlatNya,,,
    Gbu

  3. Turunan Gulo Reply

    Restu Duha, sosok birokrat yg punya semangat melayani, pekerja keras dan kreatif. Salut dan bangga. Lanjutkan.

  4. Tri Steven Telaumbanua Reply

    Jempol buat Om Restu. Bangga buat beliau, hampir nangis nih baca artikel ini, jarang ada yang seperti beliau. Tuhan Yesus memberkati Om Restu dan Keluarga.

  5. Pingback: Nias Satu » Benahi Pelayanan Publik, Bupati Hilarius Segera Panggil Jajaran Dinas Dukcapil

  6. vivian zend Reply

    Maju terus bang restu.. Melayani dengan kerendahan hati akan ditinggikan derajatnya.. Salud buat bang restu.. Gbu.

Leave a Reply

*

Translate »